Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta para pengamat ataupun lembaga untuk tidak sekadar memberi kritikan perihal kebijakannya dalam menertibkan permukiman kumuh bantaran Kali Ciliwung, Kampung Pulo, Jakarta Timur. Menurut dia, sudah banyak wilayah di Ibu Kota yang berubah peruntukan sejak dulu.
"Makanya kalau saya mau berdebat sama mereka, capek deh. Sekarang saya tanya, mereka pernah enggak kritik (mantan Gubernur DKI) Ali Sadikin? Saya mau tanya mereka yang pintar-pintar
ngomong itu, yang suka puji-puji Ali Sadikin bikin kota Jakarta jadi hebat," kata Basuki di Balai Kota, Kamis (27/8/2015).
Ali Sadikin, kata Basuki, memberi izin pengembang Endang Wijaya sebagai kontraktor tunggal oleh Badan Pelaksana Otorita (BPO) Pluit sejak tahun 1971 untuk mereklamasi tambak-tambak ikan di Jakarta Utara.
Menurut Basuki, seharusnya pihak-pihak yang mengkritiknya itu juga mengkritik langkah Ali yang memberi izin reklamasi tambak ikan di Jakarta Utara.
Letak geografis Jakarta, lanjut dia, persis seperti Rotterdam, Belanda, yakni 2,8 meter di bawah permukaan laut. Oleh karena itu, sebuah penampung air pun dibuat, yakni Waduk Pluit, sekitar tahun 1980-an.
"Sudah bikin (waduk) kayak begitu, sekarang ditanami bakau juga lebih banyak. Makanya, susahlah kalau kita
ngomong sama orang pintar keblinger
gitu," kata pria yang biasa disapa
Ahok itu.
Lebih lanjut, ia meminta beberapa pihak untuk tidak membandingkan Jakarta kini dengan Jakarta pada tahun 1920-an. "Kalau kamu bicara abad ke-19, abad ke-18, di sini (Balai Kota) itu (yang ada hanya) pohon beringin
lho, hutan di sini. Berarti, gedung ini juga harus
dirobohin nih. Ya capek dong kalau
ngomong-nya begitu. Manusia sekarang sudah tambah berapa banyak?" kata Basuki.
"Jadi, enggak usah sok kayak zaman purbakala, bilang kalau 'saya pengin Jakarta kayak dulu lagi'. Kalau pengin Jakarta kayak dulu lagi, kita bom saja.... Kan lucu, Anda mau balik lagi ke abad ke-15," kata Basuki.