Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Misteri, Horror, Supranatural

Misteri, Horror, Supranatural Yuk baca cerita horor, lihat dan share penampakan mahluk gaib disini. Boleh juga membuka konsultasi ramalan,tarot dan sejenisnya

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 22nd April 2012
mencekam13's Avatar
mencekam13 mencekam13 is offline
Ceriwis Lover
 
Join Date: Apr 2012
Posts: 1,219
Rep Power: 15
mencekam13 mempunyai hidup yang Normal
Default bulan madu dengan kuntii

Kota Stabat, Ibu Kota Kabupaten Langkat, Sumut, di penghujung bulan Mei, terlihat sangat sepi. Kendaraaan roda dua dan roda empat yang biasanya hilir mudik melintas di tengah kota, malam itu tidak kelihatan. Sejak senja hingga larut malam, gerimis memang turun membasahi jalan raya. Mungkin karena itu warga kota dan warga yang tinggal di pinggiran kota memilih tetap tinggal di rumah.



Di tengah gerimis berselimut udara dingin menggigit sum-sum, para pedagang di pasar kaget terlihat duduk menemani beberapa orang pengunjung warungnya. Biasanya, di saat udara cerah, para pedagang itu tidak punya waktu berbincang-bincang dengan pengunjung warungnya. Mereka sibuk melayani pengunjung warung yang datang dan pergi silih berganti.



Namun kali ini suasananya menjadi lain. Mereka nampak larut dalam perbincangan. Malam itu, menurut penanggalan Jawa, adalah malam Jum'at Kliwon. Malam yang diyakini angker, karena sering terjadi peristiwa misteri dan irasional. Namun, di zaman sekarang malam keramat itu sudah dianggap tidak lagi menakutkkan. Lihat saja, kendati gerimis masih turun, para abang-abang becak tetap mencari sewa tanpa memperdulikan keangkeran malam Jum'at Kliwon.



Salah satu dari penarik becak bermotor itu adalah Karto. Meskipun malam Jum'at Kliwon dan hujan gerimis tidak juga berhenti, dia tetap mencari sewa. Karto bersama beberapa orang temannya mangkal di simpang kompleks Kantor Bupati Langkat. Mereka duduk di warung sambil menunggu sewa yang turun dari bus jurusan Banda Aceh-Medan.



Segelas kopi hangat yang Karto minum tidak dapat mengusir udara dingin. Meskipun jaket sampai dua lapis membalut tubuh, angin malam dapat menembus hingga ke sumsum tulang.

Malam baru pukul 23 lewat 15 menit. Kota Stabat yang biasanya ramai menjadi sunyi seperti kota mati. Karto tetap setia menanti calon penumpang becak bermotornya. Sebuah bus jurusan Banda Aceh-Medan berhenti. Seorang perempuan memakai baju kuning turun dari atas bus yang basah kuyup diguyur hujan itu.



Sambil menenteng payung di tangannya, wanita berbaju kuning gading itu berdiri di pinggir jalan, menanti kendaraan yang lewat. Dia melambaikan tangan kanannya ke arah Karto. Bergegas Karto menghidupkan becak bermotornya. Dan segera menghampiri si wanita. Dalam hati Karto kegirangan, sebab jarang sekali dia dapat sewa perempuan cantik seperti malam ini.



"Becak, Bang!" Ujar perempuan itu dengan suara lembut.



Karto tan sempat menyahut, sebab mulutnya seperti terkunci melihat betapa cantik si perempuan calon penumpangnya itu. Sang Dewi pun segera naik ke atas becak. Darah Karto tersirap ke ubun-ubun, sebab secara tak sengaja rok pendek yang dipakai perempuan itu tersingkap, sehingga terlihat pahanya yang putih mulus. Berulang kali Karto harus menelan air liurnya.



"Kemana tujuannya, Dik?" Tanyanya sambil menehan gejolak dalam dada.

"Ke Desa Ulat Berayun," jawab si wanita.



