FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
|||
|
|||
![]() Percakapan Dengan Seorang Kakek Tua Oleh: Lama Gungtang Konchog Dronme Sujud kepada Hyang Buddha Yang telah melenyapkan benih-benih samsara Yang telah terbebas dari penderitaan Dari kelahiran, sakit, usia tua dan kematian Semoga ini bisa menginspirasi kami untuk memutuskan Rantai pengembaraan di alam-alam samsara Suatu ketika ada seorang umat awam yang lanjut usia Bertemu pemuda yang bangga akan kemudaan dan kekuatannya Dan demikian percakapan ini terjadi di antara mereka "Hai pak tua, mengapa kau bertingkah, terlihat dan bicara dengan cara yang tidak pernah kulihat sebelumnya Apakah gerangan yang menjangkitimu?" Terhadapnya kakek tua tersebut menjawab, "Wahai anak muda, yang melambung penuh kesombongan Yang masih memiliki tubuh yang sehat dan bugar Dengarkan nasihatku, bertahun-tahun silam Aku bahkan jauh lebih sehat dan bugar dari dirimu Dalam berlari aku bagaikan seekor kuda Dan saat aku ingin mendapatkan buruan Dengan tangan kosong, yak liar dari Utara dapat kutangkap Langkahku sangatlah ringan, bagai burung di udara Dan wajahku sangat tampan, laksana seorang dewa Aku mengenakan busana-busana yang indah Menghiasi diriku dengan perhiasan-perhiasan Makan makanan yang lezat-lezat Dan sangat pandai berkuda dan berpetualang Tidak ada permainan yang tidak kulakukan Tiada kesenangan yang tidak kuketahui Bahkan tidak terpikirkan olehku akan kematian Atau akan datangnya usia tua ini Hiruk pikuk sahabat-sahabat dan handai taulan yang menemaniku Senantiasa mengalihkan perhatianku Dan membuatku melupakan segalanya Namun diam-diam kini usia tua Perlahan merayapi diriku Awalnya tiada aku memperhatikan Dan ketika aku tersadar, semua sudah terlambat Sekarang ketika aku melihat ke cermin Aku tidak percaya dengan yang kulihat Ketika seseorang menerima inisiasi Air pertama-tama menyentuh kepalanya Dan kemudian turun melalui tubuhnya Kematian datang dengan cara yang sama: Mahkota kepalanya pertama-tama jadi memutih Dan kemudian tanda-tanda lainnya menyusul Rambutku kini menjadi putih seperti cangkang kerang Bukanlah atas kehendakku untuk mewarnainya demikian Melainkan Sang Raja Kematian telah meludahiku Dan ludahnya kini membeku menutupi kepalaku Banyaknya garis dan keriput di wajahku Bukanlah lipatan gemuk dari seorang bayi Melainkan jumlah waktu yang telah dilalui Yang digoreskan oleh Sang Waktu Kejapan mata yang sering kulakukan Bukanlah disebabkan oleh asap yang masuk ke mataku Melainkan akibat kekuatan penglihatanku kini berkurang Dan aku harus mengejap agar bisa melihat dengan jelas Ketika aku mencondongkan tubuhku seperti ini Dan menyendengkan telingaku untuk mendengar Bukanlah bertujuan agar kau membisikkan kepadaku Semacam pesan rahasia atau sejenisnya Melainkan akibat semua suara seolah meredup Dan aku harus melakukannya agar bisa mendengar Cairan yang menetes tanpa terkendali dari hidungku Bukanlah untaian mutiara pada wajahku Melainkan merupakan tanda mencairnya es masa mudaku Yang meleleh akibat terik mentari usia tua Gigi-gigiku yang mulai bertanggalan Bukanlah akibat akan tumbuhnya gigi-gigi baru Melainkan akibat makanan dari kehidupan ini telah habis ditelan Maka alat pengunyahnya disingkirkan oleh Raja Kematian Air liurku terus keluar menyebabkan aku harus meludah Bukan karena aku ingin membersihkan tanah dengannya Melainkan karena semua yang tadinya kunikmati Sekarang malah membuatku muak Dan liurku menjadi berjatuhan karenanya Kalimat-kalimatku yang kurang jelas Bukanlah dialek bahasa dari negeri asing Melainkan