Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Lounge

Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini.

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 27th May 2012
sijampang's Avatar
sijampang sijampang is offline
Ceriwis Lover
 
Join Date: May 2012
Posts: 1,802
Rep Power: 16
sijampang mempunyai hidup yang Normal
Default [SHARE] Pengalaman Pdt GBIS Kepunton SOLO Saat Tragedi BOM 25/09/11

Permisi gann..



Saya mau share pengalaman dr Pdt Jonatan Jap Setiawan yang melayani di GBIS Kepunton Solo saat terjadinya bom di gerejanya... Ini saya copas dari FB beliau, dan setelah saya membacanya, saya tergerak untuk share pengalaman beliau ke agan2 semua...



Semoga jadi berkat gann...





God Bless INDONESIA.....!!!












[/quote][quote]





MUJIZAT 1053



by Jonatan Jap Setiawan



*MUJIZAT 1053*



* I. **10:53*



Minggu 25 September 2011 jam 10:45. Ibadah baru saja usai. Doa berkat

telah selesai disampaikan. Jemaat sedang berjalan keluar dari dalam

gedung Gereja. Pemuji dan pemusik sedang menaikkan puji-pujian.



Baru saja, Pdt. Sigit Purbandoro dari Surabaya menyampaikan Firman Tuhan

mengenai "Pertolongan Tuhan" yang terambil dari Mazmur 121:1-8. Semuanya

kelihatannya berjalan dengan lancar sepereti biasanya.



Tiba-tiba terdengar ledakan keras. Puji-pujian langsung berhenti. Saya

berpikir speaker sound system yang meledak. Saya langsung berlari ke

tengah mimbar dan dari atas mimbar terlihat ada asap putih mengepul dari

pintu depan. Asap cukup tebal sehingga pandangan ke luar pintu tidak

terlihat. Saya langsung berpikir "Wah bom!" Langsung saya berlari

seperti melompat dari mimbar ke tempat kejadian.



Pikiran saya cuma satu, "Tuhan jangan sampai ada korban jiwa dari

jemaat" dan kalau ada korban luka, itu yang harus secepatnya ditolong.

Tidak kepikiran kalau ada bom susulan atau hal lain. Hanya satu perkara

yang ada di pikiran "Selamatkan secepatnya yang terluka!"



Pada waktu itu, jemaat berteriak-teriak panik dan berlarian. Apalagi

asap putih cukup tebal menghalangi pandangan. Bau mesiu menyengat dan

darah berceceran di lantai.



Sampai di dekat kejadian, saya melihat hanya ada seorang yang tergeletak

dengan perut hancur. Saya langsung berpikir, "Itu pasti pelakunya".

Secara sekilas saya tidak menemukan korban lain yang tergeletak, spontan

saya langsung berkata dalam hati, "Syukur Tuhan, tidak ada korban jiwa

jemaat".



Lalu saya lihat beberapa jemaat yang terluka. Saya pegang tangan salah

satunya dan saya katakan "Kamu pasti tertolong. Jangan takut! Tuhan

melindungimu." Tapi saya tidak boleh hanya berkutat di situ. Sekarang,

ada beban di pundak saya sebagai gembala untuk mengendalikan situasi

yang kacau dan menenangkan jemaat yang panik. Langsung saya berteriak

"Semuanya keluar lewat pintu samping". Sekarang, prioritas utama adalah

melarikan korban yang terluka secepat-cepatnya ke rumah sakit. Tidak

usah memanggil ambulan, karena pasti butuh waktu cukup lama. Sedangkan

korban, harus secepatnya dibawa ke rumah sakit.



Terdengar teriakan dari Pdm. Joko Sembodo yang mengatur keamanan di

tempat kejadian perkara. Dia berteriak kepada petugas parkir di luar

"Tutup pintu gerbang cepat!" agar jangan sampai ada orang luar masuk.



