Jakarta - Sejumlah pedagang yang sempat mengikuti Pekan Rakyat Jakarta (PRJ) di Senayan beberapa waktu lalu, mendatangi Balai Kota untuk meminta pertanggungjawaban dan menuntut ganti rugi kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat.
Namun, saat mereka datang ke Balai Kota, Djarot justru enggan menemuinya dan mereka hanya diterima oleh salah satu staf Djarot saja.
Menanggapi kedatangan para pedagang tersebut, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyatakan, seharusnya para pedagang itu datang dan meminta ganti rugi kepada penyelenggara
event PRJ. "Ya, penyelenggaranya
dong yang digugat. (Yang) Harus menggugat lapor polisi, harusnya, bukan Pak Djarot," kata Basuki di Balai Kota, Selasa (23/6).
Basuki mengatakan, para pedagang tersebut tidak bisa serta-merta menyalahkan Djarot. Justru, katanya, Djarot sudah berbaik hati dengan mengizinkan acara itu digelar, meski sebenarnya Djarot juga tertipu dengan ulah si penyelenggara.
"Pak Djarot berniat ingin membantu rakyat kecil, membantu PKL. Pak Djarot senang. Saya bilang ke Pak Djarot, Jakarta tidak bisa
tuh, Mas. Jakarta mesti banyak
suudzon-nya, karena tukang tipu dan sandiwaranya terlalu banyak," tegas Basuki.
Karenanya, kata Basuki, Djarot pun sudah menyepakati bahwa tahun depan tidak akan ada lagi kegiatan serupa.
Sementara itu, salah satu perwakilan pedagang yang datang ke Balai Kota, Kholidiawati mengatakan, dalam kegiatan PRJ Senayan tersebut, dirinya beserta para pedagang lain menyewa tenda yang harga per tendanya Rp 1 juta. Dengan menyewa dua tenda, berarti Lida, sapaan akrabnya, harus mengeluarkan dana sebesar Rp 2 juta. Alih-alih meraup untung, Lida mendapati beberapa peralatan elektronik miliknya mengalami rusak akibat listrik yang dialirkan ke
stand tak kuat voltasenya.
"Saya tidak meminta ganti rugi. Tapi, saya meminta uang saya kembali. Saya cuma satu hari (berdagang). Saya langsung tutup, karena tidak ada pengunjung. Semuanya tidak dikasih, air dan listrik tidak
dikasih. Sekali
dikasih (listrik) meledak freezer saya," katanya.
Lida sendiri mengaku berjualan makanan serta barang souvenir berupa tas dan dompet di acara tersebut. Ketertarikannya mengikuti PRJ Senayan yang digelar pada 30 Mei hingga 5 Juni 2015 tersebut karena mendengar kata PRJ. Ia menafsirkan ajang PRJ merupakan sebuah lumbung uang.
"Saya pernah ikut event di kelurahan, kecamatan, berhasil.
Nah, ketika ada kata PRJ, saya pikir itu akan lebih berhasil. Tapi bukannya untung, malah rugi, ruginya bisa jutaan. Karena busuk semua dagangan saya," pungkasnya.