
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Koordinator Kontras Haris Azhar menyampaikan pernyataan terkait konflik tentara dengan polisi di Jakarta, Senin (24/11). Mereka antara lain menyatakan bahwa penegakan hukum harus dikedepankan untuk penyelesaian konflik tersebut.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai institusi Polri bermotif jahat dengan menahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. KontraS menilai, Polri 'bermain' dengan kasus lama Novel untuk menjerat penyidik KPK tersebut. Ketua KontraS, Haris Azar mempertanyakan kinerja Polri sendiri yang panjang mengusut kasus lama Novel. Novel dianggap bertanggung jawab atas kasus penganiayaan yang terjadi di Bengkulu pada tahun 2004.
"Dari tahun 2004 ke 2012, sampai sekarang ke 2015, polisi
ngapain aja? Kok baru sekarang dibongkar. Motifnya sudah jelas, motif jahat untuk melemahkan (KPK)," kata Haris, dalam jumpa pers di kantornya, Jumat (1/5/2015).
Selain itu, pada era Presiden SBY, kasus Novel menurutnya juga sudah ditangani oleh Ombusman RI. Haris mengklaim, hasil temuan lembaga tersebut menunjukan ada banyak kejanggalan yang dilakukan Polri dalam kasus Novel kala itu.
"Temuan Ombusman bahwa kasus Novel Baswedan banyak penyalahgunaan kekuasaan (oleh Polri)," ujar Haris.
Ia pun menyatakan, kasus penahanan Novel kali ini juga sarat kriminalisasi. Ada indikasi, kasus penahanan Novel terkait masalah personal yang tak suka dengan penyidik KPK tersebut. Hal ini menurutnya dapat berdampak pada hukum.
"Implikasi ke depan penegakan hukum bukan atas kejahatan yang terjadi, tapi berdasarkan suka atau tidak suka," ujar Haris.
Ia menambahkan, sejumlah perwira tinggi di Korps Bhayangkara saat ini telah menunjukan sikap pembangkangan terhadap Presiden. Kapolri, bahkan Presiden, seolah tak mampu mengendalikan sejumlah perwira tinggi tersebut.
"Apa yang dilakukan polisi semua ini menunjukan pembangkangan terhadap Jokowi. Orang akan melihat bahwa Presiden dan Kapolri tidak bisa mengendalikan perwira-perwira," ujar Haris.