Jakarta - Kengototan anggota DPR untuk memiliki gedung baru senilai Rp 1,164 triliun akhirnya disetujui dalam rapat paripurna dewan yang digelar Jumat (8/4). Sebelumnya, dua fraksi yaitu PDI Perjuangan dan Gerindra walkout menolak rencana pembangunan gedung yang ditentang masyarakat luas itu.
Presiden SBY, selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat pada Kamis kemarin (7/4) bahkan meminta Dewan Perwakilan Rakyat menghentikan rencana pembangunan gedung baru sehingga dana bisa dialihkan untuk kebutuhan lebih mendesak.
"Kalau tidak memenuhi standar kepatutan, agar ditunda dulu untuk dilakukan revisi, penyesuaian," ujar SBY, Kamis lalu(7/4). Ditambahkannya, "Bahkan barangkali kalau tidak sangat diperlukan, bisa ditunda dan dibatalkan."
Berbagai penolakan masyarakat terkait pembangunan gedung baru DPR seakan masuk telinga kanan keluar lewat telinga kiri. Sebagian besar anggota Dewan sudah putus urat malu mereka dan kehilangan rasa empati terhadap rakyat yang diwakili.
Sejumlah alasan dikemukakan para anggota dewan terhormat, antara lain ruang anggota DPR sudah tidak layak sebagai ruang kerja merangkap ruang menerima tamu. Alasan yang sungguh mengerikan!
Padahal, menerima tamu bisa dilakukan di banyak tempat di lingkungan DPR. Jika tamu anggota bersangkutan banyak, bisa diterima di ruang fraksi, cafetaria dan banyak tempat lain tanpa mengurangi kehormatan anggota DPR.
Mata mereka telah buta, telinga seakan tuli, saat masyarakat berteriak bahwa tidak ada korelasi antara luas ruang kerja dan kemewahan gedung, dengan produktivitas dan kinerja kerja para anggota dewan.
Mereka seakan tidak peduli, jika sebenarnya kepercayaan masyarakat kepada parlemen sangat rendah. Secara obyektif, dari 70 RUU dalam Program Legislasi Nasional 2010, DPR hanya berhasil mengesahkan 8 UU, padahal tugas utama anggota legislatif adalah membuat UU. Mereka bak tong kosong berbunyi nyaring, hanya riuh saat rapat tapi tidak menghasilkan manfaat apapun.
Kemunafikan kian merebak saat sejumlah anggota dewan yang semula berapi-api menolak rencana pembangunan gedung baru DPR, mendadak menjadi pendukung fanatik pada sidang paripurna Jumat (8/4).
Partai Demokrat selaku penguasa parlemen seakan menantang kebijakan sang Ketua Dewan Pembina, Presiden SBY, karena tidak mengikuti anjuran untuk menunda atau bahkan membatalkan rencana pembangunan gedung baru DPR. Bersama dengan sejumlah partai koalisi lain, mereka bahu-membahu menantang kebijaksanaan presiden serta keinginan rakyat.
Nudirman Munir, anggota Fraksi Partai Golkar, mengaku malu ketika harus menunjukkan ruangannya kepada beberapa bupati yang berkunjung karena pembantu para pejabat daerah tersebut memiliki ruangan lebih besar dari ruangan anggota dewan.
Ia harus turun ke masyarakat yang diwakilinya dan pasti akan mendengarkan suara mereka berkata, "Kami yang malu dengan perilaku anda!"
Suara rakyat adalah suara Tuhan. Begitu adagium politik yang pasti diketahui para anggota dewan terhormat. Menolak keinginan sederhana rakyat banyak berarti mengingkari perintah Sang Maha Kuasa. Namun apa daya, mereka telah menjadi 'tuhan' bagi diri mereka sendiri yang tak bisa diganggu gugat. Hasil kerja buruk, tapi merengek minta fasilitas mewah. Ternyata, kinerja dewan tak setinggi gedung baru DPR.
source