"Bawa semua korban lewat kantor. Pakai mobil Gereja untuk membawa korban

ke rumah sakit" teriak saya. Langsung beberapa jemaat dengan sigap tanpa

rasa takut menggendong para korban ke kantor. Mereka ini betul-betul

orang-orang yang siap melayani seperti Kristus. Tidak mempedulikan

resiko bom ke dua ataupun kengerian yang muncul, mereka sigap untuk

memberikan pertolongan kepada korban-korban yang berjatuhan.



Sayapun segera berlari ke kantor. Di kantor, saya menyuruh Bapak Yohanes

dan Bapak Yulianto untuk mengatur parkir agar kendaraan di parkir yang

tidak berkepentingan bisa langsung cepat keluar. Begitu kosong, ada dua

kendaraan yang siap dipakai, milik Bapak Budi dan Bapak Gideon. Langsung

para korban diangkat dinaikkan ke mobil Bapak Budi. Namun ada kesulitan

untuk menaikkan korban ke mobil Bapak Gideon, karena pintunya terhalang

mobil lain. Tidak menunggu waktu, saya langsung naik ke belakang setir

dan memajukan mobil Bapak Gideon, sehingga pintu bisa terbuka lebar.



Begitu korban dimasukkan, mobil segera melaju dengan cepat ke Rumah

Sakit Dr. Oen. Ada yang sempat bertanya, "Nanti kalau di tanya siapa

yang menanggung dan bertanggungjawab, bagaimana jawabnya?" Saya langsung

berteriak "Gereja yang akan bertanggungjawab untuk semua biayanya. Yang

penting, korban harus segera ditolong!" (Biaya pengobatan dan rumah

sakit ditanggung oleh pemerintah dan oleh pihak Rumah Sakit Dr. Oen).

Dalam waktu kira-kira lima belas menit sejak ledakan, semua korban sudah

bisa sampai ke Rumah Sakit Dr. Oen.



Setelah sebentar membagi tugas di kantor, saya dan Pdm. Wim Agus Winarno

langsung menyusul ke Rumah Sakit Dr. Oen. Urusan peledakan dan korban

tewas biarlah urusan polisi dan orang lain yang sudah saya serahi tugas

untuk itu. Sedangkan tugas saya adalah gembala. Saya harus berada di

dekat domba-domba yang terluka secepatnya.



Di luar, masa yang begitu banyak sudah memadati jalan di sekitar Gereja,

sehingga kendaraan saya sukar untuk bergerak. Sesampainya di rumah

sakit, ruang UGD sudah penuh dengan korban-korban yang terluka dan

keluarganya. Suasana hiruk pikuk. Langsung saya usahakan untuk mendekati

mereka satu per satu. Saya berikan kata-kata kekuatan dan yang paling

penting saya doakan mereka satu per satu. Itulah tugas saya sebagai gembala.



Korban pertama yang saya jumpai adalah Bapak Sugiyono dan anaknya

Defiana. Secara sepintas mereka kelihatannya tidak terluka parah, karena

mereka masih bisa tersenyum. Namun kemudian saya baru tahu bahwa luka

Defiana cukup parah, di mana ada 3 mur yang bersarang di tempurung

kepalanya. Saya doakan mereka dan saya kuatkan.



Lalu saya jumpai Bapak Go Sing Gwan yang terluka dibahunya. Sebuah metal

besi telah menghantam tulang bahunya sehingga hancur. Bapak Go Sing Gwan

harus menjalani operasi untuk mengganti tulang bahunya yang hancur

dengan sebuah plat.



Dikamar sebelah saya menjumpai Olivia Putri yang terluka di kakinya.

Urat kakinya putus dan dia menangis. Pasti rasanya sangat menyakitkan

sekali dan hati saya turut tersayat melihat gadis remaja ini menangis

kesakitan. Saya pegang tangannya dan saya doakan.



