FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak meminta pengadilan menyita hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) soal susu formula yang mengandung bakteri Enterobacter sakazakii, bakteri yang bila menginfeksi bisa menyebabkan kematian pada bayi. Tingkat kematian bayi akibat bakteri yang bisa bertahan selama dua tahun di susu formula itu bisa mencapai 40 persen. "Kami minta penetapan Pengadilan Jakarta Pusat untuk eksekusi dokumen IPB, sehingga Komnas nanti umumkan sendiri," kata Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait saat dihubungi, Kamis 10 Februari 2011. David M.L. Tobing, yang mengajukan gugatan kasus susu formula ke Mahkamah Agung, juga meminta hal serupa. "Saya akan melakukan upaya paksa," kata David melalui sambungan telepon kemarin. Menurut David, Menteri Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta IPB tidak taat hukum dengan menolak mengikuti putusan MA. "Bagaimana masyarakat mau taat (hukum) kalau pemerintah saja tidak taat," ujarnya. Pada 26 April 2010, MA mengeluarkan putusan menghukum Menteri Kesehatan, BPOM, dan IPB untuk mempublikasikan nama-nama susu formula yang diduga mengandung bakteri tersebut. Perkara itu berawal dari gugatan David. Dia mengaku resah atas hasil laporan peneliti IPB, Sri Estuningsih, yang menemukan bahwa 22,7 persen dari 22 merek susu formula yang beredar pada 2003-2006 telah tercemar bakteri Enterobacter sakazakii, sejenis bakteri yang berpotensi menyebabkan diare, dehidrasi, hingga radang otak. Namun peneliti tak menyampaikan kepada masyarakat ihwal susu formula yang dimaksudkan. Dalam jumpa pers di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika kemarin pun, ketiganya berkukuh tak akan mengungkap nama-nama susu formula berbakteri itu. Kepala BPOM Kustantinah justru mengumumkan bahwa sejak 2008 hingga kini tidak ada susu formula yang beredar di Indonesia yang mengandung bakteri tersebut. Arist menilai Menteri Kesehatan, BPOM, dan IPB membohongi publik dan mengabaikan hak konsumen karena tak mengumumkan nama-nama susu formula berbakteri itu. �Mereka lebih berpihak kepada produsen susu,� ujar Arist. Baik Komnas Perlindungan Anak maupun David akan melaporkan ketiganya ke kepolisian. �Karena mereka telah membangkang putusan MA,� tutur Arist. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, pemerintah tak dapat mengungkap nama-nama susu formula yang tercemar itu karena Kementerian tak menerima hasil penelitian IPB. "IPB tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan penelitian tersebut ke Kementerian," kata dia. Adapun Kepala Kantor Kelembagaan dan Organisasi IPB, Dedi Muhammad T., mengatakan pihaknya belum menerima salinan putusan MA sehingga belum dapat melaksanakan putusan itu. Menurut Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo, putusan MA itu bermasalah. Sebab, kata dia, antara putusan dan pertimbangan terdapat hal yang berbeda. "Di pertimbangan disebutkan susu yang diduga mengandung bakteri. Tapi kemudian, di putusan, pihak tergugat harus mengungkapkan nama-namanya," ujarnya. l RIRIN AGUSTIA | AQIDA SWAMURTI | SUTJI DECILYA | JAYADI SUPRIADIN |
![]() |
|
|