Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Religion > Buddha

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 18th November 2010
Buddha Buddha is offline
Ceriwis Lover
 
Join Date: Nov 2010
Posts: 1,075
Rep Power: 16
Buddha mempunyai hidup yang Normal
Default Kesaktian dan mukjizat

KESAKTIAN DAN MUKJIZAT (Satu Fenomena yang Bagaikan Pasir Hisap)

"Mukjizat terbesar adalah perubahan kepribadian seorang yang jahat menjadi seorang yang bijaksana. Wejangan Dhamma bisa mengondisikan perubahan itu. Oleh sebab itu, keterampilan mengajarkan Dhamma sehingga bisa membuat seseorang mencapai Kebijaksanaan adalah kesaktian tertinggi".


Seorang anak kecil berkata dengan bangga, bahwa tokoh idolanya, Superman, adalah orang yang sangat hebat dan sakti. Kakak perempuan dari anak itu tidak setuju. Menurutnya, David Copperfield lebih sakti dan lebih tampan tentunya. Ibunya ikut berpendapat, bahwa Ki Manteb, dukun di kampungnya, adalah orang yang paling sakti. Sang ayah tidak mau kalah. Menurutnya, tokoh legenda Kera Sakti, Sun Go Kong, adalah yang tersakti. Sedangkan kakak laki-laki dari anak itu punya pendapat lain. Ia percaya bahwa Stephen, seorang anak yang dilahirkan tanpa otak dan di kemudian hari bisa menumbuhkan otaknya sendiri, adalah orang yang paling sakti.


Sejak dahulu sampai sekarang, umat manusia selalu hidup dengan impiannya. Impian membuat manusia menaruhkan harapan. Harapan inilah yang membuat umat manusia tetap tegar menjalani kehidupan. Secara garis besar, impian adalah motor yang menggerakkan dunia.

Impian adalah cita-cita, tekad, keinginan. Semua makhluk pada umumnya memiliki impian ini. Impian dari semua makhluk adalah dapat hidup berbahagia dan tidak mengalami penderitaan. Harapannya dituangkan dalam berbagai cara. Tapi sayang sejuta sayang, kita tidak bisa mengharapkan hidup kita diliputi oleh kebahagiaan yang konstan. Suka dan duka silih berganti. Setiap seseorang mendapatkan duka atau ketidakbahagiaan, secara alami ia akan berusaha menghindarinya dan mencari kebahagiaan. Terkadang dalam usaha mencari kebahagiaan ini, seseorang cenderung merugikan orang lain. Inilah konflik dasar yang mendalangi seribu persoalan dan polemik di penjuru dunia ini. Semua orang mencari kebahagiaan eksternal. Dan tak jarang untuk memperolehnya, orang-orang sibuk bersaing, menjatuhkan, mencelakai dan merugikan pihak lain. Ironisnya, ketika seseorang tidak mencapai apa yang diimikannya, seseorang cenderung bisa mencari penghiburan diri maupun solusi instan Salah satu aspek yang populer adalah "kesaktian dan atau mukjizat". Di satu sisi, kesaktian dan mukjizat bisa bermanfaat untuk kebaikan. Namun di satu sisi, ia bisa menarik seseorang untuk semakin bergumul dalam perbuatan tak bermanfaat. Kesaktian dan mukjizat bagaikan pasir hisap.

Sampai pada saat Anda membaca tulisan ini, dunia masih saja haus akan pertunjukkan kesaktian dan kemukjizatan. Banyak ragam kesalahan-pandang dan pemahaman keliru terhadap fenomena ini. Keduanya bukanlah hal yang berbeda, bila kita mampu melihatnya dalam kacamata yang netral. Namun kerap kali orang mempermasalahkan 'keajaiban' dengan dua istilah yang berbeda. Pikiran manusia memang sangat lihai untuk menciptakan perbedaan. Keajaiban bukanlah suatu fenomena khusus yang tidak tunduk pada hukum alam. Keajaiban hanyalah satu kejadian yang belum kita ketahui penyebab kemunculannya. Dengan menanamkan pandangan benar dan pemahaman benar, kita bisa melihat fenomena ini sebagai hal wajar yang tidak hiperbolis.

