Login to Website

Login dengan Facebook

 

Post Reply
Thread Tools
  #1  
Old 27th May 2012
pingpong's Avatar
pingpong
Senior Ceriwiser
 
Join Date: May 2012
Posts: 5,888
Rep Power: 21
pingpong mempunyai hidup yang Normal
Default mengapa perkimpoian tidak bahagia?

SURAT DARI TEMAN ANE KE AGAN2 DAN AGANWATI SEMUA...















Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya melihatnya dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari, memasak

bubur yang panas untuk ayah, karena lambung ayah tidak baik, pagi hari hanya bisa makan bubur.



Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi, dengan

begitu baru tidak akan lapar seharian di sekolah.



Setiap sore, ibu selalu membungkukkan nbadan menyikat panci, setiap panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikiktpun.



Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci demi seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibanding sisi tempat tidur orang

lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki telanjang.



Ibu saya adalah seorang wanita yang sangat rajin. Namun, di mata ayahku, ia (ibu) bukan pasangan yang baik.



Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali saja ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam perkimpoian, tidak memahaminya.



Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab.



Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih mengatur jadwal

sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat

anak-anak, ia adalah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berpretasi dalam pelajaran.



Ia suka main catur, membuat kaligrafi, suka larut dalam dunia buku-buku kuno.



Ayah saya adalah seoang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia

maha besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.



Hanya saja, di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik, dalam proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara

diam diam di sudut halaman.



Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedang ibu dengan aksi, menyatakan kepedihan yang dijalani dalam perkimpoian.



Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidakberdayaan dalam perkimpoian ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka, dan mereka

layak mendapatkan sebuah perkimpoian yang baik.



Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan perkimpoian mereka lalui dalam kegagalan, sedangkan aku, juga tumbuh dalam kebingungan, dan

aku bertanya pada diriku sendiri : Dua orang

yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkimpoian yang bahagia?



Pengorbanan yang dianggap benar.

Setelah dewasa, saya akhirnya memasuki usia perkimpoian, dan secara perlahan -lahan saya pun mengetahui akan jawaban ini.



Di masa awal perkimpoian, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan sungguh-sungguh

berusaha memelihara perkimpoian sendiri.



Anehnya, saya tidak merasa bahagia ; dan suamiku sendiri, sepertinya juga tidak bahagia.



Saya merenung, mungkin lantai kurang bersih, masakan tidak enak, lalu, dengan giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh hati.



Namun, rasanya, kami berdua tetap saja tidak bahagia. .



Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami saya berkata : istriku, temani aku sejenak mendengar alunan musik!



Dengan mimik tidak senang saya berkata : apa tidak melihat masih ada separoh lantai lagi yang belum di pel ?



Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat tidak asing di telinga, dalam perkimpoian ayah dan ibu saya, ibu juga kerap berkata

begitu sama ayah.



Saya sedang mempertunjukkan kembali perkimpoian ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkwinan mereka.



Ada beberapa kesadaran muncul dalam hati saya.



Yang kamu inginkan ?



Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah saya. Ia selalu tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan dalam

perkimpoiannya,



Waktu ibu menyikat panci lebih lama daripada menemaninya.



Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga, adalah cara ibu dalam mempertahankan perkimpoian, ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih, namun, jarang

menemaninya, sibuk mengurus rumah, ia berusaha mencintai ayah dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah tangga.



Dan aku, aku juga menggunakan caraku berusaha mencintai suamiku.



cara saya juga sama seperti ibu, perkimpoian saya sepertinya tengah melangkah ke dalam sebuah cerita, dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan

perkimpoian yang bahagia.



Kesadaran saya membuat saya membuat keputusan (pilihan) yang sama.



Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami, menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain

pel di atas lantai seperti menatapi nasib ibu.



Saya bertanya pada suamiku : apa yang kau butuhkan ?



Aku membutuhkanmu untuk menemaniku mendengar musik, rumah kotor sedikit tidak apa-apa-lah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu kau bisa

menemaniku! ujar suamiku.



Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada yang mencuci pakianmu..dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal yang dibutuhkannya.



Semua itu tidak penting-lah!ujar suamiku. Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku.



ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut.

Kami meneruskan menikamti kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki

cara masing-masing bagaimana mencintai, namun, bukannya cara pihak kedua.



Jalan kebahagiaan

Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja buku, Begitu juga dengan suamiku, dia juga menderetkan sebuah

daftar kebutuhanku.



Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya,

waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat.



Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit, misalnya dengarkan aku, jangan memberi komentar.



Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang

akan merasa dirinya akan tampak seperti orang bodoh.



Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.



Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya

pada saya, kalau tidak saya hanya boleh mendengar dengan serius, menurut sampai tuntas, demikian juga ketika salah jalan.



Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun, jauh lebih santai daripada mengepel, dan dalam kepuasan kebutuhan kami ini, perkimpoian

yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya hidup.



Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan, misalnya menyetel musik ringan, dan kalau lagi segar bugar merancang perjalanan keluar

kota.



Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal bersama dan kebutuhan

kami, setiap ada pertikaian, selalu pergi ke taman flora, dan selalu bisa menghibur gejolak hati masing-masing.



Sebenarnya, kami saling mengenal dan mencintai juga dikarenakan

kesukaan kami pada taman flora, lalu bersama kita menapak ke tirai merah perkimpoian, kembali ke taman bisa kembali ke dalam suasana hati yang saling mencintai

bertahun-tahun silam.



Bertanya pada pihak kedua : apa yang kau inginkan, kata-kata ini telah menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkimpoian. Keduanya akhirnya melangkah

ke jalan bahagia.



Kini, saya tahu kenapa perkimpoian ayah ibu tidak bisa bahagia, mereka terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pihak

kedua, bukan mencintai pasangannya dengan cara pihak kedua.



Diri sendiri lelahnya setengah mati, namun, pihak kedua tidak dapat merasakannya, akhirnya ketika menghadapi penantian perkimpoian, hati

ini juga sudah kecewa dan hancur.



Karena Tuhan telah menciptakan perkimpoian, maka menurut saya, setiap orang pantas dan layak memiliki sebuah perkimpoian yang bahagia,

asalkan cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pihak kedua! Bukannya memberi atas keinginan kita sendiri, perkimpoian yang baik,

pasti dapat diharapkan.





Peace & Love



Sponsored Links
Space available
Post Reply




Switch to Mobile Mode

no new posts