|
Closed Thread |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
MAKASSAR, KOMPAS.com - Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin berpendapat, media memiliki peran cukup besar pada sering terjadinya aksi unjuk rasa yang berujung pada kekerasan dan tawuran.
"Saya mohon maaf tapi paling tidak media memberikan kontribusi sebesar 70 persen pada terjadinya unjuk rasa, tidak sepenuhnya salah mahasiswa," ujarnya di Makassar, Jumat (4/6/2010). Unjuk rasa berujung kekerasan bukan sekali dua di Makassar. Kegiatan itu bahkan mirip tradisi mingguan. Sambil berkelakar, wali kota mengaku pernah merasa buntu berpikir untuk mengatasi unjuk rasa sehingga sempat berpikir untuk menjadikan unjuk rasa sebagai objek wisata. "Karena tidak tahu lagi mau diapakan. Tapi diskusi seperti ini memang sudah menjadi agenda untuk dibicarakan tentang pola-pola pergerakan karena di kampus-kampus lain di Indonesia juga berunjuk rasa tapi belajarnya tetap bagus," jelasnya. Selama ini, ia dan Gubernur Sulsel yang menanggung malu atas unjuk rasa berujung kekerasan atau tawuran mahasiswa. Ia mencontohkan, saat dirinya bersama gubernur dan kepala polda mengakomodasi keinginan buruh dengan cara berdialog saat peringatan hari buruh se-dunia di Balai Jendreal M Yusuf. Momen itu, katanya, tidak ditayangkan di televisi. "Oh, ternyata diskusi ini bukan berita, karena semua kamera ada di bawah jembatan layang di mana ada sekitar 100 buruh berunjuk rasa di sana, padahal kami berdiskusi dengan lebih dari 1.000 buruh di Balai Jenderal M Yusuf," katanya. Menurutnya, peran media memang besar sekali. Kesepakatan antarsemua pihak memang bisa saja terjadi di sini, namun di luar tidak pernah ditemukan kata sepakat. "Pertemuan seperti ini telah berulang kali dilakukan, jadi memang perlu terobosan. Tidak ada alasan untuk tidak mengubah ini semua karena ini sangat merusak," ujarnya. Ia menambahkan, kejadian pelemparan rumah jabatan wali kota oleh mahasiswa beberapa waktu lalu terjadi hanya karena para mahasiwa ini ditegur oleh dinas sosial setelah meminta sumbangan di jalan tanpa izin. "Siapa yang bertanggung jawab jika hasil sumbangan tersebut dibelikan minuman untuk mabuk-mabukan? Karena semua permintaan sumbangan harus melalui izin wali kota," ujarnya. Menurut dia, ketika para mahasiswa tersebut dikumpulkan untuk berdialog, mereka tidak dapat menunjukkan intelektualitasnya. Malah, ada yang memakai sendal jepit dan celana pendek. "Semua perilaku ini tidak menunjukkan sama sekali intelektualitas seorang mahasiswa, memang karena faktor lingkungan," katanya. Sumber : http://m.kompas.com/news/read/data/2010.06.04.2246036 -------------------------------------------------------------------------------------------------------- Klo demo itu bukankah diawali adanya ketidakadilan di masyarakat buakn media pemicunya? Lagian kenapa demo di makassar cenderung rusuh dan anarkis, apalagi para mahasiswanya yang dibilang orang2 intelek. ![]() ![]() ![]() KLo berkenan tolong di rate ya Ndan, Ga nolak klo diberi ![]() ![]() ![]() ![]() |
#2
|
||||
|
||||
![]()
Dah karakteristik kali ndan,org2 sono ky gt, dipicu dikit langsung bak..buk..bak..buk... ya maap bukan bermaksud SARA.
|
Sponsored Links | |
Space available |
Closed Thread |
Thread Tools | |
|