|
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Dari kiri-kanan: Zulkarnain, Plt. Ketua KPK 2015 Taufiequrachman Ruki, Plt. Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji, dalam rangka kunjungan pimpinan KPK ke Beritasatu Plaza, 22 April 2015 Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki menegaskan pihaknya satu suara menolak revisi UU No 30/2002 tentang KPK inisiatif DPR yang antara lain memuat pasal pembatasan eksistensi KPK hanya 12 tahun dan penghapusan sejumlah wewenang seperti penuntutan. "KPK menolak usulan-usulan untuk dilakukannya revisi UU KPK," kata Ruki dalam konferensi pers di Kantor KPK Jakarta, Rabu (7/10). Ruki mengatakan, pembatasan 12 tahun eksistensi KPK tak sesuai dengan TAP MPR No VIII/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). "Sesuai Pasal 2 angka 2 TAP MPR No VIII/2001 MPR RI mengamanatkan pembentukkan KPK dan tidak disebutkan adanya pembatasan waktu," kata Ruki, yang didampingi pimpinan lainnya yakni, Indriyanto Seno Adji, Zulkarnain, dan Johan Budi. Menurutnya, dihapuskannya wewenang penuntutan KPK justru mengubah total wajah KPK sebagai lembaga khusus yang memiliki wewenang kuat dalam memberantas korupsi. Pasalnya sejak berdirinya KPK penanganan perkara korupsi dari penyelidikan hingga penuntutan dilakukan secara integral atau satu atap. "Ini membuktikan ada kerja sama yang baik antara penyelidik, penyidik, penuntut umum yang dibuktikan dengan dikabulkannya tuntutan oleh majelis hakim 100% terbukti," ujarnya. Pihaknya juga menolak adanya pembatasan penanganan perkara korupsi yang merugikan keuangan negara paling sedikit Rp 50 miliar. Sebab KPK fokus pada subjek hukum yaitu penyelenggara negara dan penegak hukum serta pihak-pihak terkait bukan pada kerugian negara. Wewenang penyadapan yang harus mendapatkan izin ketua pengadilan negeri juga dianggap KPK tak sesuai dengan keputusan MK tahun 2003 yang memutus, wewenang penyadapan oleh KPK tidak bertentangan dengan konstitusi. Wewenang KPK menyadap sudah diatur dalam UU KPK yang tidak mengharuskan adanya izin pengadilan. "Sehingga wewenang penyadapan perlu dipertahankan dan selama ini kewenangan penyadapan sangat mendukung keberhasilan KPK dalam pemberantasan korupsi. Kalau dicabut akan melemahkan upaya-upaya KPK dalam pemberantasan korupsi. Kemudian, penyadapan berdasarkan legal by regulated bukan court order bukan izin pengadilan," katanya. Keinginan DPR untuk memberikan wewenang KPK menghentikan perkara (SP3) juga tak relevan. Sebab KPK secara limitatif dapat menerbitkan SP3 jika tersangka atau terdakwa meninggal dunia atau tak layak diperiksa di pengadilan. Pihaknya juga meminta tetap diberikan kewenangan mengangkat pegawai termasuk tenaga penyelidik, penyidik, penuntut secara mandiri. "Pimpinan KPK mengangkat berdasarkan kompentensi bukan status sebagai polisi atau jaksa tapi kompetensi yang dimilikinya," jelas Ruki |
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
|