Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri memeriksa konstruksi jembatan saat meresmikan jembatan gantung di desa Slukatan, Mojotengah, Wonsosobo, Jateng, Kamis (15/1). (Antara/Anis Efizudin)
Jakarta - Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri tak menampik bahwa jumlah tenaga kerja asal Tiongkok paling besar di antara tenaga kerja asing (TKA) lainnya yang ada di Indonesia, namun itu bukan berarti bahwa mereka membanjiri pasar tenaga kerja lokal.
"Kita mulai dari pertanyaan sederhana, adakah TKA di Indonesia? Ada! Jumlahnya berkisar 70-an ribu. Apakah itu besar? Tidak! Itu kurang lebih setara dengam 0,03 persen jumlah penduduk Indonesia yang 240 jjuta atau 0,05 persen dari jumlah angkatan kerja nasional yang sekitar 129 juta," kata Hanif dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Minggu (30/8) malam.
Hanif memberi gambaran bahwa di Malaysia dengan populasi sekitar 27 juta, tenaga kerja Indonesia (TKI) mencapai sekitar 1,2 juta, belum TKA dari negara lain.
Sementara itu Singapura dengan penduduk sekitar 5 juta, jumlah TKA sekitar separuh dari jumlah penduduk. Qatar dan Uni Emirat Arab memiliki penduduk sekitar 4-5 juta dan TKA yang ada separuh dari populasi.
"Jumlah TKA dari Tiongkok memang paling besar di antara negara lain, tapi jumlahnya tidak besar. Tahun 2015 TKA dari Tiongkok sebesar 13.034 orang, disusul Jepang 10.128 orang, Korea Selatan 5.384 orang dan India sebanyak 3.462 orang. Selebihnya dari Malaysia, Amerika, Thailand, Filippina, Australia, Inggris serta lainnya," jelas Hanif.
Sedangkan ekspor TKI ke Singapura, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan maupun negara-negara di Timur Tengah mencapai sekitar 6 juta orang.
"Di Hong Kong saja ada sekitar 153.000 TKI," ujar Hanif, sembari mengkritik istilah adanya serangan atau eksodus TKA di Indonesia.
"Istilah serangan atau eksodus TKA di Indonesia itu provokasi belaka, faktanya tidak begitu. Jumlah maupun jabatan TKA di Indonesia masih terkendali. Dan jika ditemukan pelanggaran langsung ditindak, termasuk tindakan deportasi oleh pihak Imigrasi," tegasnya.