Karto segera tancap gas menuju alamat yang disebutkan. Tapi anehnya, baru sekitar 15 menit Karto memacu betor (becak motor)-nya, tiba-tiba dia merasa berada di tempat yang sangat asing baginya. Ya, Karto seperti memasuki kota metropolitan yang sangat megah. Kendaraan mewah hilir mudik dan perempuan-perempuan cantik keluar masuk plaza. Seingat Karto, tidak ada plaza-plaza yang mewah seperti itu, bahkan mobil-mobil yang hilir mudik juga sepertinya sangat asing di matanya.



"Rumahnya masih jauh, Dik?" Tanyanya sambil terus memikirkan keganjilan yang dihadapinya..

"Di ujung jalan sana, Bang!" Jawa si gadis dengan suara lembut dan manja, yang perlahan namun pasti seperti membius Karto.

"Berhenti di sini, Bang!" cetusnya lagi.



Karto menghentikan becak motornya di depan rumah megah bagaikan sebuah istana. Halamannya luas ditumbuhi rumput hijau dan bunga aneka warna. Bagian teras rumah itu dihiasi lampu kristal yang sangat wah.



"Singgah ya, Bang, nanti aku buatkan minuman badrek susu," ajak gadis itu ramah.



Karto tidak dapat menolak ajakan itu, sebab si gadis telah bergayut mesra di pundaknya. Kebetulan, udara dingin begini meminum bandrek susu pasti dapat menghangatkan badan. Di samping itu, jarang sekali dia mendapat tawaran sebaik ini dari seorang penumpang. Apalagi dari gadis yang cantiknya selangit. Begitulah bisik batin Karto.



Sementara Karto masih sibuk mengendalikan perasaannya, perempuan misterius itu mengambil anak kunci rumahnya dari dalam tas tangan yang disandang di bahunya.Tak lama kemudian, pintu depan rumah nan megah itu terbuka. Karto dipersilahkan duduk di ruang tamu yang tertata sangat artistic, sehingga membuat terus terbengong-bengong. Perabotan rumah tangga di dalam ruangan tamu itu seluruhnya terbuat dari kayu jati yang ukirannya sangat indah.



"Duduk sebentar ya, Bang, aku ke dapur menyiapkan minuman buat Abang," kata si gadis.



Suaranya sangat lembut dan manja. Karto hanya bisa mengangguk. Dia terus terkagum-kagum melihat perabotan dalam rumah serba mewah dan megah itu. �Pastilah gadis ini anak orang kaya, karena rumahnya saja bagaikan istana raja.� Bisik hati Karto lagi.



Pria beranak satu ini lebih kagum lagi saat dia menatap perempuan pemilik rumah datang membawa dua gelas minuman, yang telah berganti baju setengah telanjang. Lekuk tubuhnya terlihat nyata di mata Karto. Perempuan itu hanya tersenyum menggoda. Ketika menyuguhkan gelas berisi bandrek susuk, Karto dapat melihat leluasa dua bukit kembar tegak berdiri runcing di dadanya yang montok. Perempuan itu lagi-lagi hanya tersenyum menggoda.



"Malam ini Abang menginap di rumahku saja ya? Aku takut sendirian di rumah Bang!" Rengeknya manja.

"Kedua orangtuamu kemana?" Tanya Karto, agak gugup.

"Sudah meninggal dunia, Bang. Ayah meninggal akibat kecelakaan lalu lintas, dan ibuku meninggal bunuh diri," cerita si gadis.



�Ooo�!� Karto melongo, sampai akhirnya perempuan manja itu bersandar di pundaknya. Sekejap kemudian, jari-jemarinya yang lembut menyelusuri pusat-pusat birahi di tubuh Karto.

Laki-laki mata keranjang ini pun tak kuasa untuk tidak membalas sentuhan itu. Dia bahkan melakukannya dengan lebih agresif. Syahwatnya menuju puncak.



