keanehan yg terjadi pada kecelakaan sukhoi superjet100
assalamualaikum agan-agan & agan wati yang ganteng & cantik
ane cuma mau ngshare aja nih.
semoga aja ga
dunia penerbangan kembali berkabung
ada yang janggal sama kejadian kecelakaan sukoi beberapa hari yg lalu
langsung aja gan baca di mari.
[/spoiler]
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for berduka:
Bagi beberapa Tim SAR, lokasi penemuan badan pesawat Sukhoi Superjet 100 tidak asing. Hal ini dikarenakan, lokasi badan pesawat Sukhoi tidak jauh dari lokasi kecelakaan pesawat pesawat Casa 212 TNI AU yang jatuh pada Juni 2008 silam.
Pengamatan merdeka.com, yang ikut bersama Tim SAR, Sabtu (12/5), lokasi penemuan badan pesawat hanya berjarak sekitar 5o meter dari lokasi pesawat Casa. Lokasi penemuan berada di dasar tebing dengan medan yang sangat terjal.
Pesawat Casa 212 milik TNI AU jatuh di Gunung Salak. Akibat kecelakaan ini 18 orang tewas.
Badan pesawat Sukhoi sendiri saat ditemukan dalam posisi menggantung di atas pepohonan. Badan pesawat ditemukan sekitar 500 meter dari puing-piung pesawat yang hancur saat menabrak lereng Gunung Salak.
Di sekitar badan pesawat juga ditemukan jenazah para korban. Jenazah para penumpang pesawat pabrikan Rusia sangat mengenaskan karena dalam kondisi hancur dan hangus
nah kalo ini menurur ana lisa LAPAN gan penyebab sukoi kecelakaan
Quote:
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for berduka:
Berbagai analisa seputar jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor bermunculan. Salah satunya dari Thomas Djamaluddin, salah satu pakar dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).
Berdasarkan data cuaca pada saat kejadian 9 Mei 2012 sekitar pukul 14.33 WIB, Thomas mengungkapkan, saat itu Gunung Salak sedang diliputi awan cumulonimbus yang menjulang setinggi 37.000 kaki (11,1 km). Awan cumulonimbus adalah sebuah awan vertikal menjulang yang sangat tinggi, padat, dan sering mengakibatkan badai petir dan cuaca dingin lainnya.
Dia menguraikan, data MTSAT menunjukkan sekitar waktu kejadian, awan di sekitar Gunung Salak memang tampak sangat rapat dengan liputan awan lebih dari 70 persen. Analisis indeks konveksi yang bisa menggambarkan ketinggian awan juga menunjukkan indeks sekitar 30 yang bermakna adanya awan Cb (cumulo nimbus).
Data satelit itu, tambah dia, memberi gambaran bahwa saat kejadian, pesawat dikepung awan tebal yang menjulang tinggi. Dengan hadangan awan tersebut, pilot tentu saja akan mencari jalan keluar dari hadangan awan tersebut. Namun, pilihan untuk menaikkan ketinggian pesawat hingga 37.000 kaki dinilai Thomas tidak menjadi opsi pilot.
"Karena itu, pilihannya hanya mencari jalan ke kanan, kiri, atau bawah," kata pria yang menjabat sebagai Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan tersebut seperti dikutip antara.
Itulah mengapa, menurut Thomas, pilot mengambil pilihan menurunkan ketinggian ke 6.000 kaki seperti yang dilaporkan ke petugas Air Traffic Control (ATC). Beberapa pertimbangan yang digunakan pilot Aleksandr Yablontsev kemungkinan didasarkan ada sedikit celah yang terlihat di bawah.
"Sayangnya pilot terlambat memperhitungkan risiko yang lebih fatal dengan topografi yang bergunung-gunung," tukasnya.
Namun analisis ini, tegasnya, hanya berdasarkan data satelit cuaca, sekadar untuk memberi jawaban sementara berdasarkan data, bukan berdasarkan spekulasi yang tak berdasar. "Analisis komprehensif tentang faktor lainnya tentu kita nantikan dari analisis rekamanan penerbangan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), walau tentu saja faktor cuaca tetap tak dapat dikesampingkan," kata Thomas.
Penyebab kecelakaan yang menimpa pesawat jenis Sukhoi Superjet 100, di Gunung Salak masih belum diketahui. Menanggapi hal itu, Jeffrey Adrian, yang juga seorang pilot maskapai Garuda Indonesia mengatakan, beberapa kendala teknis seperti gangguan sinyal yang dapat mengganggu komunikasi pilot dengan Air Traffic Control (ATC), terkadang memang masih ditemui di dunia penerbangan.
"Indonesia terkenal dengan wilayah Blind Spot. Saat masuk ke Indonesia, pilot asing bilang ini masuk neraka. Ketika masuk ke blind spot, semua komunikasi blank," ujar Jefrry Adrian saat menjadi narasumber dalam diskusi 'Tragedi Penerbangan Lagi', di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (12/5).
Jeffry juga menjelaskan, frekuensi radio dan ponsel tersebut, memang dapat mengganggu para pilot.
"Saya sendiri pernah mendengar lagu Dangdut sampai lagu jazz waktu itu, lalu ada juga seperti pembicaraan orang ke orang. Malahan saya juga pernah mendengar Phone Sex," terangnya sambil tertawa.
Namun Jeffry mengutarakan, masalah sinyal tersebut, menurutnya bukan menjadi permasalahan utama untuk para pilot.
"Pasalnya, para pilot memang harus siap dalam kondisi terekstrim sekalipun, sehingga tidak bisa menyalahkan keadaan yang demikian," tandas Jeffrey.