FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
http://www.pikiran-rakyat.com/node/194121
Jumat, 29/06/2012 - 19:09 BANDUNG, (PRLM).- Keputusan pemerintah menetapkan kenaikan harga gas industri sebesar 50% secara bertahap dinilai masih sangat memberatkan industri. Ratusan industri pengguna gas diprediksi terancam bangkrut jika kebijakan tersebut diberlakukan. Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat (Jabar), Deddy Widjaya, di Bandung, Jumat (29/6). Menurut dia, kenaikan harga gas industri sebesar 50% akan mendongkrak biaya produksi sebesar 10%-15%. "Walaupun bertahap, kenaikan harga gas industri sebesar total 50% sangat memberatkan. Efeknya cukup besar. Bagi industri-industri yang tidak dapat bertahan, tidak tertutup kemungkinan akan gulung tikar," ujarnya. Jika hal terburuk itu terjadi, lanjut Deddy, dipastikan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. "Itu berarti ribuan buruh terancam kehilangan pekerjaannya. Dampaknya, tingkat pengangguran bertambah," tutur Deddy. Ia mengatakan, potensi tersebut sangat mungkin terjadi karena dengan kenaikan harga gas akan menaikkan beban biaya produksi. Kondisi ini dipastikan akan mendorong industri untuk menaikkan harga jual produknya. Di sisi lain, kenaikan harga jual dipastikan akan menggerus daya beli masyarakat termasuk daya saing industri lokal. "Kalau harga jual naik, daya saing produk industri lokal pasti kalah oleh produk impor yang semakin banyak membanjiri pasar lokal. Di pasar internasional, produk kita juga akan sulit bersaing dengan produk dari negara lain," ujar Deddy. Industri yang akan sangat terpengaruh kenaikan harga gas, menurut dia, diantaranya adalah industri makanan, minuman, keramik, kaca, perhotelan, dan restoran. Saat ini di Jabar ada ratusan industri makanan dan minuman serta puluhan industri keramik. "Idealnya, kenaikan harga gas industri tidak lebih dari 20%. Kalau lebih, multiflier effectnya akan sangat besar," tutur Deddy. Ia menilai, seharusnya komoditas yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, khususnya energi, kebijakan harganya ditetapkan melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Gas juga termasuk komoditas yang merupakan hajat hidup orang banyak," tuturnya. Oleh karena itu, menurut Deddy, Apindo berencana melakukan audiensi dengan DPR dan pemerintah untuk menyampaikan keberatan atas besaran kenaikan harga gas industri tersebut. "Kami siap memberikan pandangan dan saran kepada pemerintah mengenai efek kenaikan harga gas industri," katanya. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar, Herman Muchtar, juga mengaku keberatan dengan besaran kenaikan harga gas tersebut. Menurut dia, kenaikan harga gas industri sebesar 50% akan mendongkrak biaya operasional hotel sebesar 7%. "Kebutuhan gas bagi industri perhotelan mencapai 10%-15% porsi biaya operasional," katanya. . Untuk menutupi besaran kenaikan harga gas tersebut, menurut dia, tisak tertutup kemungkinan industri perhotelan akan menaikan tarifnya. Namun, itu hanya akan dilakukan oleh hotel dengan okupansi tinggi. "Untuk hotel dengan okupansi rendah, pasti akan sulit menaikkan tarif. Hanya beban operasional yang akan bertambah dan memberatkan pengusaha," katanya. Secara nasional, industri perhotelan menggunakan hingga 12 juta kubik gas per bulan. Seperti diberitakan "PRLM" sebelumnya, untuk menyelesaikan kisruh kenaikan harga gas industri, pemerintah memutuskan besaran kenaikan sebesar 50%. Kenaikan harga dilakukan bertahap, 35% mulai 1 September dan akan kembali naik sebesar 15% pada 1 April 2013. Kisruh gas industri tersebut bemula dari keputusan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang menaikkan harga sebesar 55% terhitung mulai 1 Mei. Kenaikan harga tersebut ditangguhkan karena industri keberatan dengan kenaikan harga yang dinilai terlalu tinggi. (A-150/A-89 |
![]() |
|
|