|
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() SAVE OUR EARTH : Hentikan Sekarang Juga Pencemaran Air ![]()
Quote:
Pencemaran air terjadi apabila dalam air terdapat berbagai macam zat atau kondisi (misal Panas) yang dapat menurunkan standar kualitas air yang telah ditentukan, sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu. Suatu sumber air dikatakan tercemar tidak hanya karena tercampur dengan bahan pencemar, akan tetapi apabila air tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tertentu, Sebagai contoh suatu sumber air yang mengandung logam berat atau mengandung bakteri penyakit masih dapat digunakan untuk kebutuhan industri atau sebagai pembangkit tenaga listrik, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga (keperluan air minum, memasak, mandi dan mencuci).
Quote:
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Kemanfaatan terbesar danau, sungi, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek wisata.
Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Penyebab Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi. Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air. Seperti limbah pabrik yg mengalir ke sungai seperti di sungai citarum ![]()
Quote:
Sumber penyebab terjadinya Pencemaran Air
Ada beberapa penyebab terjadinya pencemaran air antara lain apabila air terkontaminasi dengan bahan pencemar air seperti sampah rumah tangga, sampah lembah industri, sisa-sisa pupuk atau pestisida dari daerah pertanian, limbah rumah sakit, limbah kotoran ternak, partikulat-partikulat padat hasil kebakaran hutan dan gunung berapi yang meletus atau endapan hasil erosi tempat-tempat yang dilaluinya. Bahan Pencemar air Pada dasarnya Bahan Pencemar Air dapat dikelompokkan menjadi:
Telah Anda ketahui bahwa sumber air dikatakan tercemar apabila mengandung bahan pencemar yang dapat mengganggu kesejahteraan makhluk hidup (hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan) dan lingkungan. Akan tetapi air yang mengandung bahan pencemar tertentu dikatakan tercemar untuk keperluan tertentu, misalnya untuk keperluan rumah tangga belum tentu dapat dikatakan tercemar untuk keperluan lain. Dengan demikian standar kualitas air untuk setiap keperluan akan berbeda, bergantung pada penggunaan air tersebut, untuk keperluan rumah tangga berbeda dengan standar kualitas air untuk keperluan lain seperti untuk keperluan pertanian, irigasi, pembangkit tenaga listrik dan keperluan industri. Dengan demikian tentunya parameter yang digunakan pun akan berbeda pula. Sesuai dengan bahan pencemar yang terdapat dalam sumber air, maka parameter yang biasa digunakan untuk mengetahui standar kualitas air pun berdasarkan pada bahan pencemar yang mungkin ada, antara lain dapat dilihat dari:
Dapat menyebabkan banjir Erosi Kekurangan sumber air Kerugian Pencemaran Air Asian Development Bank menyebutkan, pencemaran air di Indonesia berpotensi menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun atau 2,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara. Hal itu terungkap dalam pada diskusi �Menyongsong Tahun Sanitasi Internasional 2008″, di Jakarta, Selasa (22/1). Pembicara dalam diskusi antara lain Direktur Pemukiman dan Perumahan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Budi Hidayat, mantan duta besar Millennium Development Goals (MDGs) untuk PBB di Indonesia, Erna Witoelar, Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Budi Yuwono, dan anggota Komisi VII DPR, Tjatur Sapto Edi. Budi Hidayat mengemukakan, perekonomian Indonesia mengalami dampak kerugian akibat pencemaran air, yang mencakup biaya kesehatan, biaya penyediaan air bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan tingginya angka kematian bayi. Erna menambahkan, persoalan sanitasi merupakan isu yang sangat penting, namun selalu luput dari perhatian. Persoalan Sanitasi erat hubungannya dengan persoalan-persoalan MDGs lainnya, sehingga jika pengolahan sanitasi selalu buruk, maka peningkatan lain seperti kemiskinan dan kematian anak juga tidak dapat berkembang. Dia mengemukakan, Program Pembangunan PBB (UNDP) menyebutkan bahwa hampir 50 persen