Jakarta -Indonesia masih gemar bertransaksi pakai uang tunai ketimbang elektronik alias e-money. Padahal, bertransaksi dengan uang tunai ini banyak masalahnya.
Menurut Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, masalah pertama adalah susahnya membuka rekening bank di Indonesia. Kedua, uang tunai itu biayanya sangat mahal.
"Tidak banyak yang sadar kalau uang kertas itu mahal, untuk cetak, menyimpan, jaganya. Bank Mandiri saja bayar gaji
teller Rp 500-600 miliar sebulan, kerja
teller itu menghitung uang. Menyimpan uang itu mahal, buat beli brankas mahal. Mencetak uang itu mahal," katanya di Jakarta, Senin (14/9/2015).
Ketiga adalah biaya logistik alias angkut uang ke seluruh Indonesia yang juga mahal. Maka dari itu, ia mendorong penggunaan e-money untuk kemajuan bangsa Indonesia
"Gajian di Timika (Papua) itu mahal untuk angkutnya. Itu sebabnya untuk memajukan ekonomi Indonesia, untuk majukan sistem yang bagus, kita butuh e-money," ujarnya.
"Orang tidak mungkin menyuap pakai e-money, karena ketahuan. Jadi dirut Mandiri pusing, hubungan sama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sering. (Bank Mandiri) banyak simpan uang pejabat tapi tidak banyak yang tahu kekayaan para koruptor itu lebih sedikit di rekening, tapi di
box, bukan uang kertas Indonesia tapi dolar Singapura," katanya.