|
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Panik, Pilih Pulang ke Indonesia
![]() BERI HORMAT: Tim evakuasi memberi hormat kepada jenazah korban tsunami yang baru ditemukan sebelum dikubur
Quote:
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo terus melakukan update data seputar Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban gempa dan tsunami Jepang. Hingga tadi malam, kantor perwakilan RI itu menyebut masih ada 139 WNI yang belum ditemukan. Mereka kemungkinan tersebar di pengungsian dan belum melaporkan diri kepada tim evakuasi.
Selain berupaya mencari, KBRI juga fokus mengevakuasi WNI yang berada di zona merah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima yang meledak. "Proses evakuasi terus dilakukan dengan radius minimal 50 kilometer dari PLTN yang bocor," tulis keterangan resmi KBRI Tokyo kepada wartawan di Jakarta tadi malam. Pemerintah Jepang telah menetapkan zona wilayah bahaya radiasi hingga 20-30 km. Sedangkan, di sisi lain, evakuasi WNI ke Tanah Air juga terus dilakukan bertahap. Untuk wilayah Fukushima sendiri pemerintah mendata ada 43 orang yang belum ditemukan. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mencatat, jumlah total WNI yang ada di Prefektur Fukushima Jepang mencapai 82 orang dan baru 39 orang yang sudah dievakuasi. Sedangkan jumlah WNI yang telah berhasil dievakuasi kembali ke Indonesia berjumlah 109 orang. DIPULANGKAN Sementara itu gelombang pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) ke Tanah Air terus mengalir. Hingga tadi malam puluhan WNI terus berdatangan baik dengan penerbangan reguler dari Jepang. Sebagian ikut dalam rombongan evakuasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), namun ada juga yang pulang dengan biaya pribadi. Salah seorang WNI bernama Susi misalnya, dia mengatakan bahwa banyak WNI yang panik dengan kabar bocornya PLTN Fukushima. Bahaya radiasi didukung kondisi yang kian sulit mendapatkan bahan makanan membuat banyak WNI yang memilih untuk pulang ke Indonesia. Bahkan tak sedikit yang memilih menggunakan penerbangan umum dan pulang dengan dana pribadi agar terhindar dari ancaman radiasi nuklir. "WNI banyak yang panik karena pemerintah Jepang tampak kesulitan mengatasi problem nuklir ini," kata dia. Seorang WNI lain bernama Hariyadi (30), mengaku masih shock dengan gempa tersebut. Ketika kejadian dia berada di antara Kota Sendai dan Pelabuhan Siogama. Ketika itu dia sedang berada di dalam mobil dan kemudian tiang-tiang listrik berjatuhan. Laju mobil tak terkendali sehingga menabrak pembatas jalan. Hariyadi kemudian meninggalkan mobil dan berlari menuju punggung bukit. Di tempat itulah Hariyadi bertahan dengan beberapa pengungsi lain hingga keesokan paginya."Kami menggunakan kayu bakar untuk bertahan hidup waktu itu hujan salju dan cuaca sangat dingin," ujar dia. Pria yang sudah tinggal di Jepang sejak 2003 ini, mengaku trauma dengan bencana tersebut. Meski begitu Hariyadi yang sehari-hari bekerja sebagai pengajar di sebuah sekolah dasar di Jepang tetap berencana kembali ke Jepang. Karena di sana dia sudah memiliki pekerjaan dan memilik tanggungjawab kepada murid-muridnya. Para WNI yang baru tiba di Bandara Soekarno-Hatta harus melewati pemriksaan radiasi nuklir oleh tim dari Badan Pengawasan Tenaga Nuklir (Bapeten). WNI yang tiba dari Jepang harus melewati pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi kemungkinan mereka terkena radiasi nuklir. Pria asal Aceh bernama Zahrul Fuadi (39) juga memiliki kisah yang cukup unik ketika tsunami melanda Jepang. Seperti dilansir AFP, dia dua kali nyaris menjadi korban tsunami. Awalnya Zahrul pernah menjadi korban gempa dan tsunami yang menerjang Aceh, 26 Desember 2004 dan untuk kedua kalinya dia selamat dari bencana serupa ketika berada di Jepang. Zahrul selamat dari terjangan tsunami Aceh setelah melarikan diri dengan sepeda motor. Tapi rumahnya di Simpang Mesra, Lamgugop, Banda Aceh, rusak berat diterjang tsunami. "Kami merasa beruntung waktu itu," kata dia. Pengajar Teknik Mesin di Universitas Syah Kuala itu kemudian mendapatkan beasiswa doktoral dari Tohoku University, Sendai, Jepang tepat setahun setelah tsunami melanda tanah kelahirannya. Dia lantas membawa serta sang istri Dewi Karyani, dan anak-anaknya untuk ikut ke Jepang dan menemaninya menuntaskan program doktoral di Tohoku University Sendai. Namun, tak disangka bencana gempa dan tsunami seperti mengikutinya sampai ke Jepang. Ketika gempa terjadi Zahrul sedang berada di kampusnya dan sempat panik karena ini bukan kejadian pertama bagi dirinya. "Ketika itu saya merasa dejavu mengingat saya pernah mengalami hal ini sebelumnya waktu di Aceh," kata dia. Ketika sirine menandakan ancaman tsunami berbunyi, Zahrul langsung berusaha menyelamatkan diri dan mencari perlindungan bersama rekan-rekan kampusnya. Beruntung bangunan universitas itu terletak cukup jauh dari bibir pantai yakni sekitar 15 kilometer. Namun, ternyata dampak gempa itu dirasakannya sangat parah. Hampir seluruh kota Sendai dalam kondisi mati suri karena listrik dan air tidak berfungsi. Yang paling parah, banyak warga yang takut untuk kembali ke rumah karena khawatir dengan kebocoran pipa gas. "Karena di sana gas kan langganan dengan pipa ke rumah-rumah," kata dia. Code:
source |
#2
|
||||
|
||||
![]()
139 bukan jumlah yg sedikit apalgi masalh nyawa :waaa2:
|
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
|