
Permasalahan kasus pidana berat yang membelit Gayus Halumoan Tambunan seharusnya dilihat dari semua sisi, karena dalam jangka panjang akan ada pengaruh-pengaruh buruk tambahan (collateral damage) yang nantinya juga berimbas pada kondisi psikologis keluarga, termasuk anak-anaknya. Sekitar satu tahun terakhir publik menyoroti tokoh mantan pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak ini dengan tingkah polah kejahatan pidana yang disangkakan padanya, pada awal Januari ini istri Gayus sudah mulai disebut-sebut ikut terlibat dalam perguliran bola salju tindak kriminalitas sang Gayus yang semakin menantang keseriusan para penegak hukum negeri ini. Sudah seharusnya saat ini lembaga terkait memberi perhatian khusus kepada keluarga besar Gayus, terutama anak-anaknya yang terancam mengalami gangguan psikologis dan ketidakseimbangan kehidupan sosial kelak.
Dalam hal ini, lembaga yang diyakini wajib ambil bagian adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Semestinya konstitusi negara kita juga melindungi semua anak-anak Indonesia tidak terkecuali anak-anak para tersangka korupsi, selama anak yang dimaksud belum terkena efek hukum, misalnya anak di bawah umur. GA, anak sulung Gayus sejak Maret 2010 lalu diberitakan terpaksa harus sering tidak masuk sekolah. Ini adalah salah satu efek psikologis bagi anak yang orangtuanya terbelit kasus kriminal yang diekspos ke publik dalam waktu yang sangat lama. Hingga saat ini kasus Gayus sudah memasuki tahun kedua dan belum kunjung menunjukkan tanda-tanda penyelesaiannya, walaupun sudah memasuki tahap persidangan. Selalu ada perkembangan baru yang lebih serius, jelas ini juga akan membebani kondisi psikologis anak-anaknya yang secara hakikat memiliki hak-hak sosial yang terpisah dari orangtua mereka.
Justifikasi negatif publik terhadap sosok seorang Gayus Tambunan akan melekat dalam waktu yang sangat lama. Belum lagi, wacana yudisial �memiskinkan Gayus� akan semakin memperparah penilaian prospek kehidupan masa datang di mata anak-anaknya. Padahal, anak-anak butuh proses tumbuh kembang yang terlindungi, baik di sekolah, atau lingkungan umum. Memang, kesalahan orangtua semacam ini tidak bisa dihindari akan berdampak buruk terhadap nilai sosial anak-anaknya. Akan tetapi, paling tidak pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam hal perlindungan anak-anak bisa berbuat sesuatu untuk meminimalkan potensi buruk yang bisa menimpa anak-anak Gayus dalam masa yang akan datang.
Gayus memiliki tiga orang anak. Anak sulungnya duduk di bangku kelas 1 SD, anak kedua di bangku TK, sedangkan anak bungsunya masih bayi.
Semoga pemerintah KPAI bisa bertindal tepat dalam hal ini. Karena bagaimanapun juga, anak-anak Gayus adalah generasi Indonesia yang memiliki hak yang sama di atas Undang-Undang.
Berita Langsung di COPY PASTE dari sini.
Yang Berkenan
ya gan.. yang baik.. kasih saya
ya gan... melon masih satu nih.....