akibat banyaknya pembicaraan sia-sia Yang telah kulakukan tanpa akhir sedari muda Maka kini lidahku menjadi lelah dan usang Wajah buruk seperti kera yang kau lihat ini Bukanlah sebuah topeng yang sedang kukenakan Melainkan akibat topeng-kemudaan yang kupinjam dulu Telah diambil lagi dan kini hanya tulang-tulang Dari kematian, terbungkus kulit yang tersisa Gelengan-gelengan kepalaku ini Bukanlah tanda penolakkanku Melainkan Raja Kematian telah memukulku dengan gadanya Dan sejak itu, kepalaku menjadi tidak stabil Cara berjalanku kini yang kau saksikan Dengan pandangan yang terpaku pada jalanan Bukanlah untuk mencari jarum yang jatuh Melainkan permata kemudaanku yang telah jatuh Kini aku berjalan dengan linglung Bahkan namaku sendiri kadang terlupakan Caraku untuk berdiri dengan menggunakan seluruh tangan-kakiku Bukanlah maksudku untuk meniru hewan berkaki empat Melainkan akibat kaki-kakiku sendiri Sudah tidak lagi kuat menunjangku Maka kini aku harus mengandalkan Semua tangan dan kakiku untuk bergerak Caraku menjatuhkan badan saat akan duduk Bukanlah suatu sikapku yang tanpa sopan-santun Melainkan benang-benang kebahagiaanku sudah putus Dan kawat-kawat kemudaanku sudah dipotong Maka kini aku tidak bisa lagi bergerak dengan lincah Ketika sedang berjalan perlahan-lahan Bukanlah untuk memperlihatkan kalau aku seorang pejabat tinggi Melainkan beban usia tua yang begitu berat Telah jatuh kepadaku, maka kini aku tertatih-tatih Tangan-tanganku yang kini gemetaran Bukan karena aku sedang tegang menyambut sesuatu Melainkan karena Kematian sedang mengawasiku, menunggu Untuk merampas perhiasan kehidupan dari tanganku Karenanya aku gemetaran ketakutan Makanan dan minumanku yang sedikit Bukanlah karena aku pelit atau kikir Melainkan kekuatan pencernaanku kini sudah berkurang Dan aku takut akan kematian akibat makan berlebih Pakaian tipis yang kini kukenakan Bukanlah dimaksudkan untuk pesta kostum Melainkan kekuatan tubuhku sudah sangat berkurang Bahkan pakaian saja menjadi beban bagiku Nafasku yang menjadi demikian berat Bukanlah karena aku sedang menolong orang Dengan meniupkan mantra penyembuhan Melainkan merupakan pertanda bahwa dengan segera Nafas kehidupanku akan menguap ke angkasa Cara-cara bergerakku yang terbata-bata Bukanlah karena aku sedang mengendalikan tubuhku Melainkan karena Dewa Kematian telah meringkusku Dan kini aku tidak lagi bisa bergerak sekehendakku Aku menjadi pikun, mudah melupakan banyak hal Bukanlah karena aku mudah melupakan orang lain Melainkan karena otakku sendiri kini menjadi usang Ingatan dan kepandaianku pun kini turut meredup Tak perlu mengejek atau menghinaku kini Karena semua akan mengalami usia tua Dalam beberapa tahun ke depan Para utusan kematian akan menghampirimu Kata-kataku kini belumlah bisa meyakinkan dirimu Namun dengan segera, keadaanku kini akan kau alami Apalagi kini usia manusia tidaklah panjang Dan kau sama sekali tidak memiliki jaminan Untuk bisa mengalami tahun-tahun yang sama banyaknya dengan diriku Bahkan bila kau dapat melampaui usiaku pun Tidak ada jaminan kalau kau akan masih bias Memiliki kemampuan untuk bergerak, bicara ataupun berpikir Seperti yang dilakukan kakek lemah ini dihadapanmu Si pemuda menjadi sangat terkejut dan berseru merana: Oh betapa menyedihkan menjadi sepertimu Disingkirkan orang-orang dan diperlakukan bagai anjing Tubuhmu menjadi demikian buruk dan rusak Lebih baik kematian menjemputku sekarang Daripada tetap hidup dan menjadi sepertimu Si kakek tua tersenyum dan berkata: Kau berharap agar bisa muda selamanya Dan tidak