s
Halaman 1 dari 2

Sarpin
Komjen BG Menang di Praperadilan
Jakarta - Putusan hakim Sarpin Rizaldi menggoncang hukum Indonesia. Ia tiba-tiba menyatakan penetapan tersangka sebagai objek sengketa praperadilan, hal yang bertolakbelakang dengan KUHAP.
"Putusan Sarpin bukan penemuan hukum tapi
unprofessional conduct alias bodoh atau kemasukan angin," kata mantan hakim agung Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja kepada detikcom, Jumat (20/2/2015).
Soal unprofessional conduct, Sarpin bukan pertama kalinya. Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Suko Harsono melakukan hal yang sama. Suko saat itu menjadi hakim tunggal kasus praperadilan Bachtiar Abdul Fatah dalam kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia. Atas penetapan itu, Bachtiar mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel. Pada 27 September 2012, Suko Harsono memutus penetapan tersangka Bachtiar tidak sah.
Atas putusan ini, Mahkamah Agung (MA) kebakaran jenggot. Menurut MA, hakim praperadilan tidak berwenang memutuskan sah tidaknya penyidik kepolisian dan kejaksaan menetapkan seseorang sebagai tersangka. Sebagai hukumannya, Suko pun dibuang ke Maluku dan kasus itu tetap diproses dan Bachtiar dkk tetap dihukum.
Masih soal unprofessional, 4 hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) juga pernah dijatuhi hukuman sanksi kode etik, bahkan lebih berat dari Suko. Mereka adalah Sutoto, Agus Iskandar, Noer Ali dan Bagus Irawan.
Agus-Noer-Bagus duduk dalam satu majelis dengan putusan mempailitkan Telkomsel atas permohonan PT Prima Jaya Informatika pada 14 September 2012. Lalu ditunjuklah Sutoto sebagai hakim pengawas kurator.
Selidik punya selidik, sengketa tersebut bukanlah sengketa kepailitan tapi sengketa perdata biasa. Untuk putusan pailit itu lalu diluruskan lewat putusan kasasi. Lantas bagaimana dengan nasib Agus-Noer-Bagus-Soetoto? Mereka berempat diberi hukuman sanksi tegas yaitu lisensi hakim pengadilan niaganya dicabut semua.
Next