Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > News > Surat Pembaca

Surat Pembaca Posting ataupun baca komentar,keluhan ataupun laporan dari orang-orang dengan pengalaman baik/buruk.

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 25th July 2015
Gusnan's Avatar
Gusnan Gusnan is offline
Moderator
 
Join Date: Jun 2013
Posts: 27,623
Rep Power: 49
Gusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyak
Default Mengejar Ilusi



Rukiah, memasak sayur untuk dijual di warung makannya di Desa Cibogo, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (10/3/2014). Kehidupan ekonomi warga di Cisauk relatif masih rendah. Sebagian besar warga bekerja serabutan dengan penghasilan yang minim.Ilusi adalah bayangan yang tak kenal sejarahnya. Mengandaikan kemajuan Jakarta sama dengan yang kota-kota megapolitan dunia adalah ilusi, kalau tidak memahami proses kota dan masyarakatnya yang berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun.

Maka, proses sangat penting dalam upaya membangun kota. Sebagian besar kota di Indonesia, termasuk kota-kota besarnya, terbentuk dari aglomerasi kampung-kampung. Di setiap wilayah ada jejak individu, komunitas, masyarakat, dan seluruh perkembangan kota.
Jakarta adalah "the big village". Ibu kota negara yang juga pusat bisnis itu menyerap hampir 70 persen peredaran uang di Indonesia. Maka, urbanisasi adalah keniscayaan.
Kota ini hidup karena dihidupi warganya. Lihatlah, dengan penduduk lebih 10 juta, Jakarta seperti kehilangan daya pada sepekan menjelang dan sesudah Idul Fitri. Asisten rumah tangga dan pegiat ekonomi sektor informal, yang sebagian besar menghuni kawasan tak layak huni, pulang kampung bersama-sama. Hans-Dieter Evers (1986) memperkirakan hilangnya lebih separuh produktivitas Jakarta pada saat-saat seperti itu.
Penduduk kota, khususnya kelompok menengah bawah dan kelompok miskin kota, adalah faktor penting dalam pembangunan dan penataan Jakarta. Mereka tak boleh direduksi perannya sebatas konstituen yang hanya dipakai suaranya untuk kepentingan politik kekuasaan.
Mereka juga bukan warga ilegal, apalagi mereka punya kartu identitas, punya struktur RT/RW di tempat tinggalnya, ada sarana-prasarana dan ditarik pajak, meski mereka menghuni bantaran kali.
Sudah bukan zamannya menempelkan stigma pada warga di kawasan yang dianggap tak layak huni. Pernyataan "lebih baik mengorbankan 5.000 orang demi 10 juta lainnya" dalam kasus penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur, misalnya, adalah idiom yang sering dilontarkan pejabat pada era Orde Baru, bersamaan dengan politik memecah belah warga. Penggusuran dengan ancaman tak layak terjadi dalam era demokrasi.
Warga terdampak bukanlah para fakir yang hanya bisa menadahkan tangan untuk menerima kunci rusunawa. Mereka adalah warga negara yang berdaya, pekerja keras, manusia yang berpikir dan bisa bicara. Memindahkan manusia bukan memindahkan barang. Mereka tak akan menolak rencana penataan kalau sejak awal suaranya didengar.
Dalam demokrasi, partisipasi mereka, yang didampingi para arsitek, ahli tata ruang, dan para pakar yang paham arti partisipasi warga miskin, dalam proses pembuatan kebijakan kota, termasuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), adalah prasyarat penting. Penataan kota dengan corak partisipasi yang butuh proses lebih panjang itu adalah langkah menuju kemajuan yang hakiki.
Harus disadari, ruang publik tidak netral. Dalam partisipasi "atas nama" yang umum dipahami selama ini tersembunyi topeng kepentingan kelas borjuis atau kelompok yang lebih berkuasa (Habermas, 1989), dengan mengatasnamakan demokrasi.
Di banyak kota besar di dunia, seluruh komponen masyarakat berlomba menata kawasan yang dianggap tak layak huni. Tak usah jauh-jauh mencari contoh. Di Surabaya, pemerintah kota memberi ruang pada kreativitas untuk mendayagunakan bantaran kali bagi kepentingan warga.
Indikator kesuksesan pemimpin kota yang menjadi tren dunia saat ini adalah pada proses memanusiawikan warga dan bagaimana perikemanusiaan diimplementasikan untuk memenuhi hak-hak warga, khususnya yang miskin dan tertinggal, sehingga indeks kebahagiaan lebih "berbunyi".
Itulah kemajuan nyata yang lebih bernilai. Kata arsitek dan ahli tata kota Kanada, Arthur Erickson (1924-2009), ilusi dibutuhkan untuk menyamarkan kekosongan di dalam diri. (Maria Hartiningsih)

Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 06:12 PM.


no new posts