Kesaktian Bisa Membawa Manfaat


Siapa yang tidak kenal dengan tokoh idola, Superman. Dia begitu populer di seluruh dunia. Diangkat dari cerita di komik, Superman makin terkenal dengan diputarnya berbagai versi film di televisi dan layar lebar. Superman adalah seorang pria yang tidak hanya tampan, namun juga sakti dan baik hati. Dia menjadi pahlawan dan menegakkan keadilan. Ia begitu kuat, bisa terbang secepat peluru, bisa mengeluarkan sinar laser dari matanya, dan banyak kemampuan hebat lainnya. Ia benar-benar sakti. Bayangkan saja, hanya dengan memakai kemeja dan kacamata, ia sudah tidak dikenali lagi oleh orang lain sebagai Superman. Dan orang justru mengenalnya sebagai Clark Kent. Rupanya Superman tidak hanya memiliki kemampuan hebat, tapi ia juga sakti dalam menyamar...

Meski hanya sebuah karangan fiksi, tapi ada nilai positif yang bisa kita ambil. Orang yang memiliki kesaktian, memiliki kehendak untuk menggunakannya bagi kebaikan atau kejahatan. Kesaktian diibaratkan sebagai sebilah pisau. Seseorang bisa menggunakannya untuk perbuatan baik ataupun menggunakannya untuk perbuatan yang tidak baik. Kesaktian adalah objek yang netral. Karena itu, kesaktian tidak bisa dikatakan sebagai sesat. Sebab kesaktian yang digunakan untuk kebaikan juga bisa bermanfaat. Dalam kasus ini, Superman adalah contohnya. Cerita Superman bisa mewadahkan amanat yang baik bagi anak-anak, supaya mereka memandang bahwa kebaikan, menolong orang lain, dan keadilan adalah hal yang bagus.

Tapi kita harus melihat contoh ini dengan bijak. Kita tidak bisa menelannya bulat-bulat. Beberapa kemampuan Superman adalah fiktif imajinatif. Maksudnya, kemampuan yang dimiliki Superman itu tidak semuanya memang ada dalam dunia ini. Karakter Superman adalah buah imajinasi dari Joe Shuster dan Jerry Siegel, yang merindukan adanya sosok pembela kebenaran. Sebagaimana yang sudah disinggung dalam paragraf awal, manusia itu selalu mengharapkan kebahagiaan. Ketika manusia tidak mendapatkan kebahagiaan, ia akan mencoba untuk mengambil jalan pintas ataupun menghibur diri. Karakter Superman secara implisit merupakan bentuk dari pengharapan pada sosok "malaikat penolong" atas penderitaan dan ketidak-adilan hidup. Manusia seringkali mengasihani diri sendiri, dan ia cenderung menghibur diri sendiri dengan motivasi palsu. Sejak dahulu sampai sekarang, manusia terus menciptakan "tuhan-tuhan"-nya sendiri.


Ilusi dan Tipuan


Di bidang sulap dan magic, nama David Copperfield mungkin masuk dalam kategori pesulap terbaik dunia di abad ini. Saking hebatnya, banyak orang yang berspekulasi kalau David Copperfield memiliki kesaktian ataupun kemampuan gaib. Di luar kepastian benar atau tidaknya, mungkin sampai saat ini David tersenyum lebar mendengar argumen spekulatif yang muncul dari berbagai kalangan ini.