penduduk di negara berkembang tidak memiliki akses pada sanitasi yang layak, sehingga hampir 70 persen air tanah perkotaan terkontaminasi oleh bakteri tinja yang parah. Sementara itu, Budi Yuwono, mengatakan, perhatian pemerintah daerah masih terpusat pada pembangunan-pembangunan ekonomi seperti prasarana jalan, sehingga perhatian mengenai sanitasi dikesampingkan. Ia juga menyadari masih terbatasnya pendanaan pemerintah untuk sanitasi serta rendahnya kepedulian mengenai sanitasi, baik dari pemerintah maupun masyarakat. �Hanya sekitar 55 persen masyarakat Indonesia yang mendapatkan pelayanan sanitasi secara baik, dan menempati peringkat ke-6 dalam pelayanan sanitasi di ASEAN, bahkan lebih rendah dari Myanmar,� ujarnya. Sedangkan kondisi tahun 2007, ungkapnya, sebesar 19,67 persen masyarakat Indonesia tidak memiliki akses untuk sanitasi, dan hanya 40,67 persen penduduk yang memiliki akses pembuangan ke septic tank. Sisanya, membuang tinja ke sungai, kebun, empang, dan di lubang-lubang seadanya. Dia mengingatkan, angka-angka tersebut sangat memprihatinkan karena sarana sanitasi merupakan kebutuhan terpenting dalam kehidupan sehari-hari setiap orang. Kurangnya perhatian dari pemerintah daerah dan kurang tepatnya regulasi dari pemerintah pusat, menjadikan permasalahan sanitasi tidak pernah menjadi wacana yang penting dalam masyarakat. Paradigma Pemerintah Kurangnya perhatian sanitasi lebih banyak dikarenakan paradigma pemerintah yang memiliki banyak prioritas, namun tidak satu pun dari prioritas itu mencantumkan mengenai sanitasi maupun lingkungan hidup. Padahal, kerugian �Pada kampanye presiden yang kemudian dijadikan sebagai landasan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) tidak ada satu pun poin yang membahas mengenai sanitasi, sehingga permasalahan tersebut tidak mendapat perhatian. Saya menilai, presiden tidak peduli pada lingkungan hidup,� katanya. Ia berpendapat, pemerintah masih melihat sanitasi sebagai bagian kecil dari infrastruktur. Padahal, sanitasi sesungguhnya adalah bagian tak terpisahkan dari pola hidup masyarakat yang bersih. Kondisi itu sesungguhnya terkait dengan kenyataan bahwa dalam 30 tahun terakhir, pemerintah Indonesia ternyata hanya menyediakan dana sekitar Rp 7,7 triliun untuk masalah sanitasi, atau berarti hanya sekitar Rp 200 per penduduk per tahun. Padahal, kebutuhan minimal demi akses sanitasi yang memadai sekitar Rp 47.000 per orang per tahun. Dalam tahun 2008, anggaran untuk infrastruktur Departemen Pekerjaan Umum sebesar Rp 36,1 triliun, namun hanya Rp 2,3 triliun yang dialokasikan untuk pembangunan air minum dan sanitasi. Dari jumlah itu, hanya Rp 500 miliar dialokasikan untuk sanitasi. Pada anggaran APBD pada umumnya, alokasi dana untuk pembiayaan sanitasi kurang dari dua persen. Hal tersebut memperlihatkan sangat sedikitnya perhatian pemerintah pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan salah satu target MDGs, yaitu perolehan akses untuk air bersih dan sanitasi yang layak. Pengendalian Pencemaran Air BPLHD pada tahun 2008 menangani 480 laporan dari 65 kegiatan industri di Jawa Barat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa Pemerintah Provinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air dan melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Kabupaten/Kota. Oleh karena itu dalam pengelolaan dan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas kab/kota diperlukan adanya koordinasi dengan kab/kota serta kerjasama dengan berbagai sektor terkait lainnya. Koordinasi dan Fasilitasi Pengendalian Pencemaran Air dengan kab/Kota serta stake holder terkait dilakukan untuk merumuskan suatu langkah/strategi dalam upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air serta untuk mensosialisasikan kegiatan/program pengendalian pencemaran air yang sudah dan sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi maupun oleh Kab/kota, serta rencana program kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. Pencemaran air sungai disebabkan oleh banyaknya air limbah yang masuk ke dalam sungai yang berasal dari berbagai sumber pencemaran yaitu dari limbah