Harga tanah dan rumah semakin hari semakin melambung. Apalagi di kota-kota besar di mana biaya hidupnya juga tinggi. Sebagai gambaran, tahun 2005 harga tanah di kawasan Kelapa Gading Jakarta masih Rp 5 juta/meter persegi. Tapi di tahun 2012, harganya melonjak lebih dari 100% menjadi Rp 11 juta-Rp 12 juta/meter persegi.
Untuk menyiasati mahalnya harga hunian, beberapa orang rupanya punya cara unik yang bisa bikin kamu geleng-geleng kepala. Kalau kamu berprinsip apalah artinya mengeluarkan sedikit uang jika demi hunian layak, mereka berpikir sebaliknya. Apa saja cara unik yang dilakukan untuk berhemat tempat tinggal?
[COLOR=blue ]Tinggal di mobil[COLOR=blue ][/COLOR][/COLOR]
Padatnya penduduk dan mahalnya harga sewa properti membuat banyak orang yang kebanyakan pendatang memilih untuk tinggal di bawah tanah. Fenomena inilah yang terjadi di Beijing China. Seperti halnya Jakarta, Beijing seakan magnet untuk mencari peruntungan.
Rupanya, yang tinggal di bawah tanah ini tidak hanya 1-2 orang tapi hingga 2 juta orang! Alkisah pada era perang dingin tahun 1969, pemerintah Tiongkok yang dipimpin Mao Zedong mengharuskan setiap bangunan memiliki ruang bawah tanah (basement/bunker) untuk pertahanan jika diserang bom tiba-tiba. Pada tahun 1990-an, pemerintah mulai menyewakan ruang bawah tanah ini. Namun seiring ledakan penduduk, basement sebagai tempat tinggal semakin diminati. Bahkan ada lebih dari 7.000 iklan di internet untuk memasarkan hunian ini.
Bagaimana tidak, biaya sewa perbulannya hanya 300 yuan (Rp610 ribu) per bulan. Diperkirakan ada sekitar 3.677 hunian bawah tanah dari total 200.000 basement yang dibangun Mao Zedong. Rata-rata luasnya hanya 9,70 meter persegi. Ini lebih dari luas dari asrama khusus pegawai yang rata-rata hanya 6,2 meter persegi. Menurut para penghuninya, tinggal di bawah tanah tidak seburuk yang dikira karena sejuk pada musim panas dan justru hangat pada musim dingin.
[COLOR=blue ]Tinggal di tenda[/COLOR]
Kondisi ekonomi seringkali menjadi alasan tersendatnya keinginan memiliki rumah idaman. Ini pula yang terjadi pada pasangan suami istri asal Tiongkok. Mereka terpaksa tinggal di bunker perang selama 10 tahun. Bunker tersebut terletak di sebuah universitas di Zhengzhou, provinsi Henan, yang memiliki kedalaman sekitar 5 meter.
Layaknya rumah pada umumnya, bunker tersebut juga dilengkapi furnitur dan diberi sekat sebagai pemisah ruangan. Pasangan yang bekerja di universitas tersebut menggunakan tangga besi sebagai pintu keluar dan masuk ke rumah mereka. Kondisi bunker tentunya lembab dan minim pencahayaan. Tapi karena lokasinya dekat dengan tempat kerja, mereka tidak mengeluh.
[COLOR=blue ]Tinggal di rumah mertua[/COLOR]