Sebagaimana pertunjukkan sulap dari David Copperfield, demikian pula berbagai pertunjukkan kesaktian maupun kemukjizatan lain yang digembor-gemborkan di luar sana. Tidak semuanya adalah 'keajaiban', beberapa adalah ilusi dan tipuan semata. Banyak pihak yang mengaku memiliki kesaktian ataupun bisa mengadakan kemukjizatan yang ternyata adalah penjual kebohongan. Orang yang memiliki kemampuan mengadakan keajaiban palsu ini akan menjadi sangat berbahaya bila dibarengi dengan hasrat untuk mencari kebahagiaan pintas. Apalagi jika ia tahu bahwa orang-orang pada umumnya tertarik dengan hal-hal yang melampaui akal sehat. Orang itu bisa memanfaatkan momen ini untuk menipu orang-orang dalam jumlah besar. Dan sudah menjadi penyakit lama, kebanyakan orang-orang akan tunduk hormat dan takut kepada seseorang yang memiliki kesaktian. Meski kesaktian itu palsu, asalkan orang itu tampil meyakinkan, maka kesaktian itu akan terlihat benar sebagai keajaiban.

Di sini kita sudah harus menumbuhkan sikap netral terlebih dahulu. Kita tidak boleh langsung tidak percaya, apalagi langsung percaya pada kesaktian itu. Sebagai umat Buddha, kita diajarkan untuk menelaah suatu hal dengan objektif. Demikianlah pesan Sang Buddha dalam Kalama Sutta. Bukan perihal untuk percaya atau tidak percaya. Namun sejauh di mana kesaktian itu bisa memberikan manfaat untuk perkembangan batin kita ke arah yang positif, maka sebaiknya kita mengambil nilai faedah dari hal itu. Bila tidak memberikan manfaat positif, maka sebaiknya kita tinggalkan saja.

Kesaktian sebagai Jalan Pintas Meraih Kebahagiaan


Di zaman modern seperti saat ini, sepertinya banyak orang yang amat skeptis pada hal-hal yang berbau takhayul, ritual, hantu, ilmu gaib, dsb. Namun, minat orang pada hal-hal mistik seperti ini tidak pernah surut sampai kini. Minat pada bidang ini juga bisa makin tinggi bila seseorang merasa ingin mencapai kebahagiaan secara instan. Semakin terhimpitnya kondisi hidup seseorang di bawah tekanan masalah, kebanyakan orang pergi mencari kebahagiaan eksternal melalui metode jalan pintas; apapun caranya akan ditempuh, sekalipun baginya sendiri metode itu adalah tidak masuk akal.

Banyak orang yang datang pada dukun, paranormal, cenayang, atau orang-orang yang memiliki kesaktian, yakni untuk memenuhi keinginannya. Sangat sering ditemui di tanah Indonesia ini. Banyak orang yang ingin mendapatkan perlindungan dari jimat, mencari pesugihan, menggandakan uang, menyantet seseorang, meminta pelet untuk mendapatkan pasangan, memasang susuk, mempelajari ilmu gaib, ingin mengubah nasib, meminta usaha dan dagangannya lancar, dll. Itulah sebagian wajah yang nampak dari bidang kemistikan. Dukun tampak begitu sakti dan multi talenta.

Sekilas ketika kita mengetahui apa niat dari orang-orang yang mencoba jalan alternatif seperti ini, kita akan paham bahwa pada dasarnya orang yang datang pun hanya ingin mencapai kebahagiaan. Mereka adalah orang-orang yang sudah jatuh dalam nafsu-keinginannya sendiri. Mereka cenderung menetapkan standar kebahagiaan hidupnya hanya dari apa yang belum mereka miliki. Oleh sebab itu mereka memiliki keinginan yang begitu besar untuk memenuhi harapannya. Mereka sampai ingin mencoba jalan alternatif yang mungkin bagi mereka adalah tidak masuk akal; dan hasilnya pun instan.

Kesaktian yang dipandang dan dipahami dengan keliru, hanya akan membawa manusia untuk mencoba memakainya sebagai alat untuk menghindari kenyataan. Sang Buddha mengajarkan 8 sifat penghidupan, yakni: untung-rugi; pujian-celaan; termashyur-tidak termashyur; suka-duka. Hal ini seharusnya mengantarkan kita pada pemahaman yang lebih baik tentang karekteristik anicca, dukkha dan anatta. Tapi ternyata tidak semua umat Buddha bisa menerima kenyataan ini. Saya kenal dengan seorang umat Buddha yang sudah menjadi Buddhis selama belasan tahun, rajin meditasi, punya setumpuk buku Dhamma di rumahnya; namun menyatakan bahwa meminta bantuan pada dukun atau orang yang punya kemampuan batin guna melancarkan usaha, adalah salah satu cara untuk mempercepat datangnya buah perbuatan baik. Ini sungguh disayangkan.