berharap akan menjadi tua Bahkan kau lebih berharap mati daripada menjadi tua Namun ketika kematian menghampirimu Kau akan menyadari bahwa sangatlah tidak mudah Untuk bisa menghadapi kematian dengan penuh percaya diri dan kepasrahan Bila seseorang tidak pernah menyakiti yang lain Selalu menjaga dan melaksanakan sila-silanya Dan mengikuti ketiga praktek Dari belajar, konsentrasi dan meditasi Mungkin akan lebih mudah untuk mati dengan bahagia Namun pikiranku bahkan sama sekali tidak pernah Merenungkan akan manfaat-manfaat spiritual Meski tubuhku kian bertambah rapuh Maka sekarang aku menghargai sepenuhnya hari-hari terakhirku Sebagai kesempatan untuk mempraktekkan Dharma Dan berharap tidak mati dengan segera Setelah kakek tua tersebut berbicara demikian Pikiran si pemuda dipenuhi perubahan "Ya, benar sekali perkataanmu orang tua Apa yang telah kusaksikan dengan mataku sendiri Dan apa yang telah kudengar dengan telingaku Telah meyakinkan diriku atas apa yang kau katakana Petuahmu telah menggerakkan hatiku Penderitaan usia tua demikian hebat Kau sudah tua dan lebih memiliki pengalaman Jadi katakanlah, apakah ada jalan keluar Yang bisa untuk mengatasi penderitaan ini?" Si kakek tua kembali tersenyum "Ya, memang ada jalan keluar yang demikian Dan tidaklah sulit untuk dijalani Semua yang terlahir akan mengalami kematian Bahkan tidak banyak yang bisa hidup sampai hari tua Untuk hidup terus dan tidak mati Akan membutuhkan nektar keabadian Yang pasti akan mustahil dicari" Semua makhluk hebat yang pernah ada telah mati: Para buddha, bodhisattva, siddha dan juga raja-raja Orang-orang yang baik, juga yang jahat Semua akan menghadapi kematian satu hari nanti Lalu apa bedanya dengan dirimu wahai anak muda? Namun demikian, apabila seseorang mau mempraktekkan Dharma Pikiran akan dipenuhi kebahagiaan, tidak peduli usianya Maka ketika kematian datang, seseorang akan seperti anak kecil Yang dengan bahagia pulang ke rumahnya Bahkan Hyang Buddha pun tidak membabarkan Jalan lain selain ini Demikian ini adalah nasihatku yang terdalam Dari lubuk hatiku dan bukan hanya dari mulutku: Nasibmu berada di tanganmu sendiri Dan selanjutnya kau harus mengikuti kata hatimu Terhadap ini si pemuda menjawab: "Demikian benar adanya nasihatmu, tetapi Sebelum mengabdikan diriku kepada Ajaran Ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan Seperti kebutuhan keluargaku, juga rumah dan hartaku Bila semua ini sudah terselesaikan Aku akan segera kembali dan berbincang denganmu lagi" Si kakek tua menggerutu: "Pemikiranmu sama sekali tidak beralasan Sebelumnya aku pun juga hidup dengan pikiran seperti itu Selalu berkata akan melatih diri dengan segera Urusan-urusan itu seperti janggut Tidak peduli berapa seringnya kau bercukur Malah akan tumbuh semakin lebat Bagiku, tahun-tahun telah berlalu demikian Namun urusan tak pernah berakhir Mengulur-ulur waktu merupakan tindakan menipu diri sendiri "Kalau maksudmu adalah untuk mengulur-ulur waktu selamanya Kau tidak akan punya harapan untuk pencapaian apapun Dan percakapan kita ini sungguh hanya sia-sia belaka Sebaiknya sekarang kau pulang saja ke rumahmu, lakukan yang kau mau! Dan biarkan aku, orang tua ini, bisa bermeditasi dengan tenang Si pemuda menjadi terkejut dan berkata: "Pak tua, janganlah begitu keras kepadaku Sungguh tidak mungkin bagiku untuk dengan mudah Meninggalkan semua yang telah kuupayakan" Menanggapinya, si kakek tua menjawab "Memang benar, sekarang kau bisa berkata demikian Namun sang Raja Kematian yang berdiam di Selatan Tidak akan peduli dengan semua rencana yang