industri, domestik, rumah sakit, peternakan, pertanian dan sebagainya. Dalam rangka pengendalian pencemaran air sungai, diperlukan Pemantauan dan Evaluasi kualitas air sungai lintas di Jawa Barat dilaksanakan di 7 DAS yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Citarum, Cileungsi/Kali Bekasi, Cilamaya, Cimanuk yang bertujuan untuk mengetahui status mutu kualitas air sungai tersebut. Untuk tahun anggaran 2009 dilakukan penambahan 5 (lima) titik pantau yaitu 2 (dua) titik pantau pada aliran sungai Cilamaya, 2 (dua) titik pantau pada aliran sungai Cimanuk dan 1 (satu) titik pantau pada aliran sungai Cileungsi/Kali Bekasi. Penambahan jumlah titik pantau ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan akurat mengenai kondisi air sungai tersebut. Sesuai dengan amanat PP 82 tahun 2001 bahwa Penetapan kelas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi. Pada tahun 2006 BPLHD provinsi Jawa Barat telah menyusun naskah akademik Baku Mutu Air sungai Citarum dan pada tahun anggaran 2009 BPLHD Provinsi Jawa Barat melakukan kajian Naskah Akademik Kelas Air dan Baku Mutu Air Sungai Cilamaya, Cileungsi/Kali Bekasi dan Cimanuk. Berdasarkan hasil kajian tersebut pada tahun selanjutnya akan dibuat Perda Penetapan Kelas Air Sungai Cilamaya, Cileungsi/Kali Bekasi dan Cimanuk dan Perda Baku Mutu Air Sungai Citarum. Disamping itu juga diperlukan suatu Peraturan Gubernur mengenai koordinasi dan sinergitas/kesepakatan antara BPLHD provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota mengenai lokasi titik pantau pada DAS prioritas di Jawa Barat, sehingga pada tahun 2009 BPLHD Provinsi Jawa Barat memulai dengan menyusun rancangan peraturan Gubernur mengenai sinergitas pemantauan kualitas air sungai Citarum dan Cilamaya serta rancangan peraturan gubernur tentang baku mutu air limbah industri tekstil. Pencemaran Sungai Musi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu pada 2010 akan meneliti kualitas air Sungai Musi di Kabupaten Kepahiang, untuk mengetahui tingkat pencemaran dan perambahan hutan. �Kami mendapat dana dari APBN Rp500 juta untuk meneliti kualitas air Sungai Musi dan juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) badan lingkungan hidup di kabupaten/kota,� kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bengkulu Surya Gani. Penelitian kualitas air tersebut, karena bermuara di Sumatra Selatan, dan hulunya di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Kabupaten Rejang Lebong itu akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Musi di Kabupaten Kepahiang. �Kualitas air yang dipantau dan diteliti itu dari wilayah PLTA Musi sebenarnya juga untuk mengetahui tingkat perambahan kawasan hutan yang ada di hulu sungai,� katanya. Menurut dia, pencemaran air sungai bisa menjadi gambaran kondisi aktivitas yang terjadi di kawasan hulu sungai. Ia mencontohkan pencemaran air sungai Bengkulu yang banyak mengandung lumpur dan batu bara menandakan adanya aktivitas penambangan batu bara di hulu sungai tersebut. �Begitu juga nantinya dengan air sungai Musi bisa kita gambarkan kondisi di hulu sungai dan aktivitas rumah tangga yang ada di sempadan sungai,� jelasnya. Ia mengatakan pada umumnya air sungai Musi di Rejang Lebong dan Kepahiang masih bisa dikonsumsi oleh masyarakat setempat, namun pemantauan perlu ditingkatkan untuk mengetahui kondisi kawasan hulu sungai yang semakin terancam dengan penebangan pohon. Selain penebangan pohon, aktivitas ladang berpindah-pindah oleh masyarakat di hulu dan daerah aliran sungai juga mempengaruhi kualitas air Sungai Musi. �Masyarakat di dua kabupaten ini menggunakan air Sungai Musi untuk dikonsumsi karena masih bersih, tetapi kualitas air juga terancam dengan pembukaan hutan di hulu dan daerah aliran sungai,� katanya. Ia mengatakan kegiatan penghijauan oleh sejumlah pihak termasuk PT PLN sudah dilakukan di hulu sungai untuk menjaga debit air tetap normal serta mencegah pencemaran sebab air sungai yang mengalir ke Palembang, Sumatra Selatan tidak layak dikonsumsi langsung tanpa pengolahan karena tingkat pencemarannya amat tinggi |
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
|