Eksklusif AP: Nike menghadapi klaim pelecehan baru pekerja

[yudho1]

SUKABUMI, Indonesia (AP) � Workers making Converse sneakers in Indonesia say supervisors throw shoes at them, slap them in the face and call them dogs and pigs. Nike, the brand's owner, acknowledges that such abuse has occurred among the contractors that make its hip high-tops but says there was little it could do to stop it.



Dozens of workers interviewed by The Associated Press and a document released by Nike show that the footwear and athletic apparel giant has far to go to meet the standards it set for itself a decade ago to end its reliance on sweatshop labor.



Nike says nearly two-thirds of the factories that make Converse products fail to meet its standards for contract manufacturers but insists it cannot address many of those problems because many factories operate under contracts that were set before Nike bought Converse in 2003.



That does not appear to explain abuses that workers allege at the Pou Chen Group factory in Sukabumi, some 100 kilometers (60 miles) from Jakarta � it didn't start making Converse products until four years after Nike bought Converse. One worker there said she was kicked by a supervisor last year after making a mistake while cutting rubber for soles.



"We're powerless," said the woman, who like several others interviewed spoke on condition of anonymity out of fear of reprisals. "Our only choice is to stay and suffer, or speak out and be fired."



The 10,000 mostly female workers at the Taiwanese-operated Pou Chen plant make around 50 cents an hour. That's enough, for food and bunkhouse-type lodging, but little else. Some workers interviewed by the AP in March and April described being hit or scratched in the arm � one man until he bled. Others said they were fired after filing complaints.



"They throw shoes and other things at us" said a 23-year-old woman in the embroidery division. "They growl and slap us when they get angry.



"It's part of our daily bread."



Mira Agustina, 30, said she was fired in 2009 for taking sick leave, even though she produced a doctor's note.



"It was a horrible job," she said. "Our bosses pointed their feet at us, calling us names like dog, pig or monkey." All are major insults to Muslims. Indonesia is the world's most populous Muslim nation.



At the PT Amara Footwear factory located just outside Jakarta, where another Taiwanese contractor makes Converse shoes, a supervisor ordered six female workers to stand in the blazing sun after they failed to meet their target of completing 60 dozen pairs of shoes on time.



"They were crying and allowed to continue their job only after two hours under the sun," said Ujang Suhendi, 47, a worker at a warehouse in the factory. The women's supervisor received a warning letter for the May incident after complaints from unionized workers.



The company's own inquiries also found workers at the two factories were subjected to "serious and egregious" physical and verbal abuse, including the punishment of forcing workers to stand in the sun, said Hannah Jones, a Nike executive who oversees the company's efforts to improve working conditions.



"We do see other issues of that similar nature coming up across the supply chain but not on a frequent level," she said. "We see issues of working conditions on a less egregious nature across the board."



Nike, which came under heavy criticism a decade ago for its use of foreign sweatshops and child labor, has taken steps since then to improve conditions at its 1,000 overseas factories. But the progress it has made at factories producing gear with its premier "swoosh" logo is not fully reflected in those making Converse products.



An internal report Nike released to the AP after it inquired about the abuse show that nearly two-thirds of 168 factories making Converse products worldwide fail to meet Nike's own standards for contract manufacturers.

English to Indonesia Translate (Google - Tanpa edit)

SUKABUMI, Indonesia (AP) - Pekerja membuat sepatu Converse di Indonesia mengatakan supervisor melemparkan sepatu pada mereka, menampar muka mereka dan memanggil mereka anjing dan babi. Nike, pemilik merek, mengakui bahwa pelecehan tersebut telah terjadi di kalangan para kontraktor yang membuat pinggul tinggi-puncak tetapi mengatakan ada sedikit yang bisa dilakukan untuk menghentikannya.



Puluhan pekerja yang diwawancarai oleh The Associated Press dan dokumen yang dirilis oleh Nike menunjukkan bahwa alas kaki dan pakaian atletik raksasa telah pergi jauh untuk memenuhi standar yang ditetapkan untuk dirinya sendiri satu dekade lalu untuk mengakhiri ketergantungan pada tenaga kerja rodi.



