Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > News > Nasional

Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 12th November 2010
SupMod's Avatar
SupMod SupMod is offline
Member Aktif
 
Join Date: Nov 2010
Location: Bawah_Tanah Joint Date: 1
Posts: 211
Rep Power: 0
SupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessed
Default Gelar Pahlawan Soeharto? Tunggu Nanti


Soeharto (alm)

JAKARTA, KOMPAS.com — Politikus senior Siswono Yudo Husodo mengatakan, pemberian gelar pahlawan bagi mantan Presiden Soeharto sebaiknya dilakukan setelah ada pergantian generasi sehingga tidak memunculkan kontroversi.
"Pak Harto pantas mendapat gelar pahlawan, tetapi saya setuju waktunya tidak sekarang, perlu satu atau dua generasi lagi agar semua bisa menerima dengan baik," kata Siswono seusai diskusi yang digelar Forum Kebangsaan di Jakarta, Kamis.
Menurut menteri di era Orde Baru itu, sangat wajar jika saat ini terjadi pro-kontra terkait gelar pahlawan untuk Soeharto karena masih ada pihak-pihak yang dulu berseberangan dengan Presiden RI kedua itu.
"Gelar pahlawan bagi Bung Karno diterima baik semua pihak, tetapi coba kalau gelar itu diberikan pada tahun 60-an atau awal 70-an, pasti muncul juga kontroversi," kata Ketua Dewan Pembina Lembaga Perajut Bangsa itu.
Presiden RI pertama, Soekarno, yang meninggal dunia tahun 1970, baru mendapat gelar pahlawan nasional pada tahun 1986.
Menurut Siswono, suatu hal yang baik belum tentu bisa diterima dengan baik pula jika waktunya tidak tepat. Itu pula yang terjadi pada pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto.
"Jadi memang harus arif memilih waktu yang tepat. Saya yakin, Pak Harto tidak butuh gelar pahlawan, tetapi kita yang butuh sebagai sebuah bangsa," katanya.
Hal yang sama, kata mantan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia itu, juga berlaku terhadap KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Seperti Soeharto, Gus Dur juga memiliki jasa yang tidak kecil terhadap Indonesia, tetapi untuk saat ini tentu masih ada pihak yang keberatan jika kedua tokoh itu mendapat gelar pahlawan nasional.

Kompas

Reply With Quote
  #2  
Old 12th November 2010
9668FUGITIVE9658's Avatar
9668FUGITIVE9658 9668FUGITIVE9658 is offline
Moderator
 
Join Date: Jun 2010
Location: Collapse
Posts: 384
Rep Power: 18
9668FUGITIVE9658 has disabled reputation
Default

Pahlawan kita sudah bertambah 2 orang lagi sekarang, tapi keduanya bukan dari ex-Presiden Indonesia kita.
Hmm, I think it's a good choice..


Quote:
Originally Posted by Google Search
* 2 GELAR PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA BARU 2010 :

1. Dr Johannes Leimena


Johannes Leimena dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1905 di Lateri, Ambon, Provinsi Maluku. Baik ayah maupun ibunya adalah guru sekolah di daerahnya. Leimena menempuh pendidikan dasar di Ambon. Sementara, pendidikan tingkat menengah hingga sekolah kedokteran di Stovia ditempuh di Jakarta. Pada usia ke-34, Leimena memeroleh gelar doktor di bidang penyakit dalam, khususnya hati dan ginjal.

Leimena, ayah dari Wakil Ketua MPR RI Melani Suharli Leimena, sejak muda aktif berorganisasi. Pengalaman organisasinya bermula dari Ketua Pergerakan Pemuda Kristen Indonesia Di MULO, Ketua Umum Perkumpulan Jong Ambon, hingga Wakil Ketua Komisi Gereja dan Negara pada Dewan Gereja-Gereja di Indonesia dan Ketua Komisi Militer dalam Konferensi Meja Bundar.

Di bidang pemerintahan, Leimena mengawali kariernya sebagai dokter pemerintah/residen kedua ketika Gunung Merapi meletus hebat pada 1930. Sejak saat itu, kariernya terus naik, mulai dari Menteri Muda Kesehatan Kabinet Sjahrir II pada 1946, Menteri Kesehatan Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II pda 1947, Menteri Kesehatan Kabinet Hatta I dan II pada 1949, hingga Wakil Perdana Menteri untuk urusan Umum Kabinet Dwikora III pada 1966.

