|
Closed Thread |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]()
Quote:
KOMPAS.com--Pemerintah belum memiliki kebijakan yang jelas untuk melindungi politik kebudayaan, karena kebudayaan dianggap sebagai komoditi, sehingga muncul penjajahan gaya baru oleh investor asing yang masuk melalui usaha bioskop. "Karena itu saya tidak setuju bioskop asing masuk ke Indonesia," tegas anggota komisi X DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Tubagus Dedy Suwandi Gumelar yang akrab disapa Miing di Jakarta, Kamis. Hal ini diungkapkan Miing saat ditanya berkaitan dengan akan dikeluarkannya usaha bioskop dari Daftar Negatif Investasi (DNI) Indonesia sehingga pengusaha asing bisa masuk. Menurut Miing, pemerintah seharusnya mampu menyediakan regulasi dan infrastruktur yang bisa melindungi dan memajukan industri film nasional. Seperti kebijakan fiskal yang bisa memberikan insentif bagi tumbuhnya industri film nasional, atau membangun studio film agar tidak perlu pergi ke luar negeri, katanya. "Regulasi kurang mendukung, infrastruktur lemah ditambah lagi terbukanya pintu masuk bagi pengusaha bioskop asing, maka industri film nasional akan makin sulit berkembang," ucap Miing. Miing mengatakan, pemerintah dengan dalih untuk meningkatkan investasi akan membuka kran bagi masuknya bioskop asing merupakan alasan yang tidak mendasar. "Sebab, bioskop itu berbeda dengan sektor investasi lainnya," tegasnya. Mantan anggota grup Bagito itu menilai, kebijakan pemerintah selama ini tidak memihak kepentingan nasional. Sebut saja saja soal pajak, meskipun akhirnya direvisi. "Memungut pajak lebih tinggi untuk film nasional ketimbang film asing, jelas menjadi bukti ketidakberpihakan pemerintah pada industri film nasional, "katanya. Produksi film nasional belakangan ini memang jumlahnya meningkat, meskipun masih jauh dari kebutuhan, ucapnya. Peningkatan itu, kata Miing, bukan dari upaya pemerintah, tapi lebih disebabkan oleh semangat para sineas yang memang ingin berkarya bagi bangsa ini agar film nasional tidak tergerus film asing. Sementara itu, pengamat Komunikasi dan Budaya Popular Universitas Paramadina , A.G. Eka Wenats W. menilai rencana masuknya bioskop asing sebagai wujud berhentinya paradigma politik kebudayaan. Karena kebudayaan hanya dipahami dari sisi yang sifatnya material, bukan sebagai sebuah sistem, ucapnya. Eka mengatakan, film memang dipandang sebagai sebuah hiburan, tetapi di dalamnya ada ideologi bawaan. Sementara itu, selera penonton film domestik telah lama dibentuk atau dibingkai oleh film-film asing yang ditayangkan. Sehingga, kehadiran film asing akan makin menyuburkan selera penonton film yang jauh dari realitas budaya bangsa, atau film asing telah menjadi "theatre of mind" penonton yang kemudian berujung pada "theatre spectacle" (Teater tontonan). "Dengan kata lain, pada akhirnya industri film nasional hanya menjadi penonton atas gencarnya serbuan film asing," tegas Eka. Eka mengatakan, rencana pemerintah yang akan mengeluarkan bioskop dari daftar negatif investasi sebagai wujud ketidakseriusan pemerintah untuk menata politik kebudayaan bangsa. "Masuknya bioskop asing merupakan ancaman kongkret bagi perkembangan ekonomi kreatif Indonesia," tegasnya. |
#2
|
|||
|
|||
![]()
"Eka mengatakan, film memang dipandang sebagai sebuah hiburan, tetapi di dalamnya ada ideologi bawaan. Sementara itu, selera penonton film domestik telah lama dibentuk atau dibingkai oleh film-film asing yang ditayangkan."
jd maksudnya kita disuruh nonton film domestik yg rata2 berbau pornografi dan pembodohan?? seperti "SUSTER NGESOT" "hantu perawan apaann lupa aku... dr judulnya aj uda parah amat... mending nonton film HOllywood Last edited by v1ncz777; 25th December 2011 at 02:09 PM. |
#3
|
||||
|
||||
![]()
Quote:
"Eka mengatakan, film memang dipandang sebagai sebuah hiburan, tetapi di dalamnya ada ideologi bawaan. Sementara itu, selera penonton film domestik telah lama dibentuk atau dibingkai oleh film-film asing yang ditayangkan."
jd maksudnya kita disuruh nonton film domestik yg rata2 berbau pornografi dan pembodohan?? seperti "SUSTER NGESOT" "hantu perawan apaann lupa aku... dr judulnya aj uda parah amat... mending nonton film HOllywood Sebenarnya hal itu yang membuat film kita rusak pada era 80an dan bila kumendan teliti produser yang membuat rusak itu dipelopori orang2 itu juga. Contohnya film Warkop beserta sinetron "Tersanjung" itu ya itu2 juga yang membuat kita juga neg lihat filmnya. Dan dulunya bila ente mengikuti sejarah perfilman kita dia pernah sebagai broker film Hollywood yang memaksa pemerintah kita membuka kran masuk film dari Hollywood lebih luas padahal sekitar tahun 50 sampai 70an akhir perfilman kita pernah berjaya sampai hampir keseluruh Asia. Orang2 berdedikasi di perfilman kita seperti Tan Tjeng Bok, Usmar Ismail dan Teguh Karya. (Bung Steve) membuat film2 kita berjaya. Sayangnya hal klasik dari kita adalah peran Pemerintah yang kurang memback up perfilman kita sehingga perfilman bahkan budaya di negara kita jalan sendiri. ![]() ![]() ![]() Last edited by wilurof; 26th December 2011 at 01:35 PM. |
#4
|
||||
|
||||
![]()
wah ane baru liat berita nih, bener juga
|
#5
|
|||
|
|||
![]()
wow ini baru komedi intelektual nih
|
#6
|
|||
|
|||
![]()
nggak usah nyalahin bioskop dan film asing deh....mereka banyak masuk ke Indonesia karena pasar Indonesia yang luar biasa menggiurkan, "barang ada, karena ada permintaan"...kenapa orang Indonesia banyak yang memilih nonton film luar??
ya karena sedikit sekali film berkualitas buatan dalam negeri, kebanyakan malah film yang sangat amat nggak mendidik |
#7
|
||||
|
||||
![]()
aduh2 kacau dah...
lama2 warung di depan rumah kita juga bule yg dagang... ![]() lalu mau makan apa cucu kita nanti ??? ![]() Numpang naro thread yaa ndan... maaf kalau ga sopan... ^_^ |
Sponsored Links | |
Space available |
Closed Thread |
|