Jakarta – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Farid menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah menghidupkan lagi dinasti politik yang marak terjadi di daerah.
MK menilai syarat kepala daerah yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana seperti yang diatur dalam UU Nomor 8 tersebut melanggar konstitusi.
"Putusan MK terkait petahana dalam UU Pilkada menghidupkan kembali dinasti politik. Putusan tersebut gersang dari pendekatan sosiologis, khususnya apa yang terjadi di daerah, di mana marak terjadi dinasti politik," ujar Donal saat dihubung
Beritasatu.com, Rabu (8/7).
Putusan MK, kata Donal, tidak melihat realitas yang terjadi di lapangan bahwa banyak keluarga petahana, seperti anak, saudara, atau istri menjadi kepala daerah untuk melanggengkan dominasi keluarganya. Menurutnya, Pilkada serentak 2015 akan dimarakan dengan banyak keluarga petahana yang siap maju menjadi kapala daerah.
"Ini tentunya berpotensi terjadi kompetisi yang tidak fair dan setara di mana petahana atau keluarganya akan lebih mudah mendapat akses dan fasilitas dalam proses pilkada," katanya.
Donal sebenarnya mengaku heran dengan putusan MK. Pada saat DPR sudah legowo membatasi dinasti politik, justru negarawan yang duduk di MK membolehkan dinasti politik.
"Ini aneh, negarawan-negarawan di MK justru membolehkan dinasti politik di tengah ada semangat dari politisi membatasi dinasti politik," tandasnya.