FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Internasional Baca berita dari seluruh mancanegara untuk mengetahui apa yg sedang terjadi di dunia. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Putin dan Hillary Clinton. ©Politico - Pemilihan umum presiden Amerika Serikat akan digelar November mendatang. Dua kandidat dari Partai Republik dan Partai Demokrat akan bersaing menduduki kursi presiden negara adidaya. Rusia sebagai negara kuat pesaing AS sejak era Perang Dingin tentu mengikuti jejak rekam masing-masing kandidat. Presiden Vladimir Putin beberapa waktu lalu diberitakan memuji Donald Trump, kandidat dari Partai Republik, untuk menjadi presiden AS. Bagaimana dengan Hillary dari Partai Demokrat? Ketika unjuk rasa besar-besaran menentang Putin terjadi di Moskow pada Desember 2011, dia terang-terangan menuding Hillary Clinton di balik semua itu. Saat itu Hillary menjabat sebagai menteri luar negeri AS. Para pengunjuk rasa ketika itu menuduh Putin curang dalam pemilu. "Dia (Hillary) bilang hasil perhitungan suara tidak jujur dan tidak adil," kata Putin dalam pidato di depan publik waktu itu, seperti dikutip Politico, bulan lalu. Putin menuturkan Hillary seperti memberi sinyal kepada para pendemo bahwa mereka mendapat dukungan dari Kementerian Luar Negeri AS untuk melemahkan kekuasaan orang nomor satu di Rusia itu. "Kita harus melindungi diri kita dari campur tangan semacam ini," kata Putin. Lima tahun kemudian, Putin sepertinya melakukan balas dendam. Setidaknya menurut sejumlah ahli, Rusia berada di balik peretasan server surel Komite Nasional Demokrat sehingga bocor ke publik. Isi surel yang bocor itu memperlihatkan persaingan keras antara kandidat Bernie Sanders dan Hillary dalam Konvensi Partai Demokrat. Mantan pejabat AS yang pernah bekerja dalam bidang kebijakan Rusia terhadap Clinton mengatakan Putin cukup geram dengan tudingan Hillary yang mengatakan pemilu Rusia pada 2011 tidak jujur. Pada saat itu Putin sendiri sudah menyampaikan kemarahannya kepada Presiden Barack Obama. Putin dan para penasihatnya menilai Hillary bisa mengancam kekuasaan rezim di Rusia. "Dia sangat marah (dengan Hillary) dan masih terus begitu selama saya masih di pemerintahan," kata Michael McFaul, yang bertugas sebagai anggota dewan keamanan nasional sejak 2009 hingga Desember 2011 dan merupakan duta besar AS untuk Moskow hingga awal 2014. "Orang bisa menduga kinilah saatnya dia membalas dendam." |
![]() |
|
|