Kesaktian Tidak Bisa Mengakhiri Dukkha


Cerita rakyat "Kera Sakti" sangat terkenal di tanah Tiongkok. Legenda ini juga dikenal di Negara Barat dengan kisahnya yang berjudul "Journey to the West" (Perjalanan ke Barat). Tema dari cerita ini mengadopsi doktrin Buddhisme dan ajaran luhur yang berlaku di Tiongkok pada kala itu.

Dikisahkan, Sun Go Kong adalah seekor kera yang lahir dari sebuah batu raksasa. Kera ini pun hidup bersama dengan kumpulan kera-kera lainnya. Karena kemampuannya yang hebat, Sun Go Kong diangkat menjadi pemimpin bagi kumpulan kera itu. Namun suatu saat Sun Go Kong melihat salah satu temannya yang meninggal. Sejak saat itu Sun Go Kong menyadari bahwa semua kera juga akan sakit, tua dan meninggal. Kemudian Sun Go Kong pun bertekad untuk mencari obat keabadian. Dia pergi ke kota dan bertemu dengan seorang dewa yang mengajarinya kesaktian. Sun Go Kong menguasai 72 ilmu dan kemampuan bertarung yang hebat. Sun Go Kong dapat hidup dalam usia yang panjang sekali, sehingga ia berpikir bahwa ia bisa hidup abadi. Ia menjadi congkak dan menganggap dirinya adalah yang paling sakti di antara langit dan bumi. Ia mengacaukan khayangan dan mengalahkan semua dewa, hingga akhirnya Buddha menghukumnya di bawah Gunung Lima Jari selama 500 tahun. Sun Go Kong menyadari kesalahannya, dan pada suatu hari ada seorang biksu yang membebaskannya dari hukuman itu. Sun Go Kong pergi menemani biksu itu bersama dua orang kawannya ke India. Dan dalam perjalanan panjang itu, Sun Go Kong dibimbing oleh biksu tersebut hingga akhirnya bisa menjadi Buddha (mencapai Pencerahan).

Legenda ini sangat menarik. Banyak versi cerita mengenai Sun Go Kong. Namun, dari cerita rakyat ini, kita bisa mengambil amanat yang sangat penting. Yang pertama, kesaktian cenderung bisa membuat orang menjadi sombong. Kesombongan adalah ketidakwaspadaan pada realitas dunia. Kesombongan membuat seseorang menyepelekan hal-hal penting, sehingga mengakibatkan dirinya lebih beresiko terjatuh dalam kesalahan yang besar. Orang yang memiliki kesaktian, namun tidak memiliki kebijaksanaan dan pengendalian diri yang baik, bisa merugikan banyak orang.

Yang kedua adalah kesaktian tidak bisa menghentikan dukkha. Seperti yang kita tahu, motivasi Sun Go Kong untuk mencari obat keabadian dan mempelajari ilmu gaib adalah untuk terbebas dari semua dukkha; termasuk sakit, tua dan mati. Namun kesaktian tidak bisa memberikan tujuan itu. Kesaktian justru bisa menenggelamkan kita pada dukkha yang lebih besar. Kesaktian tidak bisa membawa kita untuk terlepas dari penderitaan di hidup ini. Hal yang sama juga dikisahkan dalam Perjalanan Hidup Buddha Gotama. Petapa Gotama sudah menguasai berbagai kemampuan batin dan kesaktian. Namun Beliau memahami bahwa kesaktian tetap tidak bisa mengantar seseorang untuk mencapai Pembebasan. Akhirnya Beliau sendiri yang menemukan Jalan Tengah dan menjadi Sammasambuddha, dan juga terbebas dari penderitaan duniawi.

