Pro-kontra seputar pembangunan Giant Sea Wall dan pulau reklamasi hingga kini masih terus bergulir. Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) mencoba meluruskan persepsi masyarakat yang seringkali salah terkait mega proyek tersebut.
"Jadi reklamasi yang namanya Giant Sea Wall itu mesti nunggu kajian lebih dalam dari Belanda. Jadi orang itu salah, Giant Sea Wall tidak ada hubungannya dengan (reklamasi) 17 pulau. Kalau 17 pulau ini dari Keputusan Presiden (Keppres) yang dikeluarkan Pak Harto (Presiden RI Kedua Soeharto) tahun 1995," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Selatan, Kamis (26/3/2015).
"Jadi orang suka mencampuradukkan Giant Sea Wall dengan 17 pulau, bukan. 17 pulau itu reklamasi saja, sesuai dengan Keppres 1995. Lalu yang wall-nya itu yang pertama (dibangun), yang existing sekarang. Makanya, kita namakan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) A, nanti ada NCICD B dan C. Pulau Garuda itu masuk ke NCICD C," lanjutnya.
Ahok mengatakan untuk pembangunan NCICD B dan C, pihaknya masih menunggu hasil kajian dari Belanda. Semantara waktu ini, Pemprov bertanggungjawab sepenuhnya untuk menyelesaikan NCICD A karena sudah ada pembangunan tanggul.
"(NCICD) B dan C itu yang butuh kajian dari Belanda. Tapi yang A kami akan kerjakan tahun ini karena yang sudah ada kami perkuat tanggul saja. Jadi tanggul yang ada namanya A," jelas dia.
Ahok menegaskan pembangunan proyek Giant Sea Wall tidak ada kaitannya dengan reklamasi pulau yang telah disetujui Keppres 1995 silam. Sementara, Gubernur tidak dapat membatalkan Keppres tersebut.
Dia hanya memastikan seluruh sertifikat reklamasi pulau tersebut, Dasar Hukum Hak Pengelolaan (selanjutnya disebut dengan HPL) sepenuhnya sudah menjadi milik DKI.