Oknum Polisi Diduga Jadi Calo Kursi SUGBK

sazabi666

Oknum Polisi Diduga Jadi Calo Kursi SUGBK

Oknum petugas keamanan dari Kepolisian diduga bermain dalam memasukkan penonton gelap ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) .

Akibatnya SUGBK menjadi penuh dan melebihi kapasitas dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa saat pertandingan final sepakbola antara tim nasional Indonesia melawan Malaysia. Dua suporter Indonesia tewas adalah Reno (19) warga Cililitan, dan Eko (14) warga Tangerang.

Reno dan Eko terjatuh saat berdesak-desakan masuk Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta Selatan, Senin (21/11/2011) sore. Keduanya terjatuh dan terinjak-injak oleh suporter lainnya yang berusaha masuk.

SUGBK bisa menampung 80 ribu penonton. Namun, untuk pertandingan kemarin itu, jumlah penonton melebihi kapasitas. Bahkan ribuan suporter tidak bisa masuk ke dalam stadion dan menonton lewat layar besar yang disediakan di sekitar SUGBK.

Tewasnya Reno dan Eko menjadi pelajaran yang berharga. Praktek-pratek kotor yang dilakukan harus dihilangkan. Banyak oknum Polisi yang memanfaatkan antusias penonton demi kepentingan pribadi dengan cara yang tidak benar.

Beberapa jam sebelum pintu masuk SUGBK dibuka. Calo-calo sudah berkeliaran. Para calo tidak memiliki ciri-ciri khusus, namun para penonton yang sudah paham, mengetahui gerak-geriknya.

Para calo dan oknum lainnya berhati-hati. Mereka tidak menghampiri para suporter dan menawarkan tiket. Mereka berbaur dan ngobrol dengan para suporter, dengan kostum timnas berwarna merah.

"Calo dan oknum lainnya berjalan di sekitar stadion. Kita sudah tahu kalau dia calo," kata Simamora, salah satu suporter timnas yang menonton pertandingan final Indonesia versus Malaysia, kepada INILAH.COM, Rabu (23/11/2011).

Simamora mengaku sudah jarang membeli tiket melalui calo. Alasannya, harga tiket bisa dua atau tiga kali lipat dari harga resmi, tergantung kategori tempat duduk. Ia lebih memilih melalui oknum polisi karena lebih murah.

SUGBK memiliki 12 pintu masuk. Di setiap pintu, ada pemeriksaan tiket yang dilakukan oleh polisi dan panitia penyelenggara. Oknum polisi mulai 'bermain' ketika pintu masuk dibuka.

Ketika para suporter yang sudah memegang tiket mengantre panjang, suporter yang tidak memiliki tiket tinggal menyalip di depan antrean. Mereka menghampiri oknum polisi yang berjaga di depan pintu masuk.

"Kita tinggal bilang kategori berapa, nanti kita diminta tunggu di samping oknum tersebut. Beberapa menit kemudian, kita masuk ke lorong dengan oknum tersebut," kata Simamora.

Setelah sampai di lorong, oknum tersebut akan meminta uang. Misalnya, memilih kategori tempat duduk III, kita harus membayar lebih dari harga tiket resmi yang dijual di loket.

Setelah bayar, suporter 'jalan pintas' akan menuju tangga dan dicegat oleh polisi dan panitia penyelenggara yang mengecek kembali tiket. Saat itu, oknum polisi akan memberikan tanda 'aman'.

"Oknum tersebut akan memberikan semacam tanda. Jadi saat pengecekan kedua, kita juga lolos," imbuhnya.

Panitia penyelenggara sibuk menangani antrean penonton yang telah memegang tiket. Panitia diam saja, entah sengaja tidak mau tahu atau tidak. Terlihat jelas oknum polisi membawa suporter tanpa melalui pengecekan, pasti terlihat oleh panitia.

Kita perlu belajar dari negara-negara Eropa yang rakyatnya memiliki antusias tidak kalah dengan Indonesia seperti Inggris, bagaimana mengatur penonton yang membludak.Peristiwanahas yang menimpa Reno dan Ekotidak boleh terulang.

Quote:

sumber

Terkait: