FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Jakarta - Maskapai penerbangan akan diwajibkan membayar ganti rugi kepada penumpang bila pesawat mengalami penundaan (delay) lebih dari 4 jam. Setiap penumpang akan mengantongi uang Rp 300 ribu sebagai ganti mereka rela menunggu berjam-jam. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 77/2011 tentang asuransi keterlambatan, bagasi hilang, serta kecelakaan. Permenhub tersebut diteken oleh Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada 8 Agustus 2011 dan kini mulai disosialisasikan selama 3 bulan. Sebenarnya, kompensasi delay sudah diatur dalam Permenhub No 25/2008. Di dalam peraturan tersebut, maskapai harus memberikan camilan, makan besar, hingga penginapan bila terjadi keterlambatan penerbangan. Namun, kata Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti S Gumay, peraturan yang baru lahir ini berbeda. "Kalau itu lain (dengan Permenhub Nomor 77/2011)," kata Herry kepada detikcom, Kamis (25/8/2011). Herry menjelaskan, Permenhub baru intinya menekankan tanggung jawab pengangkut udara terhadap penumpang, termasuk keterlambatan, bagasi tercatat yang hilang atau rusak, hingga asuransi penumpang yang meninggal, luka-luka dan cacat tetap. Maskapai harus mengganti bagasi penumpang yang hilang sebesar Rp 200 ribu per kilogram, maksimum Rp 4 juta. Untuk kargo yang hilang, pengangkut wajib memberikan ganti rugi sebesar Rp 100.000 per kilogram, dan untuk kargo yang rusak wajib diberikan ganti rugi sebesar Rp 50.000 per kilogram. Sementara ahli waris penumpang yang meninggal akan mendapatkan santunan sebesar Rp 1,25 miliar. "Kalau dulu kan tidak jelas. Sekarang minimumnya segitu. Dulu kan kecil dan (asuransinya), sekarang kita lengkapi termasuk soal bagasi," beber Herry. Aturan baru dari pemerintah itu dengan cepat mendapat respons dari Indonesia National Air Carrier Association (INACA) atau Asosiasi Maskapai Nasional Indonesia. INACA langsung menolak aturantersebut dan meminta Kementerian Perhubungan meninjau ulang Permenhub No 77/2011. Sekjen INACA Tengku Burhanuddin mengatakan, di dunia international, tidak ada aturan penerbangan mengembalikan ongkos delay dengan uang. Seperti halnya diatur dalam Permenhub No 25/2008, maskapai yang delay memberikan kompensasi berupa makanan, hotel penginapan, atau mentransfer ke maskapai lain bila pesawat tidak mungkin tinggal landas. "Tapi itu masih ditambah lagi Rp 300 ribu. Ini jadi satu hal yang jadi masalah," Burhanuddin. INACA juga meminta tenggang waktu 6 bulan sebelum Permenhub itu berlaku. Namun, terhadap asuransi kecelakaan yang diatur dalam Permenhub No 77/2011, Tengku Burhanuddin merasa INACA tidak keberatan. Sebab, santunan kecelakaan itu sudah sesuai dengan Konvensi Montreal. Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio melihat, aturan uang ganti rugi Rp 300 ribu per penumpang itu bagus untuk diterapkan. Dengan cara itu, maskapai-maskapai yang terkenal sebagai juara delay akan mulai berdisiplin dan on time. Dalam setahun ini, Agus mencatat peristiwa delay cukup banyak terjadi pada maskapai-maskapai di Indonesia. "Dari sisi konsumen, terbitnya peraturan itu tentu saja lebih baik," katanya. Namun, Agus juga mengingatkan peran Kemenhub selaku pengelola bandara. Menurutnya, delay bukan hanya disebabkan masalah teknis atau kurangnya kru pesawat, namun karena aktivitas bandara yang padat. Dalam situasi itu, menjadi tanggung jawab Dirjen Perhubungan Udara untuk mengatur jadwal penerbangan secara ketat. Menurut Agus, bila delay yang dialami pesawat semakin sering, sementara maskapai harus membayar ganti rugi sesuai ketentuan Permenhub Nomor 77/2011 yang baru, maka maskapai akan sangat terbebani. Mereka harus menanggung ganti rugi akibat delay yang disebabkan kacaunya pengaturan bandara. "Nanti airline kecil-kecil itu bisa klepek-klepek. Lama-lama kalau mereka mrotoli terus kita pergi nggak ada pesawat repot juga kan?" tandas Agus lalu menyarankan Kemenhub berdialog kembali dengan para maskapai untuk membahas ganti rugi itu. Berita dibawah ini berdasarkan Satu sumber http://www.detiknews.com Sumber Last edited by dionless; 25th August 2011 at 05:09 PM. |
#2
|
||||
|
||||
![]()
Pesawat Delay Lebih 4 Jam, Maskapai Ganti Rp 300 Ribu/Penumpang
Jakarta - Angin segar untuk konsumen penerbangan. Kementerian Perhubungan telah meneken Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang asuransi keterlambatan, bagasi hilang serta kecelakaan. Maskapai penerbangan yang delay lebih dari 4 jam wajib memberikan ganti rugi Rp 300 ribu bagi tiap penumpang. "Peraturan itu sudah diteken 8 Agustus 2011," ujar Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti S Gumay pada detikcom, Kamis (25/8/2011). Intinya, Permenhub itu menekankan tanggung jawab pengangkut udara terhadap penumpang, termasuk keterlambatan, bagasi tercatat yang hilang atau rusak, hingga asuransi penumpang yang meninggal, luka-luka dan cacat tetap. "Keterlambatan atau tidak terangkutnya penumpang karena pembatalan penerbangan yang lebih dari 4 jam, maskapai memberikan ganti rugi Rp 300 ribu," jelas Herry. Sedangkan bagasi tercatat yang hilang, maskapai harus memberikan ganti rugi Rp 200 ribu per kilogram, maksimum Rp 4 juta. Sedangkan untuk kargo yang hilang, pengangkut wajib memberikan ganti rugi sebesar Rp 100.000 per kilogram, dan untuk kargo yang rusak wajib diberikan ganti rugi sebesar Rp 50.000 per kilogram. "Kalau ada penumpang meninggal ganti ruginya Rp 1,25 miliar. Kalau dulu kan tidak jelas. Sekarang minimumnya segitu. Dulu kan kecil dan tidak lengkap (asuransinya), sekarang kita lengkapi termasuk soal bagasi," beber Herry. Kemenhub memberikan waktu 3 bulan untuk sosialisasi aturan ini baik kepada maskapai atau penumpang. Maskapai yang sudah memiliki kontrak asuransi, diizinkan untuk menyelesaikan kontrak lamanya terlebih dahulu. "Baru kalau mereka membuat kontrak asuransi yang baru, menyesuaikan dengan peraturan baru ini," tuturnya. Selama ini mengenai keterlambatan pesawat dan kompensasi yang harus diberikan, diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 25 Tahun 2008. Permenhub tersebut mengatur tentang maskapai yang harus memberikan camilan, makan besar hingga penginapan bila keterlambatan mencapai waktu tertentu. "Kalau itu lain (dengan Permenhub Nomor 77 Tahun 2011)," kata Herry. |
#3
|
||||
|
||||
![]()
Permenhub 77/2011 Diharapkan Bisa Hilangkan Maling Bagasi Pesawat
Jakarta - Sebal karena pernah mendapati barang bagasi Anda hilang saat turun dari pesawat? Nah, Peraturan Menteri Perhubungan 77 Tahun 2011 ini diharapkan bisa menekan maling bagasi pesawat yang berkeliaran di dalam bandara, termasuk daerah steril. "Termasuk soal bagasi, diharapkan yang utama soal kehilangan itu pengguna jasa tidak dirugikan," ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang S Ervan ketika berbincang dengan detikcom, Kamis (25/8/2011). Adanya maling-maling bagasi itu, menurut Bambang, termasuk tanggung jawab maskapai, karena maskapai yang melakukan kontrak dengan ground handling, yang menangani bagasi. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 77/2011, diatur tentang kompensasi untuk bagasi yang hilang. Aturannya, maskapai harus memberikan ganti rugi Rp 200 ribu per kilogram, maksimum Rp 4 juta untuk bagasi yang hilang. Menurut Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti S Gumay Permenhub tentang asuransi keterlambatan, bagasi hilang serta kecelakaan itu sudah diteken Menhub per tanggal 8 Agustus 2011 lalu. Selain mengatur tentang bagasi yang hilang, Permenhub itu juga mengatur tentang ganti rugi yang harus diberikan saat pesawat delay lebih 4 jam, yaitu Rp 300 ribu per orang. Permenhub itu juga mengatur kargo yang hilang, yaitu pengangkut wajib memberikan ganti rugi sebesar Rp 100.000 per kilogram, dan untuk kargo yang rusak wajib diberikan ganti rugi sebesar Rp 50.000 per kilogram. Peraturan itu juga mengatur bahwa penumpang meninggal mendapatkan asuransi minimal Rp 1,25 miliar. Mengenai aturan klaim, Bambang menegaskan, penumpang juga harus memahami tata cara dan persyaratan mengajukan ganti rugi tersebut. "Mohon masyarakat memahami tata cara persyaratan pengajuan tuntutan ganti rugi. Harus ada bukti dokumen terkait, kalau ada yang meninggal ada ahli waris sesuai dengan ketentuan, bukti tiket bagasi tercatat, surat muatan udara dan lain-lain. Harus ada bukti, kalau nggak ada nanti bagaimana. Kalau baggage claim itu nanti tiketnya jangan hilang," imbau dia. |
#4
|
||||
|
||||
![]()
Ganti Rugi Delay Rp 300 Ribu Lecut Maskapai untuk On time
Jakarta - Ganti rugi uang Rp 300 ribu untuk penumpang pesawat yang delay lebih dari 4 jam dipandang akan membuat maskapai lebih disiplin. Maskapai penerbangan yang sebelumnya sering delay akan lebih tepat waktu dalam melayani penumpang. "Menurut saya dari sisi positifnya mendorong maskapai tepat waktu," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio saat dihubungi detikcom, Kamis (25/8/2011). Agus mengatakan, kasus delay penerbangan tahun ini banyak sekali terjadi. Jadwal keberangkatan pesawat selalu saja molor, terutama pada jam-jam ramai dan weekend. Parahnya lagi, maskapai tidak mengkomunikasikan penyebab delay itu secara baik kepada penumpang. Menurut Agus, maskapai penerbangan di Indonesia tidak terbuka kepada penumpang bila ada pesawatnya yang delay. Selain itu, pengumuman delay kadang-kadang juga tidak dilakukan oleh maskapai. Maka, wajar saja bila penumpang selalu protes apabila mengalami delay. "Dari sisi konsumen, terbitnya peraturan itu tentu saja lebih baik," cetusnya. Dikatakan dia, sebenarnya sudah ada peraturan yang mengatur konpensasi bagi penumpang yang terkenal delay, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No 25 Tahun 2008. Akan tetapi, peraturan tersebut belum dijalankan operator penerbangan dengan benar. "Permenhub 25/2008 itu tidak ada pengawasannya sama sekali. Tidak ada penegakan hukum bagi airline yang melanggar. Sama-sama berpura-pura tidak tahu saja," ucap Agus. Sebelumnya diberitakan, Kementerian Perhubungan mengeluarkan peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang asuransi keterlambatan, bagasi hilang serta kecelakaan. Maskapai penerbangan yang delay lebih dari 4 jam wajib memberikan ganti rugi Rp 300 ribu bagi tiap penumpang. Sedangkan bagasi tercatat yang hilang, maskapai harus memberikan ganti rugi Rp 200 ribu per kilogram, maksimum Rp 4 juta. Sedangkan untuk kargo yang hilang, pengangkut wajib memberikan ganti rugi sebesar Rp 100.000 per kilogram, dan untuk kargo yang rusak wajib diberikan ganti rugi sebesar Rp 50.000 per kilogram. "Kalau ada penumpang meninggal ganti ruginya Rp 1,25 miliar. Kalau dulu kan tidak jelas. Sekarang minimumnya segitu. Dulu kan kecil dan tidak lengkap (asuransinya), sekarang kita lengkapi termasuk soal bagasi," ujar Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti S Gumay. Pada 3 Agustus 2011, Kemenhub melansir maskapai yang paling on time dan paling delay. |
#5
|
||||
|
||||
![]()
Lion Air 'Juara' Delay, Garuda Paling On Time
Jakarta - Semua maskapai penerbangan memang tidak luput dari delay. Namun, untuk urusan delay itu, Lion Air menduduki peringkat pertama. Sementara Garuda Indonesia adalah maskapai paling on time. Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bhakti mengatakan, tingkat ketepatan waktu keberangkatan Lion Air paling rendah, 67 persen. Lalu menyusul kemudian Batavia Air (68 persen), Air Asia (71 persen), Sriwijaya Air (75 persen), Merpati (76 persen), dan Garuda Indoensia (87 persen). "Saya nilai mereka (rata-rata) 70 persen sudah on time performance. Garuda merupakan yang paling bagus, yaitu di angka 87 persen," kata Herry saat jumpa pers di Kemenhub, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2011). Menurut Herry, delay disebabkan oleh banyak faktor. Namun, penyebab delay umunya karena kurangnya jumlah kru pesawat. Menurut Herry, kesalahan murni ada di pihak maskapai. Seharusnya, sejak membeli pesawat, mereka sudah mempertimbangkan berapa jumlah kru yang dibutuhkan. Untuk mengatasi masalah tersebut, Herry mengatakan, pihaknya meminta agar maskapai menambah jummlah kru. Ia mendengar saat ini Lion Air telah menambah kru-nya sebanyak 100 orang. Herry mengungkapkan, ia juga telah memberikan teguran kepada maskapai yang sering delay. "Kita minta ke semua airline untuk lebih konsern dan fokus dalam hal on time performance. Dalam hal ini Lion Air juga akan membentuk tim khusus untuk menangani delay," ucap Herry. |
#6
|
||||
|
||||
![]()
Hindari Delay, Kemenhub Harus Perketat Pengaturan Bandara
Jakarta - Ganti rugi Rp 300 ribu bagi penumpang yang pesawatnya mengalami delay lebih dari 4 jam dipandang tepat untuk diterapkan. Namun, di sini lain, Kementerian Perhubungan juga harus memperketat jadwal penerbangan di bandara terutama pada jam-jam sibuk. Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, mengatakan, delay bukan hanya disebabkan masalah teknis atau kurangnya kru pesawat, namun karena aktivitas bandara yang padat. Ramainya Bandara Soekarno-Hatta menjelang musim mudik lebaran tahun ini contohnya. Kesibukan bandara membuat jadwal keberangkatan dan kedatangan pesawat bisa saja tidak on time. "Sebagian bandara akan padat terutama pada golden time pagi dan sore dan pada saat lebaran nanti. Nah, itu kan tanggung jawab Dirjen Hubungan Udara yang mengatur bandara," ucap Agus kepada detikcom, Kamis (25/8/2011). Agus mengatakan, bila delay yang dialami pesawat semakin sering, sementara maskapai harus membayar ganti rugi sesuai ketentuan Permenhub Nomor 77/2011 yang baru, maka maskapai akan terbebani. Mereka harus menanggung ganti rugi akibat delay yang disebabkan kacaunya pengaturan bandara. "Nanti airline kecil-kecil itu bisa klepek-klepek. Lama-lama kalau mereka mrotoli terus kita pergi nggak ada pesawat repot juga kan?" tandas Agus. Agus mempertanyakan apakah kebijakan ganti rugi itu sudah dibicarakan oleh Kemenhub dengan pihak maskapai sebelumnya. Sebab, maskapai penerbangan juga menjadi pihak yang berkepentingan dalam hal ini. Bila kedua belah pihak saling berdiskusi, maka akan ditemukan formula yang tepat bagi penerapan kebijakan itu. "Pertimbangan-pertimbangan itu harusnya dibicarakan sampai ketemu formulanya yang baik. Terus pelaksanaannya nanti juga harus diawasi serta dievaluasi," cetus dia. Sebelumnya diberitakan, Kementerian Perhubungan mengeluarkan peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang asuransi keterlambatan, bagasi hilang serta kecelakaan. Maskapai penerbangan yang delay lebih dari 4 jam wajib memberikan ganti rugi Rp 300 ribu bagi tiap penumpang. Sedangkan bagasi tercatat yang hilang, maskapai harus memberikan ganti rugi Rp 200 ribu per kilogram, maksimum Rp 4 juta. Sedangkan untuk kargo yang hilang, pengangkut wajib memberikan ganti rugi sebesar Rp 100.000 per kilogram, dan untuk kargo yang rusak wajib diberikan ganti rugi sebesar Rp 50.000 per kilogram. "Kalau ada penumpang meninggal ganti ruginya Rp 1,25 miliar. Kalau dulu kan tidak jelas. Sekarang minimumnya segitu. Dulu kan kecil dan tidak lengkap (asuransinya), sekarang kita lengkapi termasuk soal bagasi," ujar Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti S Gumay. Permenhub tersebut saat ini dalam tahap sosialisasi selama 3 bulan dan baru diterapkan November 2011. |
