6 Terpidana Dieksekusi
Jakarta - Berbagai cara dilakukan gembong narkoba Rani Andriyani (38) untuk menghindari timah panas eksekutor. Mulai kabur dari sel, menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan menyurati Jaksa Agung di menit-menit terakhir.
Rani dijatuhi hukuman mati karena menjadi kurir internasional bersama Ola dan Deni. Sekali antar, mereka bisa membawa berkilo-kilogram narkoba. Aksi Ola, Rani dan Deni terbongkar di Bandara Soekarno-Hatta pada 12 Januari 2000. Dari dalam koper dan tas yang dibawa Rani, petugas menemukan 3,5 kg heroin, sementara dari tas Deni diperoleh 3 kg kokain. Polisi menyasar rumah Ola di Bogor dan ditemukan 3,6 kg heroin.
Atas perbuatannya, Rani-Ola-Deni lalu diadili di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Hasilnya, pada Agustus 2000, majelis hakim sepakat menjatuhkan hukuman mati kepada ketiganya.
Mendapat hukuman mati, Rani berusaha kabur dari LP Wanita Tangerang bersama teman satu selnya, Angel dan Maya, pada 1 Desember 2000. Ia menggergaji jeruji besi jendela penjara selama 3 hari berturut-turut. Dari mana datangnya gergaji besi itu? Jangan tanyakan, di penjara semua hal bisa terjadi.
Setelah jeruji besi jendela jebol, mereka loncat. Apa lacur, kaki Rani tidak kuat menopang tubuhnya yang gemuk sehingga ia jatuh terkilir. Saking sakitnya, Rani berteriak dan terdengar sipir penjara. Adapun Maya dan Angel buru-buru ambil langkah seribu, membiarkan Rani kembali digelandang ke penjara dengan tertatih-tatih.
Gagal menghindari timah panas lewat jalan ilegal, kali ini Rani mencoba peruntungan lewat jalur resmi dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bersama Edith Yunita Sianturi, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, Rani meminta hukuman mati dilenyapkan dari bumi Indonesia. MK bergeming dan pada 30 Oktober 2004 menyatakan permohonan perkara Nomor 2/PUU-V/2007 ditolak untuk seluruhnya.
Setelah 14 tahun lolos dari hukuman mati, Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres No 27 G/2014 yang menolak grasi Rani. Jaksa langsung bergerak cepat dan memboyong Rani ke LP Nusakambangan untuk didor pada 18 Januari 2015. Di menit-menit terakhir inilah pengacara Rani, Safaruddin, mengirimkan surat ke Jaksa Agung untuk meminta penundaan eksekusi mati kliennya. Alasannya karena grasi Deni dan Ola --
partner in crime Rani -- dikabulkan Presiden SBY.
"Kami akan meminta kepada pengadilan untuk membatalkan Keppres tersebut dan memerintahkan Presiden untuk memberikan hak yang sama kepada Rani Andriani alias Melisa Aprilia sebagaimana yang telah diberikan kepada Merika Franola alias Ola dan Deni Setiawan Marhawan. Mohon agar Jaksa Agung untuk memberikan ruang hukum kepada setiap warga negara untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara yang telah di jamin dalam konstitusi," demikian surat Safrudin yang juga disebar ke wartawan, Jumat (16/1/2015).
Sebagaimana diketahui, Presiden SBY mengabulkan grasi Ola dan Deni dan mengubah hukuman menjadi penjara seumur hidup. Meski mendapat grasi, Ola masih melaksanakan aktivitas menjalankan roda bisnis dari balik penjara dan kini diadili lagi di PN Tangerang.