|
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() KSAU Marsekal Agus Supriatna selaku Inspektur Upacara (kedua kanan) didampingi Komandan Upacara Kolonel Pnb Agus Setyawan (kanan) memeriksa pasukan upacara peringatan Hari Ulang Tahun ke-69 TNI AU Tahun 2015 di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (9/4). (ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf) Kurang dari 40 hari lagi, Panglima TNI Jenderal Moeldoko akan memasuki masa pensiun. Bursa calon penggantinya pun mulai diperbincangkan. Peneliti Imparsial Al Araf mengatakan, jika sesuai Undang-undang TNI, maka Panglima selanjutnya berasal dari Angkatan Udara. Dalam pasal 13 ayat 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Panglima TNI saat ini Jenderal Moeldoko adalah perwira tinggi Angkatan Darat. Ia menggantikan Laksamana Agus Suhartono yang berasal dari Angkatan Laut. "Panglima seharusnya dijabat secara bergiliran atau rotasi. Mengacu pada pasal 13 ayat (4) UU TNI, kali ini seharusnya menjadi giliran matra udara," kata Al Araf di Jakarta, Kamis (28/5). Aturan tersebut memang tidak memberikan sebuah keharusan bagi Presiden. Namun menurut Al Araf, filosofi aturan soal rotasi pemegang jabatan panglima ini dibuat supaya TNI tidak didominasi satu angkatan tertentu. Jika Presiden Joko Widodo mempercayakan posisi Panglima TNI pada perwira tinggi Angkatan Udara, maka yang sangat berpeluang adalah Kepala Staf Angkatan Udara saat ini Marsekal Agus Supriatna. Sebelumnya ada nama Marsekal Djoko Suyanto, perwira Angkatan Udara yang jadi Panglima TNI. Sementara dari unsur Angkatan Laut sejauh ini ada dua nama yang pernah menjadi Panglima yakni Laksamana Widodo Adi Sutjipto dan Laksamana Agus Suhartono. Selama ini, jabatan Panglima TNI memang didominasi oleh jenderal Angkatan Darat. Hingga saat ini Moeldoko belum sekalipun urun bicara soal calon penggantinya. Ia enggan mengomentari nama-nama yang masuk bursa panglima TNI. Peran DPR Serupa dengan pemilihan Kepala Polri, mekanisme pemilihan panglima TNI tidak sepenuhnya menjadi domain presiden. Undang-undang TNI mengatur presiden dapat mengajukan satu nama calon untuk mendapatkan persetujuan DPR dalam waktu 20 hari kerja. Tak menjawab pengajuan presiden dalam kurun waktu tersebut, DPR pun dianggap memberikan persetujuannya. Akan tetapi, jika DPR menolak calon yang disodorkan, presiden wajib mengajukan calon baru. Al Araf menuturkan, pemilihan panglima TNI seharusnya menjadi hak prerogatif presiden. Seperti pada pemilihan menteri, kepala pemerintahan tak perlu meminta persetujuan DPR. "Dalam negara presidensial, seharusnya tidak melibatkan DPR. Harus sama seperti pengangkatan menteri, apalagi kedudukan panglima dan menteri sama," katanya. Al Araf berkata, mekanisme pemilihan ini tidak dapat diubah dalam waktu dekat karena harus melalui proses revisi beleid. Yang jelas, menurutnya pelibatan DPR akan menimbulkan nuansa politis pada panglima terpilih. "DPR seharusnya sampai pada tataran pengawasan saja," ucapnya. |
#2
|
|||
|
|||
![]() |
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
|