
10th March 2011
|
 |
Ceriwis Lover
|
|
Join Date: Feb 2011
Posts: 1,120
Rep Power: 38
|
|
Betapa Buruknya Komunikasi Politik Demokrat

Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com � Pasca-usulan hak angket pajak yang kandas di DPR, publik disuguhkan sebuah "drama" tentang koalisi partai politik. Sebuah tontonan yang melelahkan, mulai dari gonjang-ganjing evaluasi koalisi hingga perombakan kabinet (reshuffle).
Meski belum jelas betul ujung ceritanya, keterangan pers yang disampaikan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Rabu (8/3/2011) sore, seperti menyiratkan akhir "drama" ini: tidak ada reshuffle, setidaknya dalam waktu dekat ini.
�Untuk diketahui oleh rakyat Indonesia, hingga saat ini Presiden belum pernah secara resmi berbicara tentang dilaksanakannya reshuffle kabinet dalam waktu dekat, termasuk menyebut nama menteri yang akan diganti dan yang akan mengganti,� kata Sudi Silalahi.
Sehari sebelumnya, Selasa (7/3/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Staf Khusus Presiden Bidang Informasi dan Hubungan Masyarakat Heru Lelono membantah nama-nama calon menteri yang beredar di publik menyusul wacana reshuffle.
�Nama-nama yang beredar betul-betul dari publik. Tidak pernah Presiden mengatakan ingin mengganti ini dengan ini,� kata Heru.
Sementara itu, di luar Istana, sejumlah elite Partai Demokrat blak-blakan bicara soal perombakan kabinet. Selasa pekan ini, Ketua Departemen Keuangan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Muhammad Ikhsan Modjo didampingi Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla dan Sekretaris Departemen Pemajuan dan Perlindungan HAM DPP Partai Demokrat Rachlan Nashidik bicara kepada pers soal tawaran tiga kursi menteri kepada PDI-P. "Ketiga kursi menteri itu adalah Menko Kesra, Menteri Sosial, dan Menteri BUMN," kata Ihsan.
Sehari setelah itu, Ulil juga bicara kepada pers di Semarang, Jawa Tengah, soal perubahan komposisi kursi di kabinet. Ia menyebutkan, saat ini proses seleksi menteri terkait dengan rencana reshuffle kabinet sudah mulai dilakukan.
Menurut Ulil, jumlah menteri dari Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat serta partai koalisi yang lain akan mengalami perubahan. Partai Golkar dipastikan masih di dalam koalisi, sedangkan PKS kemungkinan masih dipertahankan, tetapi jumlah menterinya akan cukup banyak berkurang.
Hari ini, semua pernyataan di atas kembali dibantah Istana. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparinga mengatakan, Presiden masih melakukan evaluasi koalisi. "Presiden belum sampai pada perombakan pos-pos (kementerian) dan orang-orangnya," kata Daniel.
Presiden, ketika membuka Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Kamis (10/3/2011), menegaskan, dia tak ingin didorong-dorong dalam melakukan perombakan kabinet.
Buruk
Sikap dan tindakan politik Presiden Yudhoyono dengan sejumlah elite Partai Demokrat terasa tidak sinkron. Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti dan Yunarto Wijaya menyampaikan, hal ini menunjukkan betapa buruknya gaya komunikasi politik Partai Demokrat.
Politisi Partai Demokrat dinilai tak pandai membaca sikap politik SBY, yang tak lain adalah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. "Kalau buat saya, terlepas dari sebagian mereka adalah mantan politisi Partai Golkar, mereka menunjukkan betapa tidak profesionalnya Partai Demokrat dalam melakukan move-move politik. Ini kemudian menyebabkan citra Partai Demokrat merosot di mata banyak pihak, termasuk konstituen dan pengamat politik," kata Ikrar.
Ia berpendapat, pernyataan-pernyataan tiap-tiap politisi Partai Demokrat terkait perombakan kabinet pun membingungkan masyarakat. "Pernyataan Partai Demokrat membingungkan. Siapa yang bisa dipercaya untuk dijadikan pegangan? Apakah pernyataan Ruhut Sitompul, anggota Dewan Pembina, Ahmad Mubarok, Ketua Umum Anas Urbaningrum, atau Wakil Sekjen Saan Mustopa. Ini menjadikan problem internal Partai Demokrat menjadi muncul ke permukaan," kata Ikrar.
Terkait tak sinkronnya sikap Presiden dan Partai Demokrat, Yunarto mengatakan, ada dua indikasi yang mungkin terjadi. "Pertama, apakah Partai Demokrat yang berhalusinasi. Kedua, Pak SBY yang jangan-jangan memang melakukan negosiasi di belakang layar yang tidak diketahui Partai Demokrat," kata Yunarto.
"Saya lebih cenderung melihat Pak SBY melakukan negosiasi di belakang layar. Dalam arti, ada politik panggung belakang yang kadang kala tidak bisa ditangkap utuh oleh Partai Demokrat. Dengan demikian, terkesan ada gap (jarak) antara keputusan yang diambil Pak SBY dan Partai Demokrat," kata Yunarto.
Pernyataan Istana bahwa Presiden tak melakukan perombakan kabinet dalam waktu dekat telah menjatuhkan wibawa politik Partai Demokrat.
|
SUMBER
|