FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Internasional Baca berita dari seluruh mancanegara untuk mengetahui apa yg sedang terjadi di dunia. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Serangan udara koalisi pimpinan AS terus dilakukan dengan target pejuang Islamic State/ISIS di Kota Kobane, perbatasan Turki-Suriah. (AFP Photo) Washington - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menghabiskan sekitar US$ 9,1 juta per harinya atau sekitar Rp 120 miliar demi melawan kelompok negara Islam (IS atau dulunya disebut ISIS). Dana total lebih dari $2,7 miliar itu digunakan untuk kampanye antiterorisme lewat pengeboman markas IS sejak awal operasi serangan udara digelar bersama koalisi internasional di Irak dan Suriah pada Agustus tahun lalu. Detail biaya yang dirilis oleh markas besar militer AS Pentagon menunjukkan dua pertiga dari keseluruhan biaya tersebut berasal dari Angkatan Udara. Informasi ini baru pertama kali terkuak saat Kongres AS menolak legislasi yang berisi larangan pengeluaran anggaran. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS menyetujui rancangan undang-undanng (RUU) belanja pertahanan $579 miliar. Sekitar 55 persennya dihabiskan untuk serangan udara, menurut Kementerian Pertahanan, yang merincikan rata-rata biaya tersebut dari Agustus hingga akhir Mei. Tak lebih dari seperempatnya digunakan untuk pembelian senjata, dan sisanya dihabiskan untuk misi yang melibatkan alat angkut militer dan operasi lainnya. DPR AS menolak amandemen yang dirancang untuk menyetop anggaran memerangi IS kecuali Kongres mengesahkan kewenangan baru dalam menggunakan pasukan militer. Biaya operasi militer AS melonjak tajam sejak penyerangan terhadap IS dimulai pada Agustus tahun lalu di Irak. Minggu ini, Gedung Putih mengumumkan tambahan 450 pasukan yang akan dikirim di Irak, sehingga total personel militer yang ditempatkan di Irak menjadi 3.500. Namun, para pejabat pemerintah menekankan pasukan militer yang dikirim itu bukan untuk menambah pasukan tempur, namun untuk melatih pasukan lokal berperang. Pada Kamis (11/6), jenderal senior militer AS mengatakan intervensi negera tersebut di Irak kemungkinan diperpanjang. Jenderal Martin Dempsey, Kepala Staf Gabungan, mengatakan opsi melakukan serangan udara, yang akan menempatkan pasukan lebih dekat menuju garis depan, masih menjadi opsi di masa mendatang. Selain itu, dia juga mengakui adanya kemungkinan membangun jaringan pusat pelatihan AS di utara Irak. |
![]() |
|
|