Makam Pangeran Jayakarta di Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.Para pelaut bangsa Eropa sering menyebut Bandar Sunda kelapa itu dengan Yacarta, dan penduduk setempat menyebutnya dengan Jakarta.
Pengamat sejarah Prof. DR. Ayatrohaedi, nama Jakarta adalah pilihan Sunan Gunung Jati, penguasa Caruban (Cirebon) sebagai atasan Fatahillah, yang menjadi panglima pasukan gabungan itu.
Pada masa pemerintahan Fatahillah itu lah pelabuhan Sunda Kelapa mampu menyaingi kejayaan pelabuhan Malaka yang lebih dulu menjadi pelabuhan perantara bagi perdagangan dunia. Posisi Sunda Kelapa semakin penting dan ramai sehingga hasil bumi Pejajaran bisa lebih cepat diangkut ke Sunda Kelapa sebagai komuditas yang siap jual.
Fatahillah memperkuat tahta dengan bersama empat Pangeran pembantu setianya, Pangeran Wijayakrama, dan Arya Adikara asal Banten, Wijaya Kusuma asal Demak, serta Pangeran Zakaria. Arya Adikara adalah putra Wijayakrama yang sebelumnya bernama Kawis Adimarta. Sedangkan Wijayakrama adalah putra Ki Tubagus Angke yang pernah mempin serangan Sunda Kelapa.
Keempat pangeran itu sengaja diberi julukan yang sama dengan julukan Fatahillah, yaitu Pangeran Jayakarta, untuk mengelabui Belanda. Fatahillah mempercayakan kepada keempat Pangeran yang dikepalai oleh Pangeran Zakaria untuk mengatur kekuasaan berikutnya di Jayakarta sebelum akhirnya ia sendiri menghilang entah ke mana.
Fatahillah juga merahasiakan pengangkatan keempat Pangeran ini, agar perjuangannya melawan penjajah bisa terus bergema. Rahasia itu berhasil dijaga para pengikut setianya untuk waktu yang cukup lama, sehingga banyak pihak terkecoh dan kecewa. Belanda menduga, Pangeran Jayakarta tetap hidup dan menjadi bayangan yang sangat menakutkan. Berita-berita kematian Pangeran Jayakarta tidak dipercaya.
Di kalangan rakyat, kematian Fatahillah tetap menjadi sesuatu yang misterius hingga terjadi serangan Belanda. Sampai saat ini rakyat hanya mengenal satu makam Fatahillah alias Pangeran Jayakarta, yaitu di bilangan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.
Namun sebagian ahli sejarah menyatakan, makam itu bukan makam Fatahillah, melainkan makam Pangeran Zakaria. Pada 1620, sebelum kejayaannya berakhir, Pangeran Zakaria membangun sebuah masjid di kawasan yang sekarang ini disebut Jatinegara Kaum.
Masjid yang awalnya seluas 100 meter persegi itu merupakan tempat pertahanan Pangeran Jayakarta. Kepada keluarganya ia minta agar merahasiakan keberadaannya. Tempat itu menjadi komunitas untuk menyiarkan agama Islam, termasuk warga Jatinegara Kaum.
(Bersambung)