Presiden Joko Widodo (Antara/Sahrul Manda Tikupadang)
Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sering diejek, dicemooh, dan dicaci maki oleh banyak kalangan. Sejak menjabat wali kota Solo (28 Juli 2005–1 Oktober 2012), gubernur DKI Jakarta (15 Oktober 2012-16 Oktober 2014), dan kini menjabat presiden RI berbagai kalimat bernada sinis maupun penghinaan kerap dialamatkan kepadanya.
Pemerintah kembali memasukkan pasal penghinaan terhadap presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kini akan dibahas dengan DPR.
“Kalau saya, sejak menjabat wali kota, kemudian gubernur DKI Jakarta, dan jadi sekarang sebagai presiden, yang namanya diejek, dicemooh, dan dicaci sudah menjadi makanan sehari-hari. Sebetulnya, hal seperti itu kalau saya mau, bisa saja itu dipidanakan,” kata Presiden Jokowi usai meresmikan Teras Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kapal Bahari Seva I, di Pelabuhan Kali Adem Muara Angke, Pluit, Jakarta Utara, Selasa (4/8).
Dia mengaku, meski tidak pernah mempidanakan pihak-pihak yang telah mengejek, mencemooh, dan mencaci makinya. Namun, sebagai bangsa yang beradab dan terkenal kesantunannya, perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan pihak-pihak tidak bertanggung jawab harus ditertibkan.
“Ada ribuan kalau tindakan seperti itu, kalau saya mau. Tapi sampai detik ini hal tersebut kan tidak saya lakukan. Tapi apapun, negara kita ini kan negara yang penuh kesantunan. Tapi masalah pasal penghinaan itu kan masih dalam rancangan,” katanya.
Disebutkan, polemik terkait penetapan pasal penghinaan sebenarnya bertujuan untuk memproteksi masyarakat yang kritis dan masyarakat yang ingin mengawasi agar tidak dibawa kepada pasal-pasal karet.
“Justru memproteksi. Jadi yang ingin mengkritisi, ingin memberikan pengawasan, ingin memberikan koreksi, ya silakan. Jangan sampai nanti ada yang membawa ke pasal karet. Dan ini pun kan urusannya presiden sebagai simbol negara, bukan pasalnya saja,” kata Presiden Jokowi.