
Presiden Soeharto bersama Lee Kuan Yew. (Foto- Dewira/AFP/Getty Images)
Jakarta - Hubungan Indonesia dan Singapura mengalami pasang surut. Bahkan saat dua negara ini dimpimpin oleh dua sahabat karib; Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Lee Kuan Yew.
Kemarahan Presiden Soeharto terjadi saat pemerintah Singapura di bawah PM Lee memutuskan untuk mengeksekusi mati dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO-saat ini korps Marinir); Harun Said dan Usman Haji Mohammad Ali pada tahun 1968.
Hubungan Soeharto dengan Lee kian merenggang saat Singapura absen dalam pemungutan suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa Timor Timur pada 1975.
Namun setelah itu hubungan Lee dan Soeharto berlangsung mesra. “Dengan kejernihan pikirannya, Soeharto memilih untuk memandu jalan baru untuk hubungan Indonesia dengan Singapura,” kata Lee dalam buku “Pak Harto, the Untold Stories” seperti dikutip dari
Majalah Detik Edisi 171.
Ketika Soeharto dan Lee masih sama-sama berkuasa, komunikasi antar keduanya sangat intensif dan bisa melampaui sekat protokoler. Soeharto bisa berkunjung ke Singapura tanpa agenda khusus, melainkan hanya ingin bertemu dengan Lee. Begitu juga sebaliknya.
Lee pun banyak memuji Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto. Menurut dia Indonesia tidak bersikap seperti sebuah negara hegemoni. Indonesia tidak bersikeras pada pandangan dirinya, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan-kepentingan negara lain dalam Asean.
Sikap ini, kata Lee, membuat Indonesia diterima oleh anggota lainnya sebagai the first among equals atau yang terutama di antara yang sederajat.