Perbedaan Antara Kesaktian dan Mukjizat Hanyalah Muncul dari Perbedaan Cara Pandang


Pada tahun 1984 di Virginia, Amerika Serikat, seorang bayi laki-laki bernama Andrew Vandal dilahirkan dengan kondisi tanpa otak. Dokter yang membantu kelahirannya berpendapat bahwa ia akan segera meninggal. Namun ternyata Andrew tetap bertahan hidup dan kemudian diadopsi oleh seorang perawat dari Connecticut. Andrew Vandal tumbuh sebagai seorang laki-laki yang bersinar, berkepribadian ramah dan enerjik. Ibu kandung Andrew Vandal juga melahirkan dua anak lain dengan kondisi yang sama, salah satunya adalah anak perempuan yang sehat, dan saat ini berumur 12 tahun. Dan ingat, tanpa otak!

Pada tahun 1982, Stasiun ITV meluncurkan program historis tentang seorang anak laki-laki yang bernama Stephen, yang berhasil mencapai tingkat lima 'O'; dan orang itu juga dilahirkan dalam kondisi tanpa memiliki otak. Tetapi kemudian, Stephen berhasil menumbuhkan sendiri organ vital tersebut hingga sempurna secara alamiah. Ini adalah suatu misteri bagi dunia kedokteran.

Bagi orang awam, tentunya hal ini adalah suatu keajaiban luar biasa bin mukjizat yang sukar dipercaya. Dalam bidang kedokteran, belum diketahui mengapa seseorang bisa dilahirkan tanpa otak dan dapat bertahan hidup layaknya orang normal. Bidang kedokteran juga makin dipusingkan dengan apa alasan logis dari seseorang yang lahir tanpa otak, namun akhirnya otak bisa tumbuh perlahan dan sempurna di kemudian harinya. Karena hal ini masih misterius, orang sepakat untuk melihatnya sebagai mukjizat; 'kasus khusus yang tidak tunduk pada hukum alam'. Mungkin begitu maksudnya.

Dalam pandangan Buddhisme, orang yang dapat bertahan hidup meski tanpa otak bukanlah menjadi hal yang terlalu sukar dipercaya. Jika selama ini dunia medis menyatakan bahwa kesadaran, perasaan, pencerapan dan bentuk-bentuk pikiran itu dibentuk oleh otak, maka tidak dengan Buddhisme. Dalam Abhidhamma, dinyatakan bahwa yang menjadi landasan batin ini adalah hadayavatthu. Hadayavatthu adalah organ landasan yang ukurannya sangat kecil, terletak di tengah rongga dada, berkaitan dengan jantung, berproses pada darah yang beredar di jantung, dan merupakan salah satu dari 24 catuvisati upadarupa. Oleh karena itu, dalam pandangan Buddhisme, minus otak sejak lahir tidak selalu diartikan sebagai produk gagal.

Banyak contoh kasus yang sering dianggap sebagai mukjizat oleh banyak orang. Namun pada hakikatnya, mukjizat dan kesaktian adalah hal yang bukan berbeda. Semua itu bergantung dari posisi mana kita memandangnya. Jika kita berangkat dari posisi yang berbeda, maka kita akan memandang suatu hal juga secara berbeda.

Kesaktian hanyalah kemampuan yang tidak dimiliki oleh banyak orang, sehingga terlihat sebagai keajaiban. Karena dikatakan kemampuan, maka artinya kesaktian merupakan hal yang wajar. Tidak semua orang bisa memilikinya, tapi memang ada orang-orang tertentu yang bisa menguasai kemampuan itu. Suatu kasus disebut sebagai kesaktian biasanya karena dilihat oleh orang awam dari sudut pandang perbandingan ego. Ketika kita yang tidak memiliki kemampuan itu melihat seseorang yang memiliki kesaktian, akan ada dua jenis reaksi dasar, yang masing-masing akan mengakibatkan munculnya dua respon berikutnya. Reaksi dasar itu adalah "percaya atau tidak percaya". Setiap reaksi ini masing-masing akan memberikan dua respon baru, yakni "melihat orang yang memiliki kesaktian itu sebagai orang hebat atau melihatnya sebagai orang dengan ilmu sesat".