"Bang, kita melakukannya di dalam kamar saja ya?" Ajak si gadis sambil segera melepaskan dekapannya. Karto hanya menurut saja.

"Gendong, Bang!" Rengek gadis itu, manja.

Karto menuruti saja keingiannya. Tubuh sintal padat dan berisi itu dibopongnya.

"Kamarnya di mana?" Tanya Karto. Kamar dalam rumah itu memang ada beberapa pintu.

"Nanti aku kasih tahu," jawab si gadis.



Karto berjalan mengikuti perintah si gadis, yang memintanya menuju ruangan di lantai dua. Kamar di lantai dua ini lebih mewah lagi. Karto terkagum-kagum melihat ruangan kamar yang sangat indah dan megah, seperti kamar seorang puteri raja. Di sana ada tempat tidur terbuat dari kayu jati pilihan berukir burung raja wali yang sedang mengepakkan sayapnya. Cahaya lampu dalam kamar itu remang-remang, bau aroma wangi memenuhi seluruh ruangan yang di desain untuk pasangan pengantin baru.



"Nama adik siapa?" Tanya Karto, penasaran. Begitu terpesonanya, sampai dia lupa menanyakan nama perempuan cantik yang mengajaknya bercinta.

"Sri Kunti," jawab si gadis manja.

"Namaku Karto!" Sahut Karto, tanpa diminta mengenalkan dirinya.

Sempat terlintas dalam benak Karto kalau nama perempuan ini aneh, tidak seperti nama kebanyakan perempuan. Tapi apa arti sebuah nama. Bisik hatinya. Karto sudah tidak sabar ingin segera melepaskan nafsu birahinya.

"Jangan buru-buru, Bang. Sabar sebentar," pinta Sri Kunti.

"Aku sudah tidak tahan!"

"Tapi kita harus menikah dulu?"

"Siapa yang akan menikahkan kita?"

"Itu orangnya!� Sri Kunti menunjuk ke ruangan tengah rumahnya dari atas lantai dua.



Aneh, di ruangan itu sudah ramai orang berkumpul. Mereka semua memakai baju bagus seperti hendak menghadiri resepsi pernikahan.

Ketika Karto masih kebingungan, Sri Kunti turun dari atas lantai dua. Dia berjalan menggandeng tangan Karto. Bersamaan dengan itu, Karto melihat busana yang dipakai Sri Kunti telah berubah menjadi busana pengantin berwarna putih. Padahal sebelumnya, gadis itu mengenakan gaun sutra yang transparan.

Ah, aneh sekali! Mengapa bisa begini cepat? Keraguan ini sempat terselip di batin Karto. Namun entah mengapa, dia kemudian tidak berusaha mempersoalkannya.

Karto sendiri bertambah bingung, sebab dirinya juga telah memakai baju jas berwarna hitam dan memakai dasi. Padahal sebelumnya, dia berpakaian lusuh, dengan jeans belel kesayangannya.



Akhirnya, mereka berdua menghadap petugas yang akan menikahkannya. Akad nikah yang Karto laksanakan tidak seperti waktu dia dulu menikah dengan Atik, isterinya yang selalu setia menunggu di rumah. Karto cukup hanya mengucapkan ikrar setia setelah itu resmilah mereka sebagai pasangan suami isteri.



Setelah resepsi, pernikahan selesai, semau tamu yang datang pergi meninggalkan rumah. Kini tinggal mereka berdua di dalam rumah besar itu.

Hujan gerimis berubah menjadi sangat deras. Udara dingin menusuk tulang. Karto membutuhkan kehangatan. Sri Kunti pun sama membutuhkannya.



"Sekarang kita sudah resmi sebagai pasangan suami isteri. Silahkan Abang menikmati tubuhku," kata Sri Kunti.



Sehelai demi sehelai kain pembalut tubuhnya dia buka, sehingga akhirnya tampaklah pemandangan yang membuat lutut Karto gemetar.



Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 12:28 AM.


no new posts