FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
|||
|
|||
![]()
HIZBUT TAHRIR NEO-MU'TAZILAH
Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Di hadapan saya ada dua pertanyaan, keduanya bertemu pada satu titik. Yaitu tentang Hizbut Tahrir. Pertanyaaan Pertama : Saya telah membaca tentang Hizbut Tahrir dan saya mengagumi banyak pemikiran mereka. Kami menginginkan agar anda menerangkan atau memberi faidah kepada kami tentang sekelumit kelompok ini? Pertanyaan Kedua: Berbicara sekitar persoalan diatas, tetapi penanya meminta kepada saya penjelasan yang luas tentang Hizbut Tahrir. Tujuan-tujuan serta pemikiran- pemikirannya. Apakah dia menyimpang dalam hal aqidah ? Sebagai jawaban dari dua pertanyaan ini , saya katakan: Sesungguhnya kelompok atau perkumpulan Islam mana saja yang tidak tegak di atas kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wassalam serta di atas manhaj salafus shalih tentu ia dalam kesesatan yang nyata! tidak diragukan lagi, bahwa kelompok mana saja yang tidak tegak di atas tiga sumber ini akhirnya hanyalah kerugian belaka. Sekalipun sangat ikhlas ia dalam dakwahnya. Pembahasan saya (Albani) sekarang ini, adalah tentang jama'ah-jama'ah islam yang seharusnya menjadi jama'ah yang ikhlas karena Allah saja, dan menjadi penasehat bagi umat. Sebagaimana telah datang penjelasannya dalam sebuah hadits shahih. Spoiler for Riwayat Muslim dari hadits Tamim ad-Daari:
Yang demikian itu karena perkara ini adalah sebagimana yang difirmankan oleh Rabb kita dalm Al-Qur'an al-Karim: Spoiler for (Al-Ankabut :69):
Maka barangsiapa yang jihadnya karena Allah di atas kitabullah dan sunnah rasulullah serta di atas manhaj salafus shalih, niscaya orang yang demikian termasuk orang-orang yang dikatakan dalam firman Allah : Spoiler for (Muhammad :7):
Jadi manhaj shalafus shalih ini merupakan pokok agung yang seharusnya setiap jama'ah Islam berada di atasnya dalam menegakkan dakwah. Berdasarkan pengetahuan saya terhadap semua jama'ah serta kelompok yang ada sekarang ini di negeri-negeri Islam, maka akan saya katakan bahwa sesungguhnya mereka semuanya kecuali jama'ah yang satu (saya tidak mengatakan: "Kecuali (kelompok/hizb yang satu) karena jama'ah ini tidaklah bertahazub (berbuat hizbiyah) tidak pula berkumpul dan berfanatik kecuali kepada pokok-pokok yang telah disebutkan tadi yaitu Kitabullah, Sunnah Rasulullah dan Manhaj Salaf. Saya mengetahui dengan baik bahwasanya semua jama'ah selain jama'ah ini tidak menyeru kepada pokok yang ketiga (yaitu Manhaj Salaf), padahal (pokok itu) adalah asas yang kuat. Mereka hanya menyerukan (agar orang kembali) kepada al-Kitab dan Sunnah saja tanpa menyerukan keduanya (agar orang berpijak) kembali pada manhaj Saalafus Shalih. Dan sebenarnya akan menjadi terang bagi kita arti penting dari qaid (syarat pengikat) yang ketiga ini manakala kita perhatikan nash-nash syar'i yang berasal dari nabi, baik berupa kitab (al-Qur'an) maupun sunnah. Dalam kenyataan, jama'ah-jama'ah Islam modern bahkan firqah-firqah Islam, dari sejak dimulainya penyimpangan di antara jama'ah-jama'ah Islam pertama yaitu sejak hari keluarnya Khawarij menentang Amirul mu'minin Ali bin Abi Thalib dan sejak mulainya Al-Ja'ad bin Dirham berdakwah dengan dakwah mu'tazilah dan sejak munculnya firqah-firqah lain yang sudah dikenal nama-namanya semenjak dahulu namun yang sekarang diperbaharui nama-namanya dengan nama-nama yang baru. (kenyataan dari) semua firqah ini, baik firqah yang dahulu maupun yang sekarang, tidak terdapat satu firqah pun(di antaranya) yang mengatakan dan menyuarakan dia berada di atas manhaj salafus shalih. Firqah-firqah ini dengan segala perbedaan/perselisihan yang ada di antara mereka, baik dalam masalah hukum maupun furu'(cabang), mereka semua sama-sama mengatakan : Kami berada di atas (pijakan) Al-Kitab dan as-Sunnah" akan tetapi mereka berbeda dengan kita katakan yang mana perkara tersebut justru merupakan kesempurnaan dakwah kita. yaitu perkataan dan di atas manhaj shalafus shalih. Berdasarkan kenyataan ini, siapakah yang akan menghukumi (manakah yang paling benar) di antara firqah-firqah ini. Yaitu firqah-firqah yang secara pengakuan dan secara dakwah paling tidak berintima' (menisbatkan diri) kepada al-Kitab dan as-Sunnah? hukum apakah yang bisa digunakan untuk menentukan kata putus di antara mereka sedangkan mereka semuanya mengatakan di atas kalimat yang satu? jawabnya tidak ada jalan untuk menghukumi bahwa satu jama'ah di antara mereka itu berada di atas kebenaran (al-Haq) kecuali jika dia menisbatkan diri (intima') kepada manhaj Shalafus shalih. Di sini, seperti yang dikatakan di zaman sekarang menjadi tanda tanya yang terlontar pada diri sendiri. Yaitu dari manakah kita mendatangkan kalimat tambahan : "dan di atas manhaj salafus shalih ?" Jawabnya, sesungguhnya kita mendatangkannya dari kitabullah, sunnah Rasulullah dan dari apa yang ditempuh oleh para imam salaf, baik dari kalangan sahabat, tabi'in maupun pengikutnya yang mengikuti mereka dengan baik dari kalangan Ahlu Sunnah Wal Jama'ah seperti halnya yang mereka katakan sekarang. Yang paling pertama adalah firman Allah : Spoiler for (An-Nisaa :115):
Firman Allah (pada ayat diatas) : Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, dihubungkan dengan firman Allah : Dan barangsiapa yang menentang Rasul, maka seandainya ayat ini berbunyi ; (Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, Kami biarkan dia leluasa dalam kesesatan yang telah menguasainya itu lalu Kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali) tanpa firman Allah (dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin) tentu ayat ini menunjukkan benarnya firqah- firqah yang dahulu maupun yang sekarang. Sebab mereka semua mengatakan: "Kami berjalan pada rel al-Kitab dan Sunnah"! sekalipun secara pengalaman mereka (sebenarnya) tidak berpegang teguh kepada al-Qur'an dan as-Sunnah. Karena mereka tidak mengembalikan masalah-masalah yang mereka selisihkan kepada Al-Kitab dan Sunnah. Sebagaimana yang Allah ta'ala firmankan: Spoiler for (An-Nisaa:59):
Jika anda mengajak salah seorang dari kebanyakan ulama dan dai-dai mereka (supaya kembali) kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya ia akan berkata : "aku hanyalah mengikuti madzhabku" Dimana orang ini mengatakan :"Madzhabku Hanafi", sedangkan yang satu itu mengatakan "Madzhabku Syafi'i..." dan begitulah seterusnya. Mereka mendudukkan taqlid (sikap mengekor) mereka kepada imam-imamnya sama dengan kedudukan ittiba' terhadap kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. dengan demikian apakah mereka berarti telah merealisasikan ayat ini ? tidak, sama sekali tidak. Berdasarkan kenyataan ini, lalu apakah gunanya pengakuan mereka bahwasanya mereka berada di atas al-kitab dan as-sunnah selama secara amaliyah (pengamalan) mereka tidak merealisasikannya ? Ini adalah contoh yang tidak saya maksudkan untuk orang-orang taqlid (awam). Tetapi yang saya maksudkan adalah para dai islam yang seharusnya tidak menjadi orang-orang taqlid yang lebih mendahulukan pendapat para imam yang tidak maksum daripada firman Allah dan sabda Rasul-Nya yang maksum. Dengan demikian tidaklah Allah menyebut kalimat itu di tengah-tengah ayat secara sia-sia, tetapi kalimat itu disebut untuk menanamkan suatu asas dan membuat suatu kaidah. Yaitu bahwa kita tidak boleh menyerahkan pemahaman Al-Kitab dan As- Sunnah kepada akal kita yang serba ketinggalan zaman dan (serba) terbelakang dalam pemahaman. Kaum muslimin hanyalah benar-benar dikatakan mengerti mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah secara mendasar dan sesuai dengan kaidah, bila disamping berpegang pada Al-Kitab dan as-Sunnah juga berpegang pada apa yang ditempuh oleh salafus shalih. Sebab ayat ini mengandung nash bahwa kita wajib untuk tidak menyelisihi dan tidak menentang rasul. Sebagaimana juga mengandung ketentuan agar kita tidak menyelisihi jalannya kaum mukminin. Artinya kita wajib mengikuti (ittiba' kepada) Rasul dan tidak menentangnya. Begitupula kita wajib mengikuti jalannya kaum mukminin dan tidak menyelisihinya. Dari sinilah pertama-tama kami katakan, bahwa setiap kelompok atau setiap jama'ah islamiyah wajib melakukan pembetulan asas geraknya. yaitu dengan cara berpegang teguh kepada Al-Kitab dan Sunnah serta pemahaman Shalafus Shalih. Tetapi sayang sekali ikatan syarat (yang terakhir) ini yakni (pemahaman salafus shalih) tidak diambil oleh hizbut tahrir, tidak pula oleh ikhwanul muslimin dan tidak pula oleh kelompok- kelompok Islam semisal mereka. Adapun kelompok-kelompok yang terang-terangan mengumumkan perang terhadap Islam seperti Partai Ba'ats dan Partai Komunis maka bukan disini sekarang pembicaraannya. Jika demikian halnya, maka sepatutnya setiap muslim laki-laki dan perempuan mengetahui bahwa suatu garis jika sudah bengkok sejak dari pangkalnya maka garis bengkok itu akan semakin menjauh dari garis yang lurus. Setiap kali telapak kaki melangkah pasti langkahnya semakin bertambah menyimpang. Garis lurus itu adalah (garis) yang dikatakan oleh Allah Rabbul' Alamin dalam Al-Qur'anul Karim : Spoiler for (Al-An'am :153):
Ayat mulia ini jelas dan qathi' dalalah (pasti penunjukannya) sebagimana yang menjadi kesukaan serta ciri khas Hizbut Tahrir di antara kelompok- kelompok yang ada dalam dakwahnya, risalah-risalahnya dan ceramah- ceramahnya. Dikatakan qathi' dalalah, karena ayat itu menyatakan bahwa jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah itu hanya satu. Sedangkan jalan-jalan lain adalah jalan-jalan yang akan menjauhkan kaum muslimin dari jalan Allah. ---Post #1 of 4--- |
![]() |
|
|