Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > News

News Semua berita yg terjadi di dunia internasional ataupun lokal diupdate disini

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 30th April 2016
Gusnan's Avatar
Gusnan Gusnan is offline
Moderator
 
Join Date: Jun 2013
Posts: 27,623
Rep Power: 49
Gusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyak
Default Perempuan Melawan Arus



Sumarsih, orang tua Wawan korban Semanggi I, bersama korban dan keluarga korban dihalangi petugas keamanan saat meminta bertemu dengan Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan di Jakarta, Kamis (7/3/2013). Ia bersama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu meminta jawaban dari menteri mengenai pembentukan peradilan HAM ad hoc bagi pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.





Oleh: Chappy Hakim
Pada diskusi bulanan Komunitas Penulis PBK (Penerbit Buku Kompas), yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 April 2016 di Bentara Budaya Jakarta, topik yang diangkat adalah “Perempuan Melawan Arus”. Makna hari lahir Kartini yang bukan sekedar seremoni.
Diskusi tersebut menampilkan pembicara Sumarsih, ibunda almarhum Wawan, mahasiswa Atmajaya korban tragedi Semanggi 1, 13 November 1998.
Ninuk Mardiana Pambudy, wartawan senior Harian Kompas dan Ibu Threes Emir, Penulis buku “I Believe in Miracle”, mantan wartawan senior Femina, Gadis dan Mode hadir sebagai narasumber.
Bertindak sebagai moderator Eunike Sri Tyas Suci, Dosen Senior Universitas Atmajaya Jakarta dan penulis buku “Long and Winding Road”, Jalan panjang pemulihan Pecandu Narkoba. Sedangkan Prof Dr Saparinah Sadli berperan sebagai penyimpul akhir.
Paparan dari semua narasumber sangat menarik sekali, demikian pula pada sesi tanya jawab yang kemudian dirangkum dengan satu kesimpulan cerdas dari Saparinah Sadli guru besar Psikologi Universitas Indonesia.
Yang tidak kalah menarik adalah mereka yang hadir ternyata cukup berimbang antara ibu-ibu dengan bapak-bapak yang bahkan menurut hitungan sekilas terlihat jumlah bapak-bapak bisa jadi sedikit lebih banyak berada di tengah diskusi seru tersebut.
Sejak semula saya memang hanya ingin mendengarkan saja diskusi yang berjalan, karena mengikuti diskusi para penulis senior dan dosen pergururan tinggi yang matang pengalaman akan selalu saja memberikan inspirasi dan sekaligus menambah pengetahuan.
Akan tetapi, setelah rangkaian kesimpulan sebagai penutup yang disampaikan Saparinah Sadli, saya tergelitik juga untuk sekedar berbagi yang mudah-mudahan ada pula manfaatnya.
Saya sampaikan antara lain kepada hadirin semua sebagai sekedar tambahan saja, dan berbagi pengalaman yang sedikit banyak ada hubungannya dengan topik yang dibahas.
Pengalaman ini saya pandang perlu disampaikan, sekali lagi sebagai sesuatu yang kategorinya adalah “berbagi”.
Saya utarakan bahwa perbedaan biologis antara pria dan wanita memang tidak dapat dihindarkan bahwa pada satu titik tertentu akan menghadapi masalah yang juga akan berbeda.
Namun apabila dihadapkan kepada sesuatu yang berhubungan dengan kemampuan mencapai suatu prestasi, maka pada kenyataannya perbedaan pria dan wanita dapat dikatakan tidak beralasan sama sekali. Tidak ada di sini dekat dengan pengertian bahwa menjadi “tidak relevan” untuk dijadikan sebagai sebuah alasan untuk membedakannya.
Beberapa ilustrasi
Dalam menjelaskan hal tersebut saya menyajikan beberapa ilustrasi. Pertama kali saya ceritakan bahwa pada satu ketika Ade Rani menikah dengan saya, selepas menyelesaikan kuliahnya Strata 1, maka tertutuplah kesempatannya untuk dapat memenuhi keinginan beberapa dosen yang mengharapkan dia dapat melanjutkan kegiatan di fakultas untuk menjadi asisten dosen, kemudian melanjutkan studi program master sampai nantinya ke program doktor dan profesor barangkali.
Kesempatan berkembang sebagai pengajar dan seorang intelektual perempuan yang berkiprah di universitas, menjadi hilang hanya karena dia menikah dengan seorang Perwira Angkatan Udara.
Pada kesempatan yang lain yaitu saat kami melaksanakan ibadah haji, pada suatu pagi kami sengaja bangun lebih awal untuk dapat segera menempati saf jajaran depan di dalam masjid.
Agak mengejutkan, ternyata isteri saya tetap saja harus menyesuaikan barisan saf nya di jajaran belakang, “hanya” karena dia seorang perempuan.
Saya menangkap rasa kecewa pada air mukanya yang menyebabkan rasa sedih di hati. Saya tidak bermaksud mempersoalkan masalah kaidah agama, karena hal ini sekedar sebagai sebuah ilustrasi belaka dalam berdiskusi tentang masalah pria dan wanita.
Pada tahun 2005 saat saya memasuki masa pensiun, Ade Rani mendaftar untuk kuliah lagi. Ternyata dendam saat melangsungkan pernikahan dengan saya di tahun 1978 yang menyebabkan dirinya tidak lagi memiliki waktu cukup untuk meneruskan kegiatan belajar di universitas. Ade Rani kuliah lagi untuk meneruskan S1-nya dengan program Master di Universitas Indonesia Jakarta.
Tascha, anak perempuan saya yang sudah menyelesaikan program sarjananya, dan sudah bekerja di SCTV cukup terkejut melihat ibunya yang sudah tidak muda lagi itu memutuskan untuk kuliah (lagi) menyelesaikan program master, pada saat ayahnya memasuki masa purnawira.
Tidak lama setelah melihat ibunya berhasil dengan baik menyelesaikan program master, Tascha kemudian memutuskan berhenti bekerja dan kuliah lagi mengambil program master juga.
Selesai kuliah dengan sukses menyelesaikan program masternya, Tascha mulai lagi bekerja, tetap di televisi dan kali ini di Metro TV sampai kurang lebih selama 5 tahun.
Adik Tascha, seorang Lelaki yang panggilannya Paci baru saja selesai sarjana, melihat kenyataan bahwa ibunya master dan kakaknya juga Master. Sebagai seorang Lelaki sejati Paci kelihatannya cukup “tersinggung” melihat realita itu.
Tidak berpikir panjang, dia lalu mendaftar juga ke Universitas Indonesia pada program “Dual Master Degree” yang kebetulan saat itu membuka kesempatan bagi lulusan sarjana berbagai jurusan.
Jadilah dia menyelesaikan kuliahnya di Universitas Indonesia Depok selama 1 tahun dan 1 tahun berikutnya diselesaikan di Griffith University Brisbane, Australia.
Demikianlah saat itu di rumah saya, dipenuhi pria dan wanita penyandang gelar Master.
Yang cukup mengagetkan saya adalah, Tascha datang kepada saya dengan berkata, kalau saya lelaki maka saya juga bisa menyelesaikan lagi program master kedua dan bahkan segera menggondol gelar doktor.
Lho, saya katakana ayo dong, lanjutkan, kenapa tidak?
Jawabannya adalah, bagaimana caranya, saya kan sudah punya suami dan dua anak kecil. Enggak mungkinlah untuk melanjutkan kuliah lagi.
Terdiam saya kehabisan kata-kata untuk dapat menanggapinya.
Agak sedih juga saya mendengar “penyesalan” Tascha, mengapa dia bukan lelaki.
Namun sekali lagi , itulah yang saya sampaikan di forum Penulis PBK untuk sekedar menambah perbendaharaan pada bahasan topik diskusi berkait dengan makna Hari Lahir Kartini. Perbedaan pria dan wanita pada satu titik tertentu pasti akan berhadapan dengan perbedaan pula, sesuai dengan kodrat alam.

