Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > News > Nasional

Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 9th July 2015
Gusnan's Avatar
Gusnan Gusnan is offline
Moderator
 
Join Date: Jun 2013
Posts: 27,623
Rep Power: 49
Gusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyak
Default MK Hapuskan Pasal soal Politik Dinasti






Jakarta - Gugatan yang dilakukan oleh anggota DPRD Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan soal pasal pembatasan larangan keluarga petahana atau politik dinasti dalam UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Arief Hidayat, Rabu (8/7)‎, Pasal 7 huruf r dalam UU Pilkada bertentangan dengan prinsip dasar dalam UUD 1945.
“Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i Ayat (2) yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusinal dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan,” kata Arief.
MK juga menilai jika Pasal 7 huruf r juga menimbulkan rumusan norma baru yang tidak dapat digunakan karena tidak memiliki kepastian hukum.
Diketahui sebelumnya, dalam Pasal 7 huruf r UU Pilkada mengatur tentang bagaimana cara menjadi seorang pemimpin daerah. Dalam pasal itu seseorang yang mempunyai hubungan darah atau konflik kepentingan dengan petahana tidak diperbolehkan maju menjadi pemimpin daerah.
Adapun yang dimaksud "tidak memiliki konflik kepentingan dengan pentahana" adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.
Sedangkan hakim MK Patrialis Akbar menyatakan MK menilai bpara pembentuk UU, yakni perintah dan DPR, mempunyai semangat untuk mencapai ideal demokrasi. Ideal demokrasi, katanya terwujud dengan melibatkan banyak orang dalam proses politik.
"Namun, ideal demokrasi tidak hanya sekadar memenuhi persyaratan formal. Siapa yang memiliki suara terbanyak, maka dia berhak memimpin atau mengambil keputusan politik. Karena itu, demokrasi membutuhkan rule of law atau demokrasi yang berdasarkan hukum," terang Patrialis.
Demokrasi yang berdasarkan hukum, menurutnya membenarkan adanya pembatasan-pembatasan agar melahirkan pemimpin yang memiliki kapasitas dan kapabilitas. Namun, pembatasan-pembatasan tersebut tidak boleh menghambat atau menghilangkan hak konstitusional seorang warga negara dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Lebih lanjut Patrialis menyatakan MK memahami pertimbangan pemerintah dan DPR dalam pembuatan Pasal 7 huruf r UU Pilkada. Pemerintah, katanya, mengharapkan dengan adanya Pasal 7 huruf r, maka kompetisi lebih adil dan fair dan mencegah politik dinasti.
"Menurut presiden, politik dinasti tidak lepas dari petahana. Petahana punya akses kebijakan dan anggaran serta secara alamiah melekat fasilitas dan tunjangan serta memiliki keunggulan program untuk memenangkan dirinya atau dinastinya. Sementara DPR menilai politik dinasti terjadi karena macetnya kaderisasi, sehingga anggota keluarga menjadi calon kepala daerah dan konteks masyarakat yang yang menginginkan adanya status quo," katanya.
Dari alasan pembuat UU, lanjutnya, MK menyadari betul bahwa pembentuk UU sejak semula sebagaimana dalam rumusan Pasal 7 huruf r, telah ada upaya pembatasan hak konstitusional kelompok tertentu, yakni warga negara yang punya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan dengan petahana. MK menilai Pasal 7 huruf r mengandung muatan diskriminatif yang memberikan perlakuan yang berbeda hanya berdasarkan status kelahiran dan kekerabatan.
"Dengan demikian, Pasal 7 huruf r bertentangan dengan Pasal 28 huruf J Ayat (2) UUD 1945 yang melarang adanya pembatasan hak konstitusional. Selain itu, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 3 Ayat (3) UU HAM dan melanggar prinsip civil liberties yang tertuang dalam International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) yang sudah diratifikasi," terangnya.
Hakim MK, Anwar usman menambahkan MK menilai pasal tersebut melanggar hak konstitusional warga negara untuk memperoleh hak yang sama dalam pemerintahan. Menurutnya, pasal tersebut akan sulit dilaksanakan oleh penyelenggara karena pemaknaan petahana dan konflik kepentingan diserahkan pada masing-masing penafsiran.
"Ini membuat tidak adanya kepastian hukum. Padahal itu menjadi penentu hak seseorang untuk jadi kepala daerah," pungkasnya.

Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 06:29 PM.


no new posts