kau buat Sebaiknya kau bicara saja dengannya dan merayunya nanti Bila dia sudah datang untuk menjemputmu Dia tidak akan bertanya apakah kau tua atau muda Berkedudukan atau tidak, kaya atau miskin, siap atau tidak" Semua dipaksa untuk pergi sendiri Meninggalkan semua urusan yang tidak terselesaikan Benang kehidupan dengan segera terpotong Seperti tali yang putus akibat beban yang berat Tidak ada waktu untuk merencanakan apapun Dan untuk mati tanpa praktek spiritual Adalah kematian yang sungguh menyedihkan Saat demikian baru semua pemikiran seseorang akan berubah Tertuju pada betapa pentingnya praktek meski sebentar saja Bukankah jauh lebih berguna Untuk berubah pikiran sedari sekarang Sementara waktu untuk melatih diri masih ada Namun nasihat yang berguna sangatlah jarang Terlebih lagi yang menjalankannya, jauh lebih jarang Saat ini si pemuda menjadi sangat tersentuh Dengan bersujud kepada si kakek tua, dia berkata "Bukannya seorang guru besar yang bertahta indah Juga bukan seorang sarjana geshe ataupun yogi Yang pernah memberi ajaran yang demikian dalam kepadaku "Orang tua, kau sungguh sahabat spiritual sejati Dan aku akan mengikuti nasihatmu Kumohon berilah petunjuk kepadaku lagi Si kakek tua menjawab: "Aku sudah lama hidup di bumi ini Dan juga telah banyak menyaksikan Tiada yang lebih sulit dimengerti Daripada dasar-dasar jalan spiritual Jalan yang menghasilkan makhluk-makhluk agung Pembebasan dan Pencerahan yang tertinggi" Tidaklah mudah untuk mencapai pengalaman Dari kebenaran yang diajarkan oleh para Buddha Dan terlebih sulit lagi untuk melakukannya di usia tua Maka masa muda merupakan waktu untuk belajar Dan membiasakan diri dengan ajaran-ajaran Maka ketika seseorang menjadi tua seiring waktu Akan menjadi lebih mudah untuk mempraktekkannya Bila seseorang benar-benar mengerti Bahkan sebagian kecil dari ajaran-ajaran Semua perbuatannya akan membawa manfaat Tidak perlu untuk menjadi seorang yang pandai Apabila pengalaman spiritual telah berkembang Semua tindakan dari tubuh, ucapan dan pikiran Akan berdasar pada jalan spiritual Akar dari praktek Dharma adalah Untuk bersandar pada seorang guru spiritual Dan untuk menjalankan ajaran-ajarannya Seperti seseorang yang menjaga matanya sendiri Berpalinglah dari kegiatan duniawi Dengan melakukan belajar, perenungan dan meditasi Terhadap semua inti ajaran yang bermanfaat Dari Hyang Buddha dan juga Lama Tsongkhapa Dengan menempatkan diri demikian Sementara mempraktekkan sebagai tumpuan Metoda-metoda mengumpulkan pahala Dan membersihkan pikiran dari karma buruk Penerangan akan muncul di tanganmu sendiri Maka puteraku, kau akan merealisasi kebahagiaan Dan semua harapanmu akan terpenuhi Demikian percakapan ini terjadi Dan keduanya menjadi sahabat spiritual Mereka tinggal bersama di dalam penyunyian Bebas dari delapan faktor duniawi Sepenuhnya mengabdi dalam praktek meditasi Demikian selesai sudah kisahku tentang seorang kakek tua Dan seorang pemuda, yang bertemu suatu ketika Dan percakapan yang terjadi di antara mereka Kutulis ini demi memberikan inspirasi kepada Diriku sendiri dan orang lain dalam mempraktekkan Dharma Aku si penulis, Konchog Tenpai Dronme Tidaklah berpengalaman dalam hidup Namun setelah berpikir demi kebaikan generasi yang akan datang Percakapan ini telah kutuliskan Semoga manfaat akan bersemi di dalam hati umat manusia Demikian cerita tentang ketidak-kekalan ini Bukanlah hasil karanganku belaka Melainkan memiliki dasar inspirasi yang kuat Dari "Empat Ratus Stanza" (catuhsataka-sastra) Oleh Guru Aryadeva Mangalam! |
![]() |
|
|