Sedangkan. mukjizat adalah keajaiban yang terjadi, meski ada maupun tanpa ada orang yang mengusahakannya. Karena dikatakan ada yang mengusahakannya, maka keajaiban itu disebut dengan kesaktian. Tapi jika tidak ada orang yang mengusahakannya, maka keajaiban itu disebut dengan mukjizat. Suatu kasus disebut sebagai mukjizat juga biasanya karena dilihat orang awam dari sudut perbandingan ego. Ketika kita tidak maupun tidak bisa mengusahakan agar terjadinya suatu keajaiban, namun keajaiban justru terjadi, biasanya kita akan menilainya sebagai kebetulan atau memang benar mukjizat. Karena kita tetap tidak bisa menemukan penjelasan yang logis, maka kita cenderung menilai kasus itu sebagai kasus yang tidak tunduk pada hukum alam. Orang yang terlena pada fenomena mukjizat ini, akan mudah terjatuh dalam ketidakwaspadaan. Karenanya janganlah karena terpana melihat mukjizat, maka kita terus mengandalkan mukjizat-mukjizat dalam menghadapi permasalahan hidup.

Dalam Buddhisme, hal-hal semacam ini tidak perlu dipermasalahkan lebih jauh. Dalam 45 tahun masa pengajaran-Nya, Sang Buddha memfokuskan pada ajaran yang mengembangkan moralitas dan kebijaksanaan. Beliau menekankan pentingnya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam hidup ini, dengan mengisinya dengan hal-hal bermanfaat untuk mengakhiri nafsu-keinginan. Kesaktian bisa dilatih dan dikembangkan, namun tidak akan bisa mengantaran kita pada perealisasian Nibbana. Mukjizat adalah satu fenomena kehidupan, yang sebetulnya adalah satu fenomena wajar; tidak ada yang ajaib. Di Alam Semesta ini, ada 5 Hukum Tertib Kosmis yang berlaku. Dan dalam pandangan Buddhisme, kesaktian maupun mukjizat adalah satu fenomena yang terjadi karena dikondisikan oleh berbagai faktor, sesuai dengan jalannya 5 Hukum tersebut. Kesaktian dan mukjizat akan selalu dipandang sebagai keajaiban, selama kita tidak tahu apa yang menyebabkan kemunculannya.



Kesimpulan

Kesaktian bisa memberi manfaat bagi banyak orang, apabila dipergunakan untuk kebaikan. Namun mempertunjukkan kesaktian bisa membawa lebih banyak dukkha (penderitaan). Orang yang memiliki kesaktian harus diimbangi dengan kebijaksanaan dan pengendalian diri, agar ia tidak melanggar aspek moralitas. Sedangkan mukjizat adalah satu fenomena wajar, yang belum kita ketahui penyebab dan jawaban logisnya. Sehingga kebanyakan orang menjadi terpana melihat sesuatu kejadian yang berdiri jauh di atas akal sehatnya.

Dalam Kevaddha Sutta, Sang Buddha menguraikan tiga jenis kesaktian yang ada, yaitu:
1) Kesaktian psikis (iddhi-patihariya)
2) Kesaktian telepati (adesana- patihariya)
3) Kesaktian nasihat (anusasani-patihariya)

Sang Buddha sangat memuji orang-orang yang memiliki dan menunjukkan kesaktian nasihat. Kesaktian nasihat adalah Ajaran Sang Buddha. Kesaktian nasihat dinyatakan lebih mulia dari kesaktian lainnya, karena kesaktian ini disebut penuh keajaiban dan bisa mengarahkan kepada hasil yang sangat menakjubkan.

Referensi:
- Kevaddha Sutta, dari Kitab Digha Nikaya, terbitan DhammaCitta Press � DhammaCitta, 2009
- http://www.theinfovault.net/vault/sc...ancephaly.html
- Majalah Dhammacakka No. 40/XI/2005


*Courtesy: Majalah Dhammacakka Edisi Kathina No. 56 / Volume 15 - Oktober 2009



Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 02:18 AM.


no new posts