Berlari keluar saya masuk ke kamar di samping dan di situ saya melihat

Noviyanti tergeletak di atas ranjang dengan kepala yang bercucuran darah

begitu banyak. Terlihat sepintas lukanya cukup parah dan dia hanya diam

saja tanpa respon. Hati saya kuatir melihatnya. Tapi saya meneguhkan

iman dan berdoa. Saya bisikkan kata-kata kekuatan dan saya doakan dia.

Luar biasanya, nanti terlihat bahwa pemulihannya begitu cepat dan dia

termasuk yang cepat pulang dari Rumah Sakit.



Septiana saya jumpai sedang terbaring kesakitan. Benda tajam telah

menembus salah satu kakinya sampai berlubang dan mencucurkan darah.

Tidak berhenti sampai di situ, benda tajam itu masih melaju dan

bersarang di kaki yang satunya lagi. Ke dua kakinya terluka parah.



Selanjutnya saya berlari ke kamar sebelah dan saya melihat Ibu Feriana

yang terluka parah, ada pecahan metal yang menembus dan merobek kandung

kemihnya. Pendarahan terjadi dan harus segera dihentikan sebelum menjadi

fatal. Segera dia diprioritaskan untuk menerima tindakan operasi lebih

dahulu untuk menghentikan pendarahan. Dalam operasi itu, dokter juga

harus memotong usus halusnya sebanyak dua cm. ketika didoakan sebelum

masuk ke kamar operasi, dia masih bisa tersenyum sekalipun terluka parah.



Selesai mendoakan Ibu Feriana, saya keluar kamar dan di lorong saya

menjumpai Ferdianta dan Boris yang terbaring di ranjang. Luka mereka

berada di tangan, perut dan kaki, karena ada paku dan benda-benda lain

yang menancap. Saya doakan dan saya teguhkan iman mereka. Mereka

mengangguk lemah tanda percaya dan saya senang karena mereka tetap kuat.



Saat itu, saya melihat ada korban yang sedang didorong tergesa-gesa oleh

petugas medis ke kamar operasi. Ternyata dia adalah Bapak Ristiyono yang

punggungnya hancur karena ada dua belas paku yang menancap di

punggungnya. Saya tidak sempat mendoakannya secara khusus, tapi saya

berdoa dalam hati agar kemanapun dia dibawa, Tuhan menyertainya.



Dengan setengah berlari, saya masuki kamar selanjutnya. Di situ

terbaring Ibu Yulianti yang sudah berusia tujuh puluh empat tahun. Dia

merasakan sakit di kepalanya yang berdarah-darah dan berkata dengan

suara memelas "Pak, kepalaku sakit sekali. Tolong Pak Yo, ndak kuat

rasanya. Kepala ini sakit sekali!" Saya tidak bisa melakukan apa-apa

untuk meringankan penderitaannya, kecuali hanya dengan doa. Telinga Ibu

Yulianti telah robek terhantam serpihan benda tajam dan mengucurkan

banyak darah. Saya pegang tangannya dan dia menggenggam tangan saya

erat-erat. Saya katakan, "Tante jangan kuatir. Tante pasti bisa sembuh

total. Tetap kuat dan panggil nama Tuhan Yesus ya Tante." Dia mengangguk

dan saya doakan dia sambil kita ber dua berpegangan tangan.



Keluar dari kamar itu, saya melihat korban lain, yaitu Bapak Stefanus

yang terbaring di ranjangnya tepat di tengah ruang UGD. Dia berusaha

bangun. Saya tenangkan dia dan saya suruh tidur kembali. Saya lihat

lengannya atas berdarah-darah. Saya pegang tangannya dan saya doakan dia

di tengah-tengah ruangan UGD itu.



Sekalipun jatuh korban tiga puluh orang terluka, saya masih bisa

bersyukur bahwa tidak ada satupun yang meninggal dunia. Dari tiga puluh

orang itu, empat belas harus dirawat inap dan semuanya harus menjalani

operasi. Operasi berlangsung marathon dari hari Minggu jam 14.00 sampai

besoknya jam 12.00, selama dua puluh dua jam.





-Bersambung ke Post2-









Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 05:07 AM.


no new posts