Pemberani
Pada persoalan pencapaian prestasi, saya utarakan di hadapan ibu-ibu forum diskusi itu betapa perbedaan pria dan wanita sama sekali tidak ada pengaruhnya. Saya sampaikan bahwa seluruh wanita Indonesia saat ini patut berbangga hati dengan kehadiran seorang bernama Susi yang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
M Fajar Marta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
Saya uraikan, betapa saat ini Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di laut kini berada dalam genggaman seorang wanita pemberani, Susi Pudjiastuti. Menteri Kelautan sekarang ini benar-benar telah memperlihatkan dirinya sebagai sosok yang berada dalam jajaran garda terdepan dalam semua upaya penegakkan kedaulatan Negara di laut.
Tindakan yang sangat tegas dalam kasus-kasus pencurian ikan di wilayah perairan kedaulatan Negara dengan membakar semua kapal pencuri ikan telah membangunkan banyak Negara yang selama ini dengan tenang menguras kekayaan laut kita.
Dalam waktu singkat terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam perolehan ikan nelayan kita dan juga kualitas ikan-ikan jenis tertentu sebagai akibat dari turun drastisnya lalu lalang kapal besar pencuri ikan di wilayah Indonesia.
Kedaulatan, kehormatan dan dignity bangsa ini di wilayah perairannya yang telah demikian lama dilecehkan kini telah berangsur pulih muncul kembali. Kapal pencuri ikan harus ditenggelamkan dan di ekspose besar-besaran, kata Menteri Susi.
Hal itu harus dilakukan, lanjutnya yaitu sebagai “deterrent effect” atau efek jera yang diperlukan dalam upaya kita menjaga kedaulatan Negara di laut.
Sungguh sebuah tindakan yang berani dan patriotik dari seorang wanita Indonesia.
Sampai di sini, Susi telah memperlihatkan bahwa tidak ada alasan sedikitpun untuk dapat membedakan pria dan wanita dalam hal upaya mencapai sebuah “prestasi”, sebuah ”kesuksesan”, bahkan untuk sebuah “keberanian”.
Mengapa hal ini perlu diangkat dalam konteks yang “istimewa”? Karena pada hakikatnya yang harus bertugas paling depan sebagai penjaga kedaulatan Negara apakah itu di darat, udara dan juga di lautan adalah unit “Angkatan Perang”, sementara saat ini komando dan pengendaliannya justru berada di dalam genggaman tangan seorang wanita.
Itulah semua , cerminan yang mungkin berupa refleksi dari diskusi bulan April komunitas penulis PBK yang diberi judul untuk topik bahasannya dengan Perempuan Melawan Arus, makna Hari Lahir Kartini yang bukan sekedar seremoni.

Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 10:37 PM.


no new posts