FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Surat Pembaca Posting ataupun baca komentar,keluhan ataupun laporan dari orang-orang dengan pengalaman baik/buruk. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Dahlan Iskan (Antara/Vitalis Yogi Trisna) Jakarta- Penetapan tersangka terhadap mantan Dirut PLN sekaligus mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang terkesan terburu-buru menuai tanda tanya besar. Apalagi, dari 15 orang yang ditersangkakan belum ada yang diadili. Dua alat bukti yang dimiliki Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI dalam mentersangkakan Ketum Serikat Perusahaan Pers (SPS) itu pun ikut dipertanyakan. "Saya meragukan adanya bukti yang menunjukkan Dahlan Iskan memiliki tujuan atau maksud untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain," kata pakar hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Agustinus Pohan, kepada SP, di Jakarta, Minggu (7/6). Pohan mengatakan, kedudukan Dahlan selaku Dirut PLN dan kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek pengadaan dan pembangunan 21 gardu induk PLN di unit induk pembangkit listrik jaringan Jawa-Bali-Nusa Tenggara tahun 2011-2013 tidak otomatis dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terkait persoalan administrasi. "Tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan, jadi tidak otomatis karena kedudukannya sebagai KPA," katanya. Menurut dia, korupsi tidak identik dengan pelanggaran administrasi karena esensi korupsi adalah kerugian negara yang timbul akibat perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi. Kalau penegak hukum hanya berpatokan pada pelanggaran administrasi ketimbang adanya unsur niat jahat (mens rea) memperkaya diri, hal itu sama saja dengan merusak sistem hukum. "Korupsi sebagaimana Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Tipikor harus dipahami sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang bertujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain dan atau korporasi. Kalau korupsi tidak dipahami seperti itu, maka penegakannya selain tidak adil juga akan merusak," kata Pohan. Dirinya mengaku prihatin atas penetapan tersangka yang dikenakan kepada Dahlan dengan tuduhan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor karena hanya menabrak sejumlah ketentuan administratif dalam menjalankan proyek pengadaan dan pembangunan 21 gardu induk PLN. Dengan demikian, Pohan menyarankan Dahlan untuk membeberkan kepada publik atas kasus yang menderanya secara gamblang. "Sebaiknya dia membuka kepada publik apa yang sesungguhnya atau yang sebenar-benarnya terjadi," ujarnya. Dalam keterangan pers yang disampaikan, Jumat (5/6), Dahlan hanya menegaskan siap bertanggung jawab atas perkara yang disangkakan kepadanya. Dirinya menyinggung hal itu sebagai risiko yang harus dijalani karena tak tahan mendengar keluhan rakyat yang menderita akan minimnya pasokan listrik. "Saya juga banyak ditanya soal usulan-usulan saya untuk menerobos peraturan-peraturan yang berlaku. Saya jawab bahwa itu karena saya ingin semua proyek bisa berjalan. Saya kemukakan pada pemeriksa bahwa saya tidak tahan menghadapi keluhan rakyat atas kondisi listrik saat itu. Bahkan, beberapa kali saya mengemukakan saya siap masuk penjara karena itu," kata Dahlan. Kendati demikian, secara eksplisit, Dahlan juga mengaku tidak mengetahui pasti akan perkara yang membelitnya. Khususnya terkait perkara pengadaan proyek gardu induk yang diklaim Kejati DKI merugikan keuangan negara mencapai Rp 1,063 triliun. "Penetapan saya sebagai tersangka ini saya terima dengan penuh tanggung jawab. Setelah ini, saya akan mempelajari apa yang sebenarnya terjadi dengan proyek-proyek gardu induk tersebut karena sudah lebih dari tiga tahun saya tidak mengikuti perkembangannya," jelasnya. |
![]() |
|
|