FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Surat Pembaca Posting ataupun baca komentar,keluhan ataupun laporan dari orang-orang dengan pengalaman baik/buruk. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() Joice Tauris Santi Perekonomian Amerika Serikat yang terus membaik dan rencana pengetatan moneter membuat kurs dollar AS semakin perkasa terhadap mata uang lain. Bahkan, indeks dollar AS yang mengukur kinerja dollar AS terhadap mata uang lain terus menguat hingga dua pekan lalu, sempat mencapai di atas 100. Setelah penguatan ini, HSBC mengatakan, laju penguatan dollar AS sudah berakhir. Menurut data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, pada perdagangan Senin (23/3), kurs rupiah berada di level Rp 13.076 per dollar AS, sedangkan pada Jumat pekan lalu di level Rp 13.075 per dollar AS. HSBC menilai, penguatan kurs dollar AS sudah berakhir. Setidaknya ada lima hal yang membuat HSBC beranggapan bahwa penguatan sudah berakhir, antara lain indeks kejutan ekonomi di zona euro sudah melampaui indeks AS pada 2005. Indeks ini berbalik dari keadaan tahun 2004. HSBC juga beranggapan, para pejabat di AS mungkin akan mengabaikan penguatan kurs dollar AS jika perekonomian AS berkembang cukup cepat untuk menghasilkan inflasi yang mencukupi. Laju inflasi diperlukan untuk mendukung penguatan dollar AS. Namun, hal ini tidak terjadi. Ini terbukti dari bank sentral AS, The Fed, yang menurunkan target inflasinya. Alasan lain, hanya ada satu mata uang yang valuasinya di atas dollar AS, yaitu franc Swiss. Sejak Januari 2014, posisi dollar AS bergerak dari nomor 12 menjadi nomor 2 pada peringkat valuasi mata uang di dunia. Selain itu, posisi penguatan dollar AS baik di pasar spot maupun di pasar berjangka sudah merembet ke mana-mana dan hal ini menjadi hambatan dollar AS untuk terus menguat. HSBC juga memiliki data siklus pengetatan moneter The Fed dalam 30 tahun terakhir dan menemukan bahwa setiap saat setelah pengetatan tersebut, dollar AS melemah setelah naik. "Pernyataan HSBC ada benarnya untuk saat ini karena bank sentral AS pada rapat moneter terakhir memberikan pernyataan yang diindikasikan oleh pasar akan terjadi penundaan kenaikan suku bunga acuan. Mungkin ini strategi bank sentral AS untuk meredam pergerakan dollar AS yang sudah terlalu kuat terhadap mata uang dunia. Dollar AS yang terlalu kuat bisa berdampak negatif untuk perekonomian AS sendiri," ujar Kepala Riset Monex Ariston Tjendra. Akan tetapi, ujar Ariston, hal itu bukan berarti bank sentral AS tidak akan menaikkan tingkat suku bunga AS tahun ini. Bank sentral AS masih membuka kemungkinan tersebut dan paling tidak suku bunga AS dapat naik satu kali sebesar 25 basis poin. ,
Kebijakan pelonggaran moneter yang dilakukan bank sentral dunia lain memberikan bantuan bagi dollar AS untuk menguat sehingga The Fed tidak perlu terburu-buru menaikkan suku bunga acuannya. HSBC juga memberikan peringatan bahwa ada beberapa risiko yang dapat membuat dollar AS melambung lagi, antara lain runtuhnya yen Jepang karena "Negeri Sakura" tidak mengontrol mata uang mereka. Risiko lain yang bisa membuat dollar AS melambung adalah kolapsnya euro karena kekhawatiran pecahnya zona euro. Dollar AS juga dapat menguat jika ada undang-undang baru yang memaksa repatriasi pendapatan dari luar AS ke AS. Selain itu, krisis di negara berkembang karena penguatan dollar AS yang terlalu cepat. "Tekanan pelemahan terhadap kurs rupiah masih tetap ada karena masih terbuka kenaikan suku bunga acuan AS dan pasar masih mengevaluasi defisit neraca transaksi berjalan Indonesia. Pada akhir tahun 2015, kemungkinan kurs dollar-rupiah bisa stabil sekitar Rp 12.900 per dollar AS," lanjut Ariston. Sepak terjang investor Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin pagi ini dibuka fluktuatif menguat. Indeks naik 0,31 persen atau 17 poin ke level 5.460,23 pada pukul 09.31. Penguatan IHSG mengikuti bursa Asia. Indeks MSCI Asia Pasifik naik 0,6 persen, sedangkan Indeks Topix Jepang naik 0,7 persen. Pekan lalu, para investor asing di Bursa Efek Indonesia (BEI) membukukan penjualan senilai Rp 635,07 miliar. Dua pekan lalu, investor asing membukukan pembelian bersih Rp 490,10 miliar. Sepanjang pekan lalu, IHSG bergerak naik dan turun, tetapi berakhir dengan penguatan pada akhir pekan lalu meskipun tipis. Para pelaku pasar merespons positif rencana pemerintah untuk meredam penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS. Bank Indonesia juga mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) pada posisi 7,5 persen. Pertemuan bank sentral AS juga disambut baik para investor global karena belum akan terburu-buru menaikkan tingkat suku bunga acuan. Pada perdagangan di BEI, sektor yang paling banyak menguat adalah sektor aneka industri yang naik 0,48 persen, disusul sektor properti yang naik 0,47 persen. Sebaliknya, sektor agrobisnis turun paling dalam sebesar 0,47 persen, disusul sektor pertambangan yang turun 0,38 persen. Pada perdagangan hari ini, diperkirakan indeks akan berada pada rentang support 5.420-5.438 dan rentang resisten 5.451-5.461. Secara teknis, indikator teknikal, seperti RSI, Stochastic, dan William, masih terhambat kenaikannya. Pekan ini, diperkirakan indeks akan bertahan seiring dengan pembelian oleh para investor. Setelah pertemuan bank sentral AS, investor juga akan memperhatikan pidato Gubernur Bank Sentral Eropa (ECB) Mario Draghi. ECB sudah mulai membeli obligasi untuk menunjang perekonomiannya. Terkait:
|
![]() |
|
|