#7
|
||||
|
||||
![]()
INACA Minta Ganti Rugi Delay Pesawat Rp 300 Ribu Ditinjau Ulang
Jakarta - Aturan ganti rugi Rp 300 ribu/penumpang bila pesawat delay lebih 4 jam mendapat respons miring Indonesia National Air Carrier Association (INACA) atau Asosiasi Maskapai Nasional Indonesia. INACA meminta aturan yang tertuang dalam Permenhub No 77/2011 itu ditinjau ulang. "Kenapa? Karena di dunia international itu tidak ada itu perusahaan penerbangan mengganti pakai uang. Biasanya tanggung jawab memberi makan, bila delay berkepanjangan dan tidak ada lagi pesawat yang mengangkut, hotel penginapan dan atau mentransfer pada perusahan penerbangan lain. Tapi itu masih ditambah lagi Rp 300 ribu, ini jadi satu hal juga jadi masalah," argumen Sekjen INACA Tengku Burhanuddin pada detikcom, Kamis (25/8/2011). Memang, beberapa perusahaan penerbangan mengenakan ganti rugi akibat delay ini, namun bukan dibayar oleh maskapai namun oleh masing-masing pengguna jasa dengan persetujuan penumpang yang setuju membayar asuransi, yang meliputi ganti rugi delay. INACA juga meminta tenggang waktu 6 bulan sebelum Permenhub itu berlaku. "Karena perusahaan penerbangan harus membicarakan dengan pihak asuransi, mengadakan kontrak dengan asuransi ini karena berpengaruh pada santunan," tuturnya. Kerja sama dengan pihak ketiga dalam masalah asuransi ini juga perlu ditinjau kembali. Keberat-keberatan di atas tersebut akan disampaikan INACA saat sosialisasi Permenhub tersebut dengan Kemenhub. Sedangkan aturan santunan kecelakaan atas korban kecelakaan pesawat yang diatur dalam Permenhub itu, INACA tidak keberatan. "Masalah untuk santunan kecelakaan itu kan kita mengacu ke Montreal Convention, itu tentu bagus. Tentu apa yang dikeluarkan peraturan menteri banyak juga yang baik," katanya. Konvensi Montreal yang dikatakan Burhanudin, adalah perjanjian unifikasi aturan bagi maskapai internasional yang berhubungan dengan segala hal yang diangkut pesawat, termasuk penumpang, bagasi dan kargo. Aturan ini melindungi penumpang yang bisa memfasilitasi kerusakan atau kerugian yang bisa dibuktikan tanpa proses litigasi (persidangan) yang panjang. Di bawah Konvensi Montreal, maskapai penerbangan secara ketat bertanggung jawab atas kerusakan yang telah terbukti sampai 113.100 Special Drawing Rights (SDR, campuran nilai mata uang yang ditetapkan oleh Dana Moneter Internasional). Nilai tersebut mendekati US$ 154.800 atau sekitar Rp 1,3 miliar. Hal ini untuk menghindari maskapai penerbangan yang bisa saja berkelit bahwa kecelakaan yang menyebabkan cacat atau kematian bukan akibat kelalaian mereka atau disebabkan oleh kelalaian dari pihak ketiga. INACA dilibatkan dalam menyusun Permenhub 77/2011 ini. "Dilibatkan, namun belum tentu apa yang disampaikan diterima. Ada positifnya, tapi bukan berarti 100 persen bagus dan tidak bagus. Ya kita 3 hal itu, sosialisasi saja belum, kalau sosialisasi akan kita sampaikan," jelas Burhanudin. |
#8
|
||||
|
||||
![]()
beuh tp bner loh lagian klo delay kan kita rugi loh apalagi klo kita ada meeting, untung ane ga pake peasawat pergi2 soalnya ane jrng pergian
|
#9
|
||||
|
||||
![]()
sebenarnya orang2 ga butuh macem2 ndan klo urusan penerbangan, yaitu tepat waktu!
ini udh delay lama ga jelas ada apa (pilotnya lg ngewek kali ya) capeeee deeeh ane sih ga berharap pesawat jatuh atau rusak, tp keprofessionalan mereka aja mengurus waktu terbang, klo bisa dibuat kecepatan seperti di balap F1, mulai dari ganti ban smp isi bensin lg hehe. ![]() |
#10
|
|||
|
|||
![]() Quote:
![]() seriously, masalah kompensasi cash untuk delay bisa jadi pisau bermata dua, seperti seblumnya, kelihatannya para menteri kabinet yang INI kalau bikin peraturan suka tidak melakukan pertimbangan secara TUNTAS. Yang paling parah tuh, menurut gw si Menkominfo, tifatul sembiring... ![]() |
![]() |
|
|