Ane bikin trit ini semata-mata buat menyadarkan kita semua, dan pemerintah khususnya bahwa negeri kita sudah seperti ini, dan agar kita lebih prihatin. Kalo cuma di koran doank, jarang yang baca. Jadi ane bantu nyebar lewat forum ini, kalo ada yang kurang berkenan ane minta maaf
Ane cuma share aja gan, ni berhubung ane di Semarang, jadi ane coba berbagi info yang beginian tentang sisi lain Semarang. Ane juga baru tau kok,
kan gak semua wilayah Indonesia terdistribusikan koran ini.
Yang minta pict ama contact person, sama gan, ane juga nyari itu,
[/spoiler]
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for peringatan:
[/quote]
Quote:
PERINGATAN!!!
Agan tidak akan menemukan foto dalam cerita di bawah ini, karena yang bersangkutan tidak mau dikenal/diketahui orang-orang, MALU yang jelas, jadi ane mohon maaf jika ada yang kurang puas dalam membaca trit ini.
Di koran Suara Merdeka hari ini (9/1) ane nemu ginian gan,
Quote:
SELAIN Sunan Kuning, di Semarang tidak ada tempat yang menyediakan jasa prostitusi secara terang-terangan. Namun bukan berarti tidak ada. Praktiknya dilakukan terselubung, entah itu berkedok panti pijat, spa, dan salon. Ada juga jasa esek-esek kelas atas di hotel berbintang. Bagaimana modus operandinya, siapa saja pelaku dan pelanggannya?
KALAU di Jakarta, kita akan gampang merujuk satu tempat esek-esek untuk kalangan atas. Sebut misal Alexis, Malioboro Hotel, Travel Hotel, dan Classic Hotel. Yang paling ngetop memang Alexis. Lokasinya di pinggir jalan raya menuju Ancol. Tidak hanya cewek lokal, tapi ada yang dari Uzbekistan, Vietnam, Thailand, Filipina, cungkok dan bule. Sekali masuk bisa menghabiskan jutaan hingga puluhan juta rupiah.
Bagaimana di Kota Semarang? Adakah bisnis esek-esek kelas atas? Ada, namun tak berani blak-blakan. Selain bisa berhadapan dengan hukum, di sisi lain menyangkut masalah sosial dan kultural.
Makanya terselubung, ada yang berkedok panti pijat, spa, salon, atau chek in di hotel berbintang. Meski modal duit segepok, boleh dikata susah-susah gampang. Susah kalau kita tidak mengetahui jaringannya. Tapi mudah jika kita sudah kenal induk semang atau penghubungnya. Dengan bantuan seorang teman, kami pun berusaha melakukan investigasi. Tak mudah memang, sebab mereka tak gampang percaya kepada orang yang belum dikenal.
Melalui Ponsel Namun berkat Dino, sebut saja demikian, kami bisa terhubung ke seorang induk semang wanita-wanita panggilan kelas atas tersebut. Kami tak berhadapan langsung dengan Novia, bukan nama sebenarnya. Kami tak tahu dia dimana. Komunikasi hanya melalui ponsel. Kepada Novia, kami minta �memesan� dua wanita berparas menawan.
�Ok, kami kirim beberapa foto ya, barangkali ada yang cocok,� balas Novia. Tak berapa lama, terkirim empat foto wanita cantik-cantik. Lengkap dengan nama, umur, tinggi badan, dan ukuran bra. Wajahnya sekelas pesinetron di layar kaca. Tarifnya Rp 1 juta hingga Rp 2 juta sekali main. Pilihan jatuh pada Agnes dan Laura, bukan nama sebenarnya. Masing-masing Rp 1,5 juta.
Karena ingin aman dari pantauan, kami diarahkan ke hotel berbintang, meski sebenarnya bisa mengikuti tempat sesuai keinginan pelanggan. Tapi Novia menyarankan hotel berbintang untuk menghindari kecurigaan. Kami menyetujui dan bergegas menuju ke salah satu hotel ternama.
Urusan hotel, seluruh biaya dibebankan kepada pelanggan. Dua kamar kami pesan. Kebetulan saat itu hunian pengunjung tak ramai, hingga bisa mendapat kamar bersebelahan di lantai tiga. Selama menunggu kedatangan Agnes dan Laura, hati kami dag-dig-dug. Suasana hati campur aduk. Maklum, kami hanya ingin melakukan investigasi saja, tidak yang lain-lain.
Film Transformer di lacar kaca, menjadi tak menarik ceritanya. Setengah jam berlalu. Tiba-tiba terdengar suara ketukan. Dari balik pintu berdiri seorang wanita dengan dandanan seksi. Amboi cantik nian. Rambutnya semiran dan tergerai panjang. Bodinya aduhai. Dia tersenyum dan mengulurkan tangan. �Saya Agnes. Maaf ya agak lama. Habis kelamaan nunggu Laura. Dia sudah masuk kamar sebelah kok,� katanya.