Judul buku : Madilog: Materialisme, Dialektika, dan Logika
Penulis : Tan Malaka
Penerbit : Narasi, Yogyakarta
Terbit : pertama, 2010
Tebal : 568 halaman (hard cover)
Dalam karyanya madilog ini, Tan Malaka menuangkan berbagai macam pemikiran yang telah lama menggumpal dalam dirinya. Pemikiran yang murni dan keluar dari argumennya sendiri, tanpa dimanipulasi oleh pemikiran orang lain. Meskipun kadang juga diselingi dengan argumen pemikir barat, namun semua itu dilakukannya semata-mata hanya sebagai bahan untuk perbandingan tentang apa yang dituangkan dalam madilognya.
Langkah dan usaha yang dilakukan dalam penulisan karya ini sebagai salah satu jiwa nasionalisme dan sebafai cara untuk mencerdaskan dan memajukan generasi muda untuk mencipta dan membangun bangsa-negara yang benar-benar merdeka seratus persen. Merdeka secara ekonomi, sosial dan politik.
Secara singkatnya Tan Malaka menjadikan madilog-nya sebagai suatu "jembatan keledai" (ezelsbrug-getje) dari tiga kata yaitu materialisme-dialektika-logika. Jadi dalam karyanya ini, Tan Malaka mampu dan sengaja memadukan tiga konsep tersebut menjadi satu kesatuan yang
saling melengkapi, dan tidak akan mampu untuk dipisahkan. Sehingga mampu untuk menciptakan genarasi yang mampu untuk berfikir dan menatap masa depan serta berdedikasi tinggi.
�Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933)�
�Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933)�.
�Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana Bung Karno dan Ir Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie.��Bagi Yamin-yang kemudian bergabung dengan Tan dalam kelompok Persatuan Perjuangan-Tan tak ubahnya Bangsa Amerika Serikat, Thomas Jefferson dan George Washington: merancangkan Republik sebelum kemerdekaannya tercapai�
"W.R. Supratman sudah membaca seluruh buku Massa Actie itu," kata Hadidjojo. Muhammad Yaminlah yang memaksa Sugondo memberikan waktu bagi Supratman memainkan lagu ciptaannya di situ. Lalu bergemalah lagu Indonesia Raya, lagu yang terinspirasi dari bagian akhir Massa Actie"
"Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu, dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putra tanah Indonesia tempat darahmu tertumpah�
�Ia hidup dalam pelarian di 11 negara. Ia memiliki 23 nama palsu. Ia diburu polisi rahasia Belanda, Jepang,
Inggris dan Amerika Serikat�.
�Ketika memperingati sewindu hilangnya Tan Malaka pada 19 Februari 1957, Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution mengatakan pikiran Tan dalam Kongres Persatuan Perjuangan dan pada buku Gerpolek (Gerilya Politik Ekonomi) menyuburkan ide perang rakyat semesta. Perang rakyat semesta ini, menurut Nasution, sukses ketika rakyat melawan dua kali agresi Belanda. Terlepas dari pandangan politik, ia berkata, Tan harus dicatat sebagai tokoh ilmu militer Indonesia. �
�....jika saya tiada berdaya lagi, maka saya akan menyerahkan pimpinan revolusi kepada seorang yang telah mahir dalam gerakan revolusioner, Tan Malaka. (testamen Soekarno)�
�Di seputar Proklamasi, Tan menorehkan perannya yang penting. Ia menggerakkan para pemuda ke rapat raksasa di Lapangan Ikada (kini kawasan Monas), 19 September 1945. Inilah rapat yang menunjukkan dukungan massa pertama terhadap proklamasi kemerdekaan yang waktu itu belum bergema keras dan "masih sebatas catatan di atas kertas". Tan menulis aksi itu "uji kekuatan untuk memisahkan kawan
dan lawan". Setelah rapat ini, perlawanan terhadap Jepang kian berani dan gencar�.
Ketua Partai Komunis Indonesia, D.N. Aidit, mengatakan sumber kegagalan pemberontakan 1926 antara lain kurang persiapan dan minim koordinasi. "Tapi, selain itu, ada orang seperti Tan Malaka, yang tidak melakukan apa pun, hanya menyalahkan setelah perlawanan meletus," kata Aidit. Dia juga menyebut Tan sebagai Trotskyite, pengikut Leon Trotsky (lawan politik Stalin), "sang pemecah belah".
Tan Malaka adalah Che Guevara Asia � Harry Poeze (penulis gigih Biografi Tan Malaka)
Dari Penjara Ke Penjara"
Spoiler for open this:
Quote:
Quote:
[spoiler=open this] for Review Singkat:
TAN MALAKA : DARI PENJARA KE PENJARA
"Siapa ingin merdeka, harus bersedia dipenjara ..."
Penulis: Tan Malaka
Harga: Rp 68.000,-
Harga Deltabuku: RP 63.000,-
Ukuran: 20,5x14,5x2,3, 530gr
Jlh Hlm. : 560 hlm. (SC)
"Buku ini saya beri nama Dari Penjara ke Penjara. Memang saya rasa ada hubungan antara penjara dengan kemerdekaan sejati. Barangsiapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan diri-(nya) sendiri." (Tan Malaka)
Tan Malaka menulis buku Dari Penjara ke Penjara dalam dua jilid terpisah. Jilid pertama menuturkan tentang pergulatannya di penjara Hindia - Belanda dan Filipina. Sedangkan jilid kedua, menceritakan tentang "perjalanan"-nya dari Shanghai, Hongkong, hingga kembali ke tanah air. Dalam buku ini, kedua jlid tersebut dirangkum menjadi satu.
Meski berada di balik jeruji, Tan Malaka tetap berusaha "mendobrak" semangat perjuangan rakyat Indonesia. Baginya, barangsiapa yang ingin menikmati hakikat kemerdekaan secara utuh, maka harus ikhlas dan tulus menjalani pahit serta getirnya hidup terpenjara ....
Tentang Penulis:
Tan Malaka lahir di Suliki, Sumatera Barat pada tahun 1897. Setelah tamat sekolah, ia melanjutkan pendidikannya di Harleem, Belanda pada tahun 1913. Enam tahun kemudian ia kembali ke Indonesia untuk menjadi guru bagi anak-anak kaum buruh perkebunan di Sumatera. Pada tahun 1921, ia mulai dekat dengan kehidupan politik. Sejak saat itu, ia terlibat aktif dalam aksi-aksi mogok ataupun perlawanan buruh di beberapa tempat. Akibatnya, ia sempat dibuang ke Kupang di tahun 1922. Selain itu, ia juga sempat meloloskan diri ke Filipina dan Singapura. Kabarnya, ia ditembak mati pada tanggal 19 Februari 1949 saat sedang memimpin aksi melawan agresi Belanda.
Quote:
utk pemesanan/ info: pm ane or sms 08994545573 (arief)