Manajemen PT
Pertamina (Persero) tengah menghadapi pekerjaan rumah yang tergolong sulit: menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi namun kerugian yang dideritanya tidak makin membengkak. Padahal, gara-gara harga BBM masih di bawah nilai keekonomiannya dan tak pernah dinaikkan lagi sejak akhir Maret 2015, Pertamina mengaku menderita kerugian sekitar Rp 15,2 triliun hingga akhir Agustus lalu.
Hulu masalah pekerjaan rumah perusahaan pelat merah ini adalah permintaan Presiden Joko Widodo. Saat membuka rapat terbatas bidang perekonomian tentang pemangkasan proses perizinan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis pekan lalu (1/10), Presiden meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pertamina menghitung ulang harga BBM.
Padahal, satu hari sebelumnya, Kementerian ESDM telah menetapkan harga BBM untuk Oktober 2015 tidak berubah dari bulan sebelumnya. Harga BBM jenis Premium untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali) Rp 7.400 per liter dan luar Jamali Rp 7.300 per liter. Sementara harga Solar Rp 6.900 per liter. Selain itu, Kementerian ESDM memutuskan periodisasi penetapan harga BBM menjadi triwulanan. Artinya, harga BBM baru akan ditinjau ulang pada awal Januari 2016.
Namun, Jokowi meminta Kementerian ESDM dan Pertamina mengkaji lagi kemungkinan penurunan harga BBM, khususnya harga Premium. Ia memahami, Pertamina saat ini masih menjual harga Premium di bawah harga keekonomian. Namun, keadaan negara saat ini sangat membutuhkan penurunan harga Premium (meski sedikit) untuk menggerakkan roda perekonomian yang melambat.
“Saya tahu, kemarin sudah dilapori bahwa harganya masih minus dua persen (dari harga keekonomian), tapi mungkin masih bisa diturunkan,” kata Jokowi seperti dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet.
Sumber