Nike mengatakan hampir dua-pertiga dari pabrik-pabrik yang membuat produk Converse gagal untuk memenuhi standar untuk produsen kontrak tetapi menegaskan tidak dapat mengatasi banyak masalah-masalah karena banyak pabrik beroperasi di bawah kontrak yang ditetapkan sebelum membeli Nike Converse pada tahun 2003.



Yang tidak muncul untuk menjelaskan pelanggaran yang menuduh pekerja di pabrik Grup Pou Chen di Sukabumi, sekitar 100 kilometer (60 mil) dari Jakarta - itu tidak mulai membuat produk Converse sampai empat tahun setelah Nike membeli Converse. Satu pekerja di sana mengatakan dia ditendang oleh supervisor tahun lalu setelah membuat kesalahan saat memotong karet untuk sol.



"Kami tidak berdaya," ujar wanita, yang seperti beberapa orang lain yang diwawancarai berbicara tentang kondisi anonimitas karena takut akan pembalasan. "Satu-satunya pilihan kami adalah untuk tinggal dan menderita, atau berbicara keluar dan dipecat."



Para 10.000 pekerja kebanyakan perempuan di pabrik Taiwan dioperasikan Pou Chen membuat sekitar 50 sen per jam. Itu cukup, makanan dan barak-jenis penginapan, tetapi sedikit lain. Beberapa pekerja yang diwawancarai oleh AP pada Maret dan April digambarkan dipukul atau tergores di lengan - satu orang sampai berdarah. Lainnya mengatakan bahwa mereka dipecat setelah pengajuan keluhan.



"Mereka membuang sepatu dan hal-hal lain pada kami" kata seorang perempuan 23 tahun di divisi bordir. "Mereka menggeram dan menampar kita ketika mereka marah.



"Ini bagian dari roti kita sehari-hari."



Mira Agustina, 30, mengatakan dia dipecat pada tahun 2009 untuk mengambil cuti sakit, meskipun dia menghasilkan catatan dokter.



"Itu adalah pekerjaan yang mengerikan," katanya. "Bos kami menunjuk kaki mereka pada kami, memanggil kita nama-nama seperti anjing, babi atau monyet." Semua penghinaan besar bagi umat Islam. Indonesia adalah negara muslim terpadat di dunia.



Di pabrik sepatu PT Amara terletak tepat di luar Jakarta, di mana kontraktor lain Taiwan membuat sepatu Converse, supervisor memerintahkan enam pekerja perempuan untuk berdiri di terik matahari setelah mereka gagal memenuhi target mereka menyelesaikan 60 lusin sepatu tepat waktu.



"Mereka menangis dan diizinkan untuk melanjutkan pekerjaan mereka hanya setelah dua jam di bawah matahari," kata Ujang Suhendi, 47, seorang pekerja di sebuah gudang di pabrik. Supervisor perempuan menerima surat peringatan untuk insiden Mei setelah keluhan dari serikat pekerja.



Pertanyaan sendiri perusahaan juga menemukan pekerja di dua pabrik mengalami penganiayaan "serius dan mengerikan" fisik dan verbal, termasuk hukuman memaksa pekerja untuk berdiri di bawah sinar matahari, kata Hannah Jones, seorang eksekutif Nike yang mengawasi upaya perusahaan untuk meningkatkan kondisi kerja.



"Kami melihat isu-isu lainnya yang sifatnya serupa datang di seluruh rantai pasokan tetapi tidak pada tingkat sering," katanya. "Kami melihat masalah kondisi kerja pada alam yang kurang mengerikan di seluruh papan."



Nike, yang berada di bawah kritik keras satu dekade lalu untuk penggunaan dari sweatshop asing dan pekerja anak, telah mengambil langkah-langkah sejak itu untuk meningkatkan kondisi di 1.000 pabriknya di luar negeri. Tetapi kemajuan yang telah dibuat di pabrik yang memproduksi peralatan dengan logo utama yang "disiram" tidak sepenuhnya tercermin dalam produk-produk Converse keputusan.



Sebuah laporan internal Nike merilis ke AP setelah bertanya tentang menunjukkan pelecehan yang hampir dua-pertiga dari 168 pabrik yang membuat produk-produk Converse di seluruh dunia gagal untuk memenuhi standar sendiri Nike untuk produsen kontrak.

Sumber

http://www.seattlepi.com/news/articl...17.php#photo-2