Tanda-tanda kehormatan yang pernah dimilikinya, antara lain, Bintang Gerilya pada 1959, Bintang Mahaputera Adipradana pada 1973, Satyalancana Pembangunan 1961, Satyalancana Kemerdekaan, dan Satyalancana Karya Satya. Leimena juga pernah diberikan penghargaan oleh negara sahabat, seperti Bintang Penghargaan dari Thailand, Republik Persatuan Arab, Bintang Jasa dan Penghormatan dari Kamboja dan Meksiko.

Salah satu legasi yang ditinggalkan Leimena adalah "Leimena Plan", sebuah protek kesehatan yang dilakukan di Bandung pada 1954. Prinsip pokoknya adalah penggabungan usaha kuratif dan preventif di bidang kesehatan, yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama. "Leimena Plan" inilah yang sekarang berkembang menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Pembangunan Puskesman ini mendapatkan penghargaan dari WHO dan dijadikan sebagai contoh negara-negara lain di dunia.

Leimena meninggal dunia di Jakarta pada 29 Maret 1977.

2. Johanes Abraham Dimara

Johanes Abraham Dimara dilahirkan pada 16 April 1916 di Korem, Biak Utara, Provinsi Papua. Dimara menyelesaikan pendidikan dasar pada 1930 di Ambon. Ia kemudian melanjutkan studinya ke sekolah pertanian di Laha. pada 1935-1940, Dimara menempuh pendidikan sekolah injil. Ketika lulus, Dimara membaktikan dirinya sebagai guru Injil di Leksuka, Pulau Buru.

Riwayat perjuangannya dimulai ketika dirinya bersama sejumlah pemuda, pada 8 April 1946 melakukan aksi pengibaran bendera Merah Putih dan melucuti pasukan polisi di Namela. Pada tahun 1951, Dimara diangkat menjadi Ketua Organisasi Pembebasan Irian (OPI) yang berkedudukan di Ambon. Di samping itu, Dimara juga direkrut menjadi anggota TNI dengan pangkat letnan dua.

Pada pertengahan Oktober 1954, bersama 40 anggota pasukannya, Dimara melakukan infiltrasi ke Irian Barat. Tujuannya adalah membangkitkan perlawanan penduduk terhadap Belanda. Rencana ini terendus Belanda. Terjadilah pertempuran antara OPI dan Belanda. Tak imbang, 11 angggota pasukan tewas. Dimara beserta pasukannya dipenjara hingga 1961.

Setelah bebas, Dimara kembali berjuang. Pada 1961, dia ditunjuk sebagai salah seorang anggota delegasi RI ke PBB untuk membicarakan masalah Irian Barat. Sekembalinya, Dimara diangkat menjadi Ketua Gerakan Rakyat Irian Barat. Ketika pemerintah mengalami kebuntuan dalam penyelesaian sengketa Irian Barat di jalur diplomasi, Presiden Soekarno pada 1961 mengumumkan Tri Komando Rakyat atau Trikora. Dimara pun turut menyerukan masyarakat Irian Barat untuk menggalang kekuatan dan mendukung Trikora.

Dimara kembali menjadi anggota delegasi ketika pemerintah Indonesia melakukan konfrontasi militer untuk mendorong PBB kembali membicarakan masalah Irian Barat. Pada 15 Agustus 1962, tercapai persetujuan New York Agreement yang mengakhiri konfrontasi militer. Dimara meninggal di Jakarta pada 20 Oktober 2000. Ia mendapat beberapa tanda penghargaan dari pemerintah, antara lain, Satyalancana Perang Kemerdekaan Kesatu dan Satyalancana Bhakti.

Last edited by ◄FUGITIVE►; 12th November 2010 at 04:18 PM.
Reply With Quote
  #3  
Old 12th November 2010
SupMod's Avatar
SupMod SupMod is offline
Member Aktif
 
Join Date: Nov 2010
Location: Bawah_Tanah Joint Date: 1
Posts: 211
Rep Power: 0
SupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessedSupMod is blessed
Default

Bener ndan
Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 01:38 AM.


no new posts