Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > HOBI > Film & Musik > Bioskop

Bioskop Berita dan sinopsis film biskop yang terbaru ataupun klasik dapat dilihat disini

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 31st January 2015
Gusnan's Avatar
Gusnan Gusnan is offline
Moderator
 
Join Date: Jun 2013
Posts: 27,623
Rep Power: 49
Gusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyak
Default Mencari Wajah Orgasme Pria di Depan Kamera

Pernyataan Ruth Wilson, bintang The Affair yang memenangi piala Golden Globe Awards sebagai Serial TV Drama Terbaik, cukup mengejutkan. Isu seksis di industri film memang sudah menjadi cerita lama. Namun opini Aktris Serial TV Drama Terbaik Golden Globe Awards ke-72 itu begitu terus teran dan cenderung blak-blakan.

Wilson mengaku perempuan 'dipaksa' tampil seksi dan terbuka di depan kamera. "Diasumsikan bahwa perempuan akan memperlihatkan dada mereka, dan mereka harus memperlihatkan dada mereka. Saya sangat menentang itu. Itu tidak penting dan tidak adil," ujarnya, dikutip situs People.

Tak cukup sampai perkara dada, Wilson juga menyinggung akting orgasme di layar. Menurutnya, hanya perempuan yang selama ini harus memperlihatkan ekspresi orgasmenya.

"Kenapa saya selalu harus menunjukkan wajah orgasme? Seharusnya ada wajah orgasme pria. Kenapa selalu perempuan yang orgasme? Mari analisa orgasme pria. Kenapa kita tidak pernah lebih sering memikirkannya?" tutur Wilson.

Pemikiran itu disambar oleh Katy Brand, aktris sekaligus komedian asal Inggris. Melalui tulisannya di Telegraph, ia mengaku ikut memperhatikan representasi soal wajah seksual pria dan wanita di ranah industri hiburan.

"Pada titik klimaks, perempuan harus terengah-engah, memukul, berteriak, matanya tertutup, sementara mulutnya terbuka. Sementara pria hanya menggertakkan gigi, mengerut dengan jantan, atau menarik bibir, sebelum akhirnya berbaring di tempat tidur dan menikmati pekerjaan yang dilakukannya dengan baik, tanpa kehilangan martabat," Brand menulis opininya.

Ia menyimpulkan, perempuan dituntut menampakkan wajah orgasme yang sempurna, yang paling mendekati kenyataan, sementara pria tidak. Jarang sekali ada pria orgasme di layar film.

Di satu sisi, katanya, itu bagus untuk kesetaraan gender. Itu menunjukkan, perempuan juga berhak dan bisa menikmati seks, bukan hanya sekadar melayani pria. Orgasme perempuan menunjukkan ia diperlakukan dengan baik di atas ranjang, dan kebutuhan biologisnya dipenuhi.

Namun, lanjutnya, bagaimana dengan pria? Mengapa mereka tak 'diberi kesempatan' menunjukkan wajah orgasmenya?

Menurut Brand, jawabannya terletak pada sistem pelabelan kategori film. Label yang diberikan pada film bisa meningkatkan pamornya, atau justru menghancurkannya. Seringkali, sineas dipaksa menghilangkan adegan-adegan tertentu agar filmnya bisa mencapai label yang lebih 'ramai' di pasaran. Misalnya, dari penonton usia 18 menuju usia 15, usia 15 ke 12, dan sebagainya.

"Apa pun yang bisa memaksimalkan potensi pasar dan menjual tiket," lanjut Brand. Nah yang menurutnya menjadi masalah, adalah tangan di balik penentu label film. Padahal tanpa label, film tak bisa didistribusi sama sekali.

"Siapa dia sampai bisa memaksa mengerjakan ulang adegan? Dan sejauh mana kita, penonton film, maklum terhadap pilihan seksual mereka?"

Film pemenang penghargaan tahun 2006, This Film is Not Yet Rated yang diproduseri Eddie Schmidt dan Kirby Dick pernah mencoba mengulik itu. Film itu fokus pada bagaimana film dinilai, seks digambarkan, dan bagaimana Motion Picture Association of America (MPAA)--lembaga pemberi label film Amerika--menilai konten seksual.

Hasilnya? Silakan beri label 'kolot' untuk mereka. Banyak adegan seksual membuat mereka mengernyit. Mereka juga sering memberi label film lebih tinggi dari yang sebenarnya dibutuhkan. Misalnya, adegan yang masih bisa ditonton, dilabeli 'terbatas' atau 'terlarang'.

"Nama orang-orang itu tidak dipublikasikan dan mereka hanya bersepuluh. Merekalah yang punya kekuatan sangat dahsyat menentukan apa yang berhak dan tak berhak dikonsumsi penonton," tulis Brand.

Schmidt, penggarap This Film is Not Rated Yet mencoba mengungkap identitas para anggota MPAA tahun 2006. Diketahui, mereka heteroseksual dan berusia di atas 40 tahun. Mereka punya orientasi seksual yang jelas, begitu pula dengan penghakiman seksualnya.

Dan karena pasar bioskop terbesar adalah pria, gambaran inilah yang disajikan: wajah orgasme perempuan memenuhi layar, sementara para pria 'bertugas' membunuh dan bersikap maskulin. Itu seperti mengatakan, "Wanita kehilangan kontrol dan pria terbiasa mengontrol, bahkan saat mereka orgasme. Betapa menyedihkan itu."

Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 12:58 AM.


no new posts