FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
VIVAnews - Wacana Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melibatkan organisasi massa dalam pengawasan bahan bakar bersubsidi dinilai sesuatu yang aneh dan pantas dipertanyakan. Pengamat energi Sofyano Zakaria mengatakan, jika pengawasan BBM bersubsidi diserahkan kepada pihak lain, khususnya terhadap mereka yang tidak memiliki kewenangan secara hukum dalam pengawasan, maka rencana tersebut merupakan sesuatu yang aneh. "Fungsi pengawasan terhadap distribusi BBM bersubsidi merupakan domain BPH Migas yang diamanatkan oleh UU 22 tahun 2001 tentang Migas," kata Sofyano kepada VIVAnews.com, Sabtu 19 Mei 2012. Pendiri Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini mengatakan, jika BPH Migas melibatkan pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan BBM bersubsidi, bisa dimaknai sebagai sikap ketidakpercayaan terhadap institusi hukum. "Ini dapat pula dimaknai sebagai ketidakmampuan BPH Migas dalam melakukan fungsi dan tugas pengawasan BBM bersubsidi," katanya. Menurut dia, pengawasan terhadap penyelewengan BBM bersubsidi sudah dilakukan oleh banyak pihak yang memiliki kewenangan pengawasan dan penindakan, seperti kepolisian, kejaksaan, maupun lembaga yang lain. Karena itu, rencana BPH Migas melibatkan ormas dapat dinilai kontraproduktif dan berpotensi hanya menghamburkan anggaran pemerintah saja. Sebelumnya, anggota Komite BPH Migas, Fahmi Harsandono, mengatakan, pihaknya akan memantau ketat kuota BBM subsidi tahun ini agar tidak melebihi kuota 40 juta kiloliter. "Ormas-ormas dan OKP (organisasi kepemudaan) akan kami gandeng untuk melakukan pengawasan BBM subsidi, tujuannya agar BBM subsidi tepat sasaran tidak diselundupkan ke industri, tambang, dan perkebunan," kata Fahmi dalam dialog publik, Rabu lalu. Namun, rencana menggandeng ormas sampai saat ini masih terkendala soal gaji. "Kami sudah ajukan sekian juta untuk gaji ormas yang akan kami gandeng untuk melakukan pengawasan BBM," ujar Fahmi. Anggota Komite BPH, Migas Ibrahim Hasyim, menjelaskan, ide itu semata untuk membantu pengawasan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Namun, rencana itu sejauh ini baru dibahas di BPH Migas, belum ada yang kongkret. Terlebih jika perlu membayar honor untuk mereka "Rencana itu kan belum dilakukan," ujarnya, Minggu, 20 Mei 2012. Ibrahim menjelaskan, dengan adanya disparitas harga, banyak pihak yang ingin memanfaatkan penggunaan bensin premium bersubsidi, terutama untuk kebutuhan komersil. Untuk mencegah penyalahgunaan, pemerintah juga telah membentuk semacam tim pengendalian BBM bersubsidi yang terdiri dari berbagai pihak. Untuk pengawasan sendiri ditugaskan kepada BPH Migas. Tim tersebut melibatkan semua unsur, aparat pengawasan baik di pusat hingga tingkat bawah. "Misalnya dari kepolisian hingga tingkat Polsek," ujarnya. Saat ini, BBM bersubsidi hanya dijual Rp4.500 per liter. Jauh dibandingkan bahan bakar industri dan luar negeri yang harga pasarnya sudah di atas Rp9.000 per liter. Hal inilah yang memicu penyelundupan BBM. Ibrahim menjelaskan, cara pengawasan yang dilakukan BPH Migas adalah cara terbuka dan tertutup. Ada beberapa daerah, yang dicurigai, perlu pengawasan secara tertutup. Sebab, penyalahgunaan bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti membesarkan kapasitas tangki, berulang kali ke SPBU untuk membeli bensin bersubsidi. "Jadi, saya berharap rakyat juga ikut mengawasi. Ada yang mengatakan BBM merupakan hak rakyat, untuk itu kita jaga ramai-ramai," katanya. Selama ini, operasi pengawasan pengendalian BBM bersubsidi terdiri atas berbagai macam unsur terkait, seperti Kepolisian, TNI, Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Mereka tergabung dalam Satgas Pengawasan dan Pengendalian BBM Bersubsidi. Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, Andi Noorsaman Someng, pernah mengumumkan angka kerugian penyalahgunaan BBM mencapai Rp111 miliar. Estimasi kerugian ini terlihat dari nilai barang bukti temuan Satgas yang telah ditindak. Barang itu terdiri atas 619.300 liter Solar senilai Rp5,9 miliar, 24.800 liter Premium (Rp233 juta), 600 liter minyak tanah (Rp5 juta), dan 250,1 juta liter minyak bakar jenis MFO (marine fuel oil) senilai Rp105 miliar. "Ini semua BBM yang disimpangkan," kata dia, Selasa 8 Mei 2012. Selain itu, Satgas merilis estimasi nilai barang bukti yang dihimpun selama Januari-April, yaitu minyak tanah senilai Rp1,1 miliar, Solar (Rp3,4 miliar), dan Premium (Rp890 juta). Barang bukti tersebut didapatkan Satgas dari 218 kasus yang terjadi dalam periode tersebut dan kini beberapa di antaranya dalam tahap persidangan di berbagai pengadilan negeri. SUMBER Terkait:
|
![]() |
|
|