Wacana TNI boleh menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2014 menimbulkan pro dan kontra.
Wacana tersebut diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Cipanas, menjawab pertanyaan wartawan soal kemungkinan dikembalikannya hak suara TNI dalam Pemilu 2014.
Pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro mengungkapkan, polemik dari hak suara TNI ini tidak terlepas dari sejarah politik militer di Indonesia yang suram.
"Pertanyaannya mengapa TNI tidak dibolehkan menggunakan hak politiknya? Harus diketahui karena TNI punya sejarah yang tidak baik dalam keterlibatannya di politik," paparnya, Rabu (23/6/2010).
Menurutnya, dwifungsi ABRI lahir dalam situasi politik di era pemerintahan otoriter. "Era pemerintahan otoriter memaksa militer terlibat dalam politik sehingga melakukan dwifungsi rekrutmen anggota DPR/DPRD dan kepala daerah," jelas Siti.
Namun dalam perjalanannya, kekuatan militer ini justru dimanfaatkan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan sehingga menorehkan catatan sejarah buruk dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. "Maka sejak Pemilu 2004, TNI-Polri absen, begitu juga dalam rekrutmen di kepala daerah mulai berkurang," paparnya.
Ditutupnya ruang politik TNI-Polri, kata dia, karena sudah tidak sejalan lagi dengan semangat demokrasi. Di sisi lain, ingin menempatkan militer dalam tupoksinya sebagai kekuatan pertahanan negara. "Sekarang belum waktunya," tandas Siti saat ditanya kemungkinan dikembalikannya hak suara TNI dalam Pemilu 2014. "Pondasi demokrasi pascareformasi 1998 belum kokoh," imbuhnya.
www.tangerangonline.com