FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Moto GP Para pecinta MOTO GP berkumpul dan membicarakan hobbynya disini. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Dua pebalap dari tim Yamaha Movistar Jorge Lorenzo (kanan) dan Valentino Rossi (kiri) naik podium setelah finis urutan 1-2 di Grand Prix Catalunya, Spanyol, 14 Jni 2015 (AFP Photo/Lluis Gene) Saya mengira jeda musim panas akan memberi kesempatan sejenak untuk melepaskan pikiran dari paruh pertama kejuaraan MotoGP yang dramatis. Kita sudah melihat kebangkitan Ducati yang ditunggu lama, dan era penuh masalah bagi juara dunia Marc Marquez. Namun yang lebih menarik perhatian adalah Valentino Rossi yang menggenggam peluang terbesarnya sejak 2009 untuk menjadi juara dunia. Jadi ketika masuk libur musim panas, saya sudah siap mengganti tenaga kuda dengan tenaga matahari sebelum babak terakhir kejuaraan dunia, dengan dimulainya lagi pertarungan sengit dari Indianapolis akhir pekan ini. Balapan nanti menjadi awal dari sembilan grand prix dalam hanya 14 pekan untuk menentukan apakah Rossi atau rekan setim di Yamaha, Jorge Lorenzo, yang menjadi juara dunia. Ternyata, setiap hari kepala saya menjadi pusing sejak ketika meninggalkan Sachsenring sampai naik penerbangan ke Chicago kemarin. Sesaat saya yakin Rossi ditakdirkan untuk menuliskan namanya dalam legenda dengan merebut titel ke-10 dalam usia 36 tahun. Kemudian saya teralihkan ke Lorenzo mencoba meyakinkan diri bahwa dia akan mengalahkan Marquez dalam lomba merebut titel juara dunia MotoGP yang ketiga. Dalam tiga pekan terakhir pikiran saya dipenuhi kalimat-kalimat ini: “Lorenzo lebih mungkin. Bukan, tunggu, kemungkinan besar Rossi. Jangan, buang itu, pasti Lorenzo. Bukan, 100% Rossi.” Saya begitu bimbang seperti halnya banyak orang yang netral lainnya, karena kompetisi ini memang sangat ketat. Rossi memang sedang memimpin, namun jarak hanya 13 poin memberinya sedikit ruang saja untuk membuat kesalahan. Untuk bersikap adil pada Rossi, penampilannya dalam sembilan balapan pertama begitu sempurna dan tanpa salah. Konsistensi adalah kunci menjadi juara dunia dan dia satu-satunya pembalap sekarang yang masih menjaga rekor 100% hasil podium. Jika dia bisa menjaga rekor itu menuju (balapan terakhir) Valencia, maka Lorenzo perlu hal sangat spesial untuk mengalahkannya. Keunggulan 13 poin cukup rentan jika mengingat Lorenzo bisa memangkas ketertinggalan sebanyak 28 poin dengan penampilan dominan dalam empat balapan beruntun dari Jerez hingga Catalunya. Kalau saja Rossi tidak berani mengambil inisiatif di Assen dan Sachsenring, saya yakin kepala saya akan memutuskan bahwa Lorenzo yang akan sukses. Sekarang, saya tidak melihat kemungkinan lain kecuali bahwa juara dunia akan ditentukan dengan cara mendebarkan di Valencia pada 8 November. Dan baik Rossi maupun Lorenzo punya trauma yang harus diselesaikan di trek Ricardo Tormo, Valencia. Mereka pernah merasakan kekalahan pahit dalam balapan penutup musim itu. Rossi membuang keunggulan delapan poin akibat terjatuh dan titel direbut Nicky Hayden pada 2006. Kekalahan Lorenzo dari Marquez di musim 2013 tidak terlalu membuat kaget, namun sebetulnya sulit ditelan olehnya. Ketika itu, cedera patah tulang selangka di pertengahan musim menghambat laju Lorenzo, namun lima kemenangan dalam tujuh balapan terakhir membuat dia melepaskan trofi juara dunia dengan beda hanya empat poin. Setelah merasakan pahitnya kekalahan di seri terakhir, mereka berdua pasti tak ingin sejarah terulang pada musim 2015 ini. Menambah rumitnya kebimbangan saya soal debat Rossi/Lorenzo adalah Marquez. Saya telah berulangkali mengatakan bahwa Marquez tidak lagi berpeluang karena hanya memenangi dua dari sembilan balapan awal. Semakin saya memikirkan ini, semakin saya berpikir bahwa dia bisa juga bangkit secara menakjubkan. Dia sangat mampu memenangi sembilan seri tersisa seperti terbukti ketika dia menjuarai 10 balapan pertama musim lalu. Dia mungkin masih butuh Rossi dan Lorenzo agar gagal finis setidaknya satu kali, yang terlihat kecil kemungkinannya pada musim ini. Namun, untuk bisa menjuarai kejuaraan dengan 18 balapan, Anda juga butuh keberuntungan. Dan Rossi serta Lorenzo tahu pembalap terakhir yang bisa menjadi juara dunia tanpa sekalipun gagal finis adalah Lorenzo sendiri, terjadi lima tahun silam. Kepala saya mulai pusing lagi. Saat ini, kepala saya mengatakan Lorenzo, namun hati saya menyebut Rossi. Dan besok pikiran saya mungkin berubah -- LAGI. |
![]() |
Thread Tools | |
|
|