FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
|||
|
|||
![]()
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. dan berkata, 'Binasalah aku wahai Rasulullah?' 'Apa yang membuatmu binasa?' tanya Rasulullah. 'Aku berhubungan intim dengan isteriku pada bulan Ramadhan' serunya. 'Apakah engkau memiliki seorang budak untuk dimerdekakan?' tanya Rasulullah. 'Tidak!' jawabnya. 'Apakah engkau sanggup berpuasa dua bulan berturut-turut?' tanya Rasul lagi. 'Tidak sanggup!' jawabnya pula. 'Apakah engkau mampu memberi makan enam puluh orang miskin?' tanya Rasul lagi. 'Tidak!' jawabnya. Kemudian ia pun duduk. Lalu dibawakanlah kepada Nabi satu wadah berisi kurma, Rasul berkata kepadanya, "Shadaqahkanlah kurma ini.'
Laki-laki itu berkata, 'Adakah orang yang lebih fakir daripada kami? Tidak ada seorang pun di antara dua batu ini keluarga yang lebih membutuhkan kurma ini selain kami.' Rasulullah saw. tertawa hingga kelihatan gigi taring beliau kemudian berkata, 'Pergilah dan beri makan keluargamu dengan kurma ini'," (HR Bukhari (1937) dan Muslim (1111). Kandungan Bab: 1. Jima' (bersetubuh) termasuk pembatal puasa, sama seperti makan dan minum. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ahli ilmu dalam masalah ini. Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata dalam kitab Zaadul Ma'aad (II/60), "Al-Qur'an telah menunjukkan bahwasannya jima' termasuk pembatal puasa seperti halnya makan dan minum. Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini." Asy-Syaukani berkata dalam kitab ad-Daraari al-Mudhi'ah (II/22), "Tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya berhubungan intim membatalkan puasa jika dilakukan dengan sengaja. Adapun bila dilakukan karena lupa, maka sebagian ahli ilmu menyamakannya dengan orang yang makan dan minum karena lupa." Saya katakan, "Dalilnya adalah nash al-Qur'an dan as-Sunnah. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah, 'Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu�' (Al-Baqarah: 187) Allah mengizinkan untuk mencampuri wanita. Dapat dipahami dari situ bahwa berpuasa itu adalah menahan diri dari jima', makan, dan minum. Dan sabda Nabi saw dalam sebuah hadits qudsi, yaitu dalam riwayat al-Bukhari, 'Ia meninggalkan makanan, minuman dan syahwatnya karena Aku.' Jelaslah bahwa puasa itu adalah menahan diri dari makan, minum dan jima', wallahu a'lam." 2. Barangsiapa membatalkan puasanya dengan berjima', maka atasnya kaffarat berat yaitu membebaskan budak. Jika tidak mampu, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu juga, maka memberi makan enam puluh orang fakir miskin. Demikianlah ia menetapkan kaffarat tersebut berdasarkan urutan dan tertib di atas, bukan atas dasar pilihannya. 3. Selain itu juga harus mengqadha' puasanya berdasarkan nash yang disebutkan dalam beberapa riwayat: Bahwasannya seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. melaporkan bahwa ia telah berhubungan intim dengan isterinya pada siang hari di bulan Ramadhan. Lalu disebutkanlah hadits di atas kemudian di akhir hadits disebutkan, "Gantilah puasamu itu dan minta ampunlah kepada Allah." Riwayat tersebut shahih, telah dishahihkan oleh ahli ilmu seperti al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam Fatthul Baari (IV/172), "Dan dari keseluruhan jalur riwayat yang ada dapat diketahui bahwa tambahan tersebut mamiliki asal." Perkataan tersebut disetujui oleh guru kami, Syaikh al-Bani, dalam ta'liqnya terhadap kitab Shahiih Ibnu Khuzaimah (III/223), "Lafazh riwayat yang berisi perintah untuk mengganti puasa (bagi yang bersetubuh) adalah lafazh yang masyhur, diriwayatkan dari beberapa jalur lain yang saling menguatkan seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari. Aku telah mencantumkannya dalam ta'liq kitab ash-Shiyaam karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 25-27. Namun terluput dariku riwayat penguat yang dibawakan oleh penulis (Ibnu Khuzaimah) sesudah itu dari riwayat 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya ('Abdullah bin 'Amr r.a.). Dalam sebagian jalur riwayat tersebut al-Hajjaj bin Arthah menegaskan penyimakannya secara langsung. Ini merupakan riwayat pendukung yang tidak menyisakan keraguan akan keshahihan tambahan